Ini bukan goresan pena motivasi, tapi wacana strategi. Strategi bersaing paling dasar yakni menemukan keunggulan khas pada diri kita, kemudian menentukan medan dimana keunggulan tersebut sanggup mengungkit potensi kita untuk menang. Keunggulan itu yakni keahlian, keterampilan, dan pengalaman. Pekerjaan kita kini belum tentu keahlian kita. Tulisan ini menjelaskan wacana cara menemukan dan menyebarkan keahlian khas individu. Melalui sesuatu yang mungkin anda tidak sadari atau lupakan.
PERTANYAAN PERTAMA
Ada banyak sahabat di Facebook yang inbox saya untuk berdiskusi dan meminta masukan soal peluang perjuangan apa yang menguntungkan dan sebaiknya mereka ambil. Siapapun mereka, pertanyaan saya pertama selalu dan niscaya adalah:
“Hobi anda apa?”
Saya tidak menanyakan mereka sekolah dimana, punya gelar apa, miliki modal berapa, tinggal dimana, pernah kerja dimana. Bahkan saya tidak tanya keahlian mereka. Namun hampir semuanya kesulitan menjawab pertanyaan ini. Karena ini bukanlah pertanyaan yang mereka antisipasi dari orang yang mereka ajak diskusi soal peluang usaha.
Pertanyaan soal hobi ini penting. Karena saya tidak pernah kenal dengan orang yang sukses dalam profesi dan kariernya yang tidak menyayangi apa yang dikerjakannya. Tidak semua orang menyayangi pekerjaannya. Tapi saya yakin semua orang menyayangi hobinya. Apapun itu. Memancing, traveling, memasak, mendesain, bertukang, mengoleksi mainan, menulis, mendongeng, menjahit, bahkan bermain game.
Hobi yakni cinta yang nrimo dan tak menuntut balas. Tidak menyerupai pekerjaan — sesuatu yang kita kerjakan demi imbal materi. Bahkan, kita rela keluar banyak uang untuk hobi. Berantem sama istri gara-gara hobi pun dilakoni. Karena hobi selalu memberi imbal yang tak tampak — yang nilainya bagi kita justru lebih besar dari hal-hal yang tampak.
Ketika berhadapan dengan hobi, kita mendadak jadi tekun. Kuat. Ngotot. Rela berkorban. Cerdik. Obsesif. Dan pantang menyerah. Apa kiranya modal yang dibutuhkan seseorang dalam memulai perjuangan selain mental menyerupai ini?
Orang umumnya terampil pada hobinya. Ia mengenal banyak seluk beluk pada bidang tersebut. Ia bisa gampang melebur dalam komunitas hobi. Ia paham apa masalah-masalah yang dihadapi umumnya penghobi. Ia bisa jadi sangat kreatif dalam memecahkan duduk kasus pada hobinya. Ia rela tidur subuh dan tidak kelonan dengan istri demi hobi.
Apa kiranya modal yang dibutuhkan seseorang dalam memulai perjuangan selain keterampilan, pengalaman, dan obsesi menyerupai ini?
Keahlian bisa dibuat dan diupayakan. Tidak ada orang yang terampil di hari pertama. Untuk mencapai keahlian yang dibutuhkan untuk sukses, kita harus menyayangi dulu apa yang dikerjakan. Mungkin kita menyayangi banyak hal. Tapi saya selalu menggalinya dari hobi. Karena hobi, khususnya bagi orang dewasa, yakni sesuatu yang lahir dari perjalanan hidup.
Peluang pun ada dimana-mana. Pada kelas saya di Arkademi, saya menjelaskan di kurun ini apapun bisa jadi peluang untuk bikin orang sukses dan kaya. Orang jual cicak, kaya. Jual batu, kaya. Jual sampah, kaya. Jual air putih pun jadi konglomerat. Apa yang tak bisa bikin kaya?
Tapi tak semua peluang cocok untuk kita. Maksudnya, kita yang tak cocok pada peluang tersebut. Kecocokan pertama yakni kecintaan kita pada apa yang mesti dilakukan untuk merespon peluang itu. Bila anda mau mengambil peluang di bisnis kuliner, nyaris tidak mungkin anda bisa sukses bila tak hobi mencicip kuliner atau memasak.
(Silakan mengikuti kelas ‘Menggali dan Mengembangkan Peluang Kewirausahaan’ saya di sini. Gunakan koin anda)
Saya berteman baik dengan pengusaha restoran terbesar dan populer di Balikpapan. Pak Rudy Setiawan, pemilik restoran Kepiting Dandito. Sudah populer dimana-mana dan dijadikan salah satu buah tangan khas Balikpapan. Orang mungkin hanya tahu saat Pak Rudy dan masakan kepitingnya sukses. Tapi tak banyak yang tahu bahwa untuk hingga pada titik kemenangannya di sajian kepiting, Pak Rudy pernah berjualan nasi campur, nasi pecel, soto, ikan bakar. Semuanya gagal.
Apakah Pak Rudy bisa menemukan ‘kepiting emasnya’ bila ia tak cinta memasak? Apakah mungkin ia rela jatuh-bangun sekian usang di perjuangan masakan bila ia tak menyayangi masakan?
