Random post

Thursday, January 5, 2017

Begini Cara Founder Startup Kaya Raya

Startup ialah dongeng modern. Seorang anak muda jelata dengan sebuah laptop menjadi kaya raya dalam waktu sekejap dan mengubah dunia.





Beberapa waktu belakangan ini muncul gosip perihal komposisi dan jumlah saham di unicorn Indonesia. Seperti Gojek dan Tokopedia. Dari perhitungan saya, Nadiem Gojek mempunyai kekayaan Rp 6,4 triliun lewat 58.416 lembar sahamnya dengan valuasi perjuangan $ 9 miliar. William Tokopedia kekayaan sahamnya Rp 5,8 triliun dengan 546.000 lembar saham dan valuasi perjuangan $ 7 miliar.


Mungkin anda gres sanggup sebatas tergiur dengan kekayaan itu. Namun bagaimana kekayaan sebesar itu sanggup tercipta dalam waktu relatif singkat, ialah hal yang asing. Berikut ini ialah cara di balik itu yang saya ungkapkan lewat ilustrasi sebuah perjuangan tech startup.


KEKAYAAN DARI ‘KETIADAAN’


Anda memulai sebuah project membuat produk teknologi, anggaplah sebuah situs layanan e-commerce. Anda punya kawan kerja dalam project tersebut berjulukan Budi yang kemudian menjadi co-founder. Sampai tahap ini anda belum punya startup — alasannya startup merujuk pada perusahaan berbadan aturan berusia di bawah 5 tahun. Kaprikornus masih sebatas project.


Produk tersebut anda luncurkan ke internet. Ternyata menerima perhatian yang baik dari pasar dan berhasil membuat penjualan. Produknya juga sudah mulus tidak ada error yang berarti. Anda ingin produk tersebut berkembang dengan cepat. Karenanya anda butuh uang. Untuk mempekerjakan pegawai programmer, marketing, membeli alat, sampai menyewa kantor. Perusahaan juga sudah harus dibentuk. Anda dan Budi tak punya uang. Maka anda mulai mencari investor.


Anda berencana tiba ke 3 orang kaya yang anda kenal dan menunjukkan mereka berinvestasi di perusahaan yang akan anda bentuk. Namun sebelum tiba ke mereka, anda harus memilih dulu: invest berapa, sanggup berapa persen.


Masalahnya bicara ‘persen’ ini tidak gampang bagi mereka yang belum kenal dunia finansial perseroan. Disebut ‘perseroan’ alasannya satu-satunya bentuk perusahaan yang mungkin anda bentuk ialah Perseroan Terbatas (PT) alasannya didirikan oleh beberapa orang. Sementara bukti kepemilikan dalam perseroan dibuktikan dalam bentuk saham yang jumlah dan dana setoran atas saham tersebut tercatat dalam sertifikat perusahaan.


Maka untuk awalnya anda dan Budi akan memilih lebih dulu nilai perjuangan anda — ingat, perusahaan belum dibentuk. Anggaplah Rp 1 miliar. Atau gunakan kalkulator valuasi usaha dari Arkademi. Dari Rp 1 miliar tersebut kalian menerbitkan 100.000 lembar saham. Artinya, nilai per lembar saham ialah Rp 1 miliar / 100.000 atau Rp 10.000/lembar. Kalian bagi dua sama rata: Anda sanggup 50.000 lembar, Budi 50.000 lembar. Sampai di sini, baik anda dan Anda punya kekayaan dalam bentuk saham (masih imajiner alasannya perusahaan belum terbentuk) senilai Rp 500 juta. Masing-masing dari kalian mempunyai prosentase kepemilikan perjuangan 50%-50%.



Nah, sebelum pergi ke investor, anda memilih dulu: berapa besar uang investasi yang anda perlukan? Anggaplah Rp 1 miliar tunai.



Lalu pertanyaan berikut: dengan Rp 1 miliar tunai, berapa lembar saham yang akan anda berikan kepada investor?


Anggaplah anda akan memberikan 25% saham perusahaan. Artinya, anda akan menerbitkan 25% lembar saham gres dari 100.000 lembar saham yang sudah ada sebelumnya. Artinya akan terbit 25.000 lembar saham baru. Hal ini dinamakan Right Issue. Uang yang didapatkan dari right issued atau penjualan lembar saham gres akan masuk ke kas perusahaan sebagai modal kerja.


