Random post

Monday, April 3, 2017

√ Askep Jiwa Potongan Ii : Sikap Kekerasan

BAB II
TINJAUAN TEORI



A.    KONSEP DASAR PERILAKU KEKERASAN
1.      Pengertian
Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akhir yang ekstrim dari murka atau ketakutan (panik). Perilaku garang dan sikap kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai suatu rentang, dimana garang verbal di suatu sisi dan sikap kekerasan (violence) di sisi yang lain. Perilaku kekerasan yakni suatu keadaan dimana seseorang melaksanakan tindakan yang sanggup membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang murka berespon terhadap suatu stressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Iyus, 2010).
Agresi yakni sikap atau sikap kasar atau kata-kata yang menggambarkan sikap amuk, permusuhan, dan potensi untuk merusak secara fisik atau dengan kata-kata. Perilaku kekerasan merupakan respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan dengan sikap konkret melaksanakan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz. 2000 dalam Iyus, 2010). Suatu keadaan dimana seorang individu mengalami sikap yang sanggup melukai secara fisik baik terhadap diri sendiri atau orang lain (Towsend, 1998 dalam Iyus, 2010).
Suatu keadaan emosi yang merupakan adonan perasaan putus asa dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai penggalan penting dari keadaan emosional kita yang sanggup diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri atau secara destruktif. Suatu keadaan dimana klien mengalami sikap yang sanggup membahayakan klien sendiri, lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang (Maramis, 2004). Jadi, sikap kekerasan merupakan suatu keadaan terhadap stressor yang dihadapi seseorang dengan melaksanakan tindakan yang sanggup membahayakan atau melukai secara fisik dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol maupun psikologis terhadap diri sendiri maupun lingkungan termasuk orang lain dan barang-barang yang ditunjukkan dengan sikap aktual.


2.      Proses Terjadi Masalah
a.       Faktor Predisposisi
1)      Teori Biologik
a)      Neurologic factor, beragam komponen dari sisten syaraf ibarat synap, neurotransmitter, dendrit, axon terminalis memiliki tugas memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan pesan-pesan yang akan memengaruhi sifat agresif. Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbulnya sikap bermusuhan dan respons agresif.
b)      Genetic factor, adanya faktor gen yang diturunkan melalui orang tua, menjadi potensi sikap agresif. Menurut riset Kazuo Murakami (2007) dalam gen insan terdapat dormant (potensi) garang yang sedang tidur dan akan berdiri bila terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut penelitian genetik tipe karyotype XYY, pada umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak kriminal serta orang-orang yang tersangkut aturan akhir sikap