Random post

Wednesday, January 4, 2017

Yang Pebisnis Pelajari Dari #Uninstallbukalapak

Saat Arkademi sedang menggalang dana investasi pertama pada Agustus 2018, seorang calon investor bertanya kepada saya: “Menurut Anda, bagaimana dengan situasi politik pada dikala ini?”


Saya eksklusif bisa menebak arah pertanyaan ini yang pada dasarnya ingin mengetahui pilihan politik saya kepada calon presiden RI 2019-2024. Minimal ingin tahu pandangan atau sikap saya terhadap riuhnya perbincangan politik jelang Pilpres.


Sekilas pertanyaan itu tak ada hubungannya dengan bisnis. Karena kita sedang hendak berbisnis, bukan berpolitik. Tapi faktanya sangat dekat kaitannya.


Founder atau pebisnis tetaplah seorang individu. Setiap individu niscaya punya pandangan, pilihan, dan sikap politik. Mustahil tidak. Terlepas itu sikap pro dan kontra pada tokoh atau kelompok tertentu, pendukung atau penentang ‘garis keras’, atau bahkan menentukan apatis. Seringkali sikap politik seorang individu mensugesti cara hidupnya, termasuk cara menjalankan usaha. Inilah yang membuat pilihan dan sikap politik itu seringkali relevan terhadap bisnis.


Semua investor ingin uangnya kondusif dan berkembang lewat sebuah perjuangan yang dijalankan dengan baik dan berkelanjutan oleh seorang pemimpin bisnis yang kompeten. ‘Kompeten’ ini bukan hanya problem kecakapan mengelola usaha, tapi juga mengelola dan merespon faktor-faktor di luar perjuangan yang bisa berdampak pada bisnis. Termasuk situasi dan sikap politik. Jadi, pertanyaan calon investor saya di atas sangat relevan dan wajar.


Saya menjawab: “Saya punya pilihan dan sikap politik. Tapi saya tidak boleh memberikan atau mengekspresikan sikap dan pilihan itu. Termasuk kepada bapak. Sikap dan pilihan politik saya sebagai individu dan founder bukan hal penting untuk dikemukakan kepada orang lain, apalagi diekspresikan secara terbuka kepada publik. Orang lain memandang founder yaitu representasi utuh dari perusahaan atau mereknya. Sehingga sikap seorang founder akan dipandang sebagai sikap seluruh entitas perusahaan. Sementara, Arkademi bukan hanya perihal saya. Arkademi yaitu kepentingan banyak orang: mentor, siswa, mitra, investor, dan karyawan. Saya harus memprioritaskan kepentingan mereka semua di atas verbal saya terhadap hal apapun, termasuk pilihan politik pribadi.”


Setiap bisnis (semestinya) ada di posisi netral. Sementara setiap individu hampir niscaya ada di posisi dan pilihan politik tertentu. Ketika market mengasosiasikan founder atau pemimpin perjuangan terhadap bisnis atau mereknya, maka setiap tindakan, kalimat dan verbal seorang founder akan dianggap merepresentasikan eksklusif sikap perusahaan.


Itulah beratnya tanggungjawab seorang founder atau pemimpin bisnis. Setiap verbal dan tindakan yang bahkan tidak berafiliasi eksklusif dengan bisnisnya, menjadi penting dan mesti dikontrol serta dikalkulasi dengan cermat. Terlebih pada situasi sosial politik di Indonesia dikala ini. Karena sekecil apapun sebuah kata dan sikap bisa membuat efek besar. Pemimpin bisnis ‘haram’ berperilaku impulsif. Apalagi jikalau perusahaannya sudah go public. Salah ucap sedikit bisa menjadikan harga saham terjun bebas.


Para profesional kehumasan paham benar soal ini. Kalau kita lihat media umum pribadi milik Nadiem Gojek atau William Tokopedia itu sangat sepi, bukan berarti dua orang ini tidak gemar bermedsos-ria atau ‘netral’ dalam politik. Tapi mereka dibatasi — atau mungkin dihentikan — oleh humas perusahaan atau investor. Karena selip sedikit bisa ribut. Kalau ribut, dampaknya bukan hanya ke Nadiem atau William, tapi ke seluruh rantai perusahaan: user, vendor, mitra, distributor, karyawan, investor, dll. Dunia kehumasan biasa menyebutnya sebagai communication crisis.


Sudah banyak pola selip pengecap atau jari seorang pemimpin bisnis yang berdampak besar pada usaha. Travis Kalanick founder dan (eks) CEO Uber contohnya. Ia pernah beberapa kali mengucapkan hal-hal secist di media sosialnya yang berdampak pada gerakan #DeleteUber.






Saat Arkademi sedang menggalang dana investasi pertama pada Agustus  Yang Pebisnis Pelajari dari #UninstallBukalapak



PERILAKU FOUNDER DI MEDIA SOSIAL


Founder yaitu orang pertama yang mengadvokasi produk, merek, dan perusahaannya secara terbuka kepada publik. Seorang founder harus bisa meyakinkan banyak orang: calon konsumen, pelanggan, investor, distributor, sampai karyawan. Founder selalu berasosiasi lekat dengan perusahaan dan merek yang sedang ia bangun. Namun, tidak sedikit founder yang berperilaku tidak relevan di ruang publik — terutama media sosial.


Alih-alih mengadvokasi perusahaan dan mereknya, founder justru lebih banyak mengekspresikan hal-hal yang tak relevan pada bisnis yang sedang ia bangun. Bahkan mengekspresikan sesuatu yang rentan, contohnya tema politik, yang tidak terang apa konteks kekerabatan politik tersebut dengan bisnisnya. Mayoritas yang melakukannya hanya alasannya yaitu dorongan impuls. Founder atau pemimpin bisnis semacam ini abai pada tanggungjawabnya kepada orang-orang yang harus ia prioritaskan dan lindungi: konsumen, karyawan, investor, distributor, dll.


***


Zaky Bukalapak tentu bukan orang terbelakang — tak ada orang terbelakang yang bisa membangun Unicorn. Tapi Zaki tetap seorang insan yang bisa silap. Bukan salah alasannya yaitu mengekspresikan pemikirannya di ruang publik. Namun terpeleset oleh impuls yang mendorongnya untuk bertindak kontra produktif terhadap bisnis yang sedang ia bangun. Yakinlah bahwa Zaky telah berguru banyak dari #UninstallBukalapak kemarin.


Tugas pertama founder atau pemimpin bisnis selamanya yaitu melindungi orang-orang yang ia naungi dari segala bentuk ancaman. Dan bahaya terbesar itu yaitu dirinya sendiri. (*)




Sumber aciknadzirah.blogspot.com