PERTANYAAN KEDUA
Kalau sahabat diskusi saya lolos pada pertanyaan, “Hobi anda apa?”, saya akan lanjut ke pertanyaan ke dua.
“Apa yang rela anda kerjakan meski tidak dibayar?”
Saya pastikan anda 1 hal ini: apapun perjuangan yang anda mulai, anda niscaya jatuh-bangun. Pasti. Tapi hanya orang-orang yang yakin pada apa yang dilakukannya yang punya daya tahan untuk tiba pada kesuksesan yang ia impikan. Sumber keyakinan itu yakni kecintaan kita pada apa yang kita kerjakan.
Mungkin ada yang bilang: “Saya mengerjakan ini alasannya yakni bisa bikin saya kaya. Dan saya suka uang. Kaprikornus saya jalani saja meski tidak suka. Dari sana mungkin saya akan cinta.”
Siapa juga yang tidak suka uang? Kita perlu uang selama uang masih jadi alat barter dan jasa.
Tapi jika motif anda uang atau kekayaan, anda akan cepat limbung. Bila anda menuju pada hal-hal yang tampak menyerupai uang dan harta, anda akan cepat patah. Yang paling umum yakni anda kebingungan saat peluang yang diambil orang lain ternyata bisa membuat orang itu lebih cepat kaya dibanding anda dengan peluang yang sedang anda geluti.
Anda balasannya jadi risau melihat orang lain jadi kaya pada sebuah peluang: ikut MLM kaya, jual martabak kaya, jual kaos kaya, jual narkoba apalagi. Bahkan pengemis ‘profesional’ pun bisa jadi lebih banyak uangnya dibanding kita. Padahal, peluang yang anda jalani kini pun dimulai alasannya yakni anda melihat ada orang bisa jadi kaya pada peluang itu.
Bingung kan?
Ketika kebingungan ini datang, kembalilah pada apa yang anda cintai. Sesuatu yang anda kerjakan tanpa mengharap imbal terhadap segala hal yang tampak. Sesuatu yang anda senang mengerjakannya. Kembali dan carilah itu di dasar jiwa dan sejarah hidup anda.
Kalau anda sudah rela, cinta, dan senang pada sebuah hal, anda akan bisa melaksanakan apapun. Susah dan derita sekalipun. Persis menyerupai kekerabatan asmara. Kalau susah dan menderita pun rela dijalani, maka menemukan peluang, meningkatkan keahlian, mencari konsumen dll… ah itu sih soal keciiilll. Semua itu ‘hanya’ seni administrasi atau teknik. Banyak opsinya. Ilmunya bertebaran dimana-mana. Banyak guru dan sekolahnya. Tapi tak ada orang yang bisa mengajarkan kita cinta pada sebuah hal.
Jadi, menentukan peluang itu berdasarkan saya menyerupai mencari pasangan hidup. Kita menentukan pasangan hidup dimana kita rela berkorban, menderita, susah-bahagia, hanya alasannya yakni kita mencintainya dengan segala kerumitannya. Kalau susah sedikit saja sudah berpisah, ya tidak cinta namanya. Apalagi jika gampang kesengsem sama pasangan (baca: peluang) orang lain.
MERAWAT HOBI
Tapi jujur saja, tuntutan hidup biasanya membuat kita jauh terpisah pada hal-hal yang kita cintai. Kewajiban bekerja mencari nafkah membuat ingatan kita pudar pada apa yang bisa membuat kita bahagia. Mencari nafkah tentu saja penting. Karena cicilan rumah tidak bisa dibayar pakai cinta. Tapi jangan lupakan dan teruslah rawat apa yang kita cintai. Sangat mungkin masa depan kita ada di sana.
Betapa mengerikannya hidup saat kita mengerjakan sesuatu hanya alasannya yakni kewajiban. Tiba-tiba saja kita sudah pensiun dengan sumbangan yang tak seberapa.
Rawatlah hobi anda. Minimal, anda bisa senang karenanya. Bila anda ingin memulai perjuangan sampingan, secara sedikit demi sedikit carilah peluang pada bidang hobi tersebut. Temukan masalah, ciptakan solusi. Asahlah keterampilan anda untuk membuat solusi yang lebih baik untuk memecahkan duduk kasus yang anda temukan itu. Bergaul yang banyak, terutama pada mereka yang sehobi. Dari sana anda bisa mendapat wawasan sekaligus calon pembeli.
Anda niscaya akan menemukan jalannya.
Masalahnya, tidak semua orang hidup atau menikah dengan cinta sejatinya. Begitu pula dengan orang dengan pekerjaan atau usahanya. Tapi ingatlah tiga pesan yang tersirat hidup mendiang Stephen Hawking.
Pertama, menataplah ke arah bintang, bukan ke bawah. Kedua, jangan mengalah dalam bekerja. Bekerja memberimu makna dan tujuan — hidup begitu hampa tanpa keduanya. Ketiga, bila kamu cukup beruntung menemukan cinta, jangan lupakan dan jangan campakkan. (*)
Sumber aciknadzirah.blogspot.com