Bila Rp 1 miliar investasi tunai mendapatkan 25.000 lembar saham baru, maka harga per lembar saham ialah Rp 1 miliar / 25.000 lembar atau Rp 40.000/lembar. Maka inilah harga yang akan anda tawarkan kepada investor: Rp 40.000/lembar saham dengan penawaran total 25.000 lembar saham.


Perusahaan pada umumnya menunjukkan saham memakai ukuran Lot. 1 lot sama dengan 100 lembar. Berarti total lot yang anda tawarkan ialah 250 lot. Harga per lot Rp 40 juta. Lalu anda menetapkan minimal pembelian 50 lot (5.000 lembar saham) atau Rp 200 juta.


Ada 3 orang calon investor yang tertarik. Investor A membeli 100 lot atau Rp 400 juta. Investor B membeli 100 lot juga Rp 400 juta. Investor C membeli 50 lot atau Rp 200 juta. Total investasi terkumpul Rp 1 miliar. Total saham yang telah terbit ialah 100.000 (awal milik Anda dan Budi), dan 25.000 (milik 3 investor). Totalnya sekarang ada 125.000 lembar saham.


Artinya, kepemilikan anda menyusut atau terdilusi. Dari sebelumnya 50%, sekarang menjadi 50.000/125.000 atau 40%. Namun kekayaan anda naik menurut kenaikan nilai perjuangan alasannya masuknya investor.



Hitungannya begini: Bila dengan investasi Rp 1 miliar mendapatkan 25.000 lembar saham baru, maka 100%-nya ialah Rp 5 miliar. Karena 25.000 ialah 20% atau seperlima dari 125.000. Dan Rp 1 miliar dikali 5 ialah Rp 5 miliar.


Dari Rp 5 miliar itu ada 125.000 lembar saham yang diterbitkan, maka harga per lembar sahamnya ialah Rp40.000/lembar. Kekayaan anda yang awalnya hanya Rp 500 juta dari 50.000 lembar saham yang nilainya Rp 10.000/lembar, sekarang sudah naik menjadi Rp 2 miliar.


Mulai dari sini maka anda, co-founder, dan para investor pergi ke notaris untuk mendirikan perusahaan dan mengesahkan kepemilikan saham masing-masing tersebut. Bila para investor menyetorkan modal dalam bentuk uang, maka anda dan co-founder modalnya dalam bentuk intangible asset (non-tunai) yang akan dicatat dalam neraca perusahaan sebagai aktiva tetap tak berwujud. Kalian berlima kemudian akan menunjuk Pengurus perjuangan (Direksi), dan Pengawas Usaha (Komisaris). Kemungkinan besar anda dan co-founder akan ditunjuk sebagai Pengurus (Direksi), dan 1-2 orang investor akan ditunjuk sebagai Pengawas (Komisaris).


Dari sini anda sudah paham bagaimana membuat Rp 2 miliar dari ‘ketiadaan’ dan membuat anda jadi miliarder. Tapi wajib diingat, Rp 2 miliar itu tidak likuid atau non-tunai. Namun saham juga ialah kekayaan. Saham sanggup dijual pada suatu waktu dan nilainya sanggup naik.


NILAI SAHAM YANG TERUS NAIK


Di tahun ke-3, startup anda yang sudah menjadi PT ternyata berhasil membuat performa yang baik. Namun anda perlu modal pemanis untuk mempercepat pertumbuhan dan jumlahnya tidak kecil. Anggap saja anda butuh Rp 10 miliar. 3 investor awal tak punya uang sebesar itu untuk berinvestasi lagi. Maka anda pergi ke investor venture capital (VC).


Sebelum pergi ke VC, anda lebih dulu harus memilih lagi: dengan investasi Rp 10 miliar sanggup saham berapa lembar?


Anggaplah anda memilih Rp 10 miliar mendapatkan 30% lembar saham gres dari total 125.000 lembar saham yang ada. Atau 37.500 lembar saham untuk investasi Rp 10 miliar. Artinya per lembar saham di ronde investasi kali ini dihargai Rp 267.000.


Bila di investor awal Rp 1 miliar sanggup mendapatkan 25.000 lembar saham, mengapa kali ini Rp 10 miliar hanya mendapatkan 37.500 lembar saham? Mengapa harga saham itu naik?


Karena perjuangan anda sudah berkembang baik. Kondisinya sudah berbeda dibandingkan awal perjuangan dulu. Ibarat tanah, dulu lingkungan sekitar masih sepi. Sekarang sudah ramai. Tentu naik harganya.


Bila investor VC ini setuju, maka kekayaan anda naik lagi. Dari awal Rp 10.000/lembar saham menjadi Rp 40.000/lembar, sekarang Rp 267.000/lembar.



Dengan 50.000 lembar saham di tangan, kekayaan anda ialah Rp 13,3 miliar dalam bentuk saham.


Pola ini akan terus berulang ketika anda masuk ke ronde-ronde pendanaan selanjutnya dan kekayaan anda dalam bentuk saham terus meningkat.



MENCAIRKAN SAHAM


Saham itu bentuk fisiknya selembar kertas sertifikat saham bernomor seri yang menyatakan berapa lembar yang anda miliki. Jumlah saham yang anda miliki juga tercatat dalam sertifikat perusahaan — kalau jenis sahamnya ialah saham atas nama.


Di tengah perjalanan istri anda minta dibelikan rumah baru. Besar pula. Gaji anda sebagai Direktur Utama/CEO perusahaan masih belum cukup. Maka anda menjual sebagian saham yang anda miliki kepada pemegang saham lain, kalau mereka mau membelinya. Biasanya anda tidak diizinkan menjual saham ke pihak luar alasannya akan otomatis menambah jumlah penerima gres dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).


Anggap saja anda menjual sebagian saham tersebut di tahun ke-4 ketika harganya Rp 267.000/lembar kepada pemegang saham lain, contohnya si investor VC. Anda menjual 1.000 lembar seharga Rp 2,6 miliar. VC tadi setuju. Maka anda mendapatkan dana tunai yang masuk ke dompet pribadi sebesar Rp 2,6 miliar dari proses jual-beli atau transfer, atau cash-out/buy out saham ini. Rp 2,6 miliar tunai itulah yang anda belikan rumah baru.









 Seorang anak muda jelata dengan sebuah laptop menjadi kaya raya dalam waktu sekejap dan m Begini Cara Founder Startup Kaya Raya





EXIT


Seiring tahun berjalan, perjuangan anda makin moncer saja. Investasi dari investor-investor gres terus masuk. Anggaplah dengan masuknya dana-dana investasi gres membuat nilai per lembar saham anda mencapai Rp 1 juta/lembar. Maka dengan sisa 40.000 lembar saham yang anda miliki, anda punya kekayaan Rp 40 miliar dalam bentuk saham.


Meski dengan masuknya investor-investor gres otomatis diterbitkan saham-saham gres yang membuat prosentase kepemilikan anda dalam perusahaan menyusut alasannya angka saham pembaginya juga makin banyak. Namun kekayaan anda meroket.


Exit ialah sebuah tahapan dimana pemegang saham secara sendirian atau bahu-membahu mencairkan mayoritas atau keseluruhan saham yang ia miliki. Tahapan ini sanggup lewat menjual seluruh sahamnya kepada pemegang saham lain (ini tidak umum), kepada pihak yang ingin membeli atau mengakuisisi perusahaan, atau pelepasan saham kepada publik (IPO) di lantai bursa.


Misal ada satu perusahaan teknologi besar yang ingin membeli perusahaan anda. Harganya cocok. Mereka sepakat memborong semua saham yang ada dalam perusahaan anda dengan harga Rp 1 juta/lembar. Maka anda akan menjual 40.000 lembar saham yang anda miliki seharga total Rp 40 miliar. Dan sekarang anda sanggup bersantai 1 tahun di Bahama, beli rumah dan kendaraan beroda empat glamor baru. Atau kembali memulai startup baru.


KEPEMILIKAN VS KEKAYAAN


Konsep meningkatkan kekayaan melalui saham masih absurd di Indonesia dimana kepemilikan perjuangan biasanya tunggal atau keluarga. Para pendiri perjuangan biasanya menghindari masuknya pemodal baru. Selain untuk menjaga kepemilikan tunggal, juga semoga tidak ada orang/pemodal lain ‘cawe-cawe’ dalam perjuangan mereka. Sementara uang — yang jumlahnya tidak sedikit — dibutuhkan untuk membuatkan usaha. Maka alhasil mereka mengandalkan 2 cara: proteksi atau keuntungan usaha.


Pinjaman akan menjadikan kewajiban rutin yang akan menggerus laba. Sementara keuntungan diharapkan untuk membuatkan usaha. Bila hanya mengandalkan keuntungan tanpa pinjaman, di masa-masa awal berat untuk membuat keuntungan yang cukup untuk sanggup berkembang secara baik.


Sementara dalam bisnis teknologi kecepatan ialah koentji. Tidak cepat maka akan terancam takluk oleh pemain gres atau pemain dominan. Karena dalam dunia teknologi disrupsi itu hanya berjarak 1 klik. Apa yang kita buat juga sanggup dibuat orang lain. Karena itu kecepatan diharapkan untuk meningkatkan standar teknologi, layanan, adopsi, dan penetrasi pasar. Dan kecepatan ini butuh uang sangat besar.


Pinjaman bank juga sulit. Selain alasannya para founder tidak semua dari kalangan berada, sebuah produk penemuan tidak pribadi sanggup membuat laba. Sehingga satu-satunya jalan ialah mendapatkan pemodalan dari pihak luar.


Soal ‘cawe-cawe’ para pemodal gres itu juga lebih banyak baiknya ketimbang jeleknya. Para pemodal, terutama venture capital (VC) ialah institusi profesional yang mempunyai expertise dalam pengelolaan usaha, administrasi organisasi, marketing, network, public relation, sampai portofolio perjuangan yang sanggup saling sinergi. Mereka ialah pihak yang justru kita butuhkan semoga sanggup membuat pertumbuhan cepat dan berkelanjutan.



Jadi, kalau anda menginginkan pertumbuhan perjuangan yang cepat dan berkelanjutan, anda tak sanggup melakukannya sendiri. Anda perlu keterlibatan dan donasi pihak lain untuk masuk ke dalam perusahaan. Memiliki dan mengurusnya secara bersama-sama.


Memang komposisi kepemilikan anda akan menyusut. Namun kekayaan anda akan meningkat dari saham. Kalaupun suatu ketika anda didepak dari dingklik CEO, maka terima saja. Mungkin anda memang tidak kompeten mengurus usaha. Karena mengurus perusahaan dengan nilai Rp 1 miliar beda caranya dengan mengurus perusahaan Rp 1 triliun. Mengurus perjuangan Rp 1 triliun beda dengan perusahaan Rp 100 triliun.


***


Bisa sehabis ini anda akan buru-buru mengambil laptop. Mencari wangsit akan membuat produk apa. Mencoret-coret kertas. Menyusun planning mendirikan startup. Lalu kasak-kusuk mencari investor. Dengan mimpi akan jadi Nadiem atau William selanjutnya.


Semudah itukah?


Dari pengalaman saya di Arkademi, ada perbedaan sangat besar antara membuat produk dengan mendirikan dan menjalankan perusahaan. Produk, usaha, dan perusahaan ialah tiga entitas berbeda dengan tingkat kesulitan yang berbeda pula. Anda mungkin sanggup membuat produk. Tapi sudah beda ceritanya ketika produk itu anda jadikan sarana inti dalam perjuangan dan memasukkannya ke pasar — yang biasanya anda mulai sebagai solopreneur. Makin beda lagi ketika anda menetapkan untuk membuat perusahaan, mencari dan mengelola investor, kemudian memimpin perusahaan anda tersebut dan terlibat pribadi dalam persaingan pasar.


Namun setiap orang berhak untuk mengupayakan impiannya masing-masing. Hanya satu yang saya tanyakan kepada setiap kawan yang memberikan niatnya untuk mendirikan startup: “Apa yang bersedia kau korbankan?”. 


Pada suatu waktu di masa depan mungkin seorang founder sanggup menjadi kaya raya. Mungkin. Tapi di awal perjuangan rintisannya, seorang founder niscaya menjadi sentra gravitasi seluruh beban dan menanggung semua rasa sakit. Mengalami segala hal yang tak pernah diajarkan di buku atau seminar apapun. (*)







Sumber aciknadzirah.blogspot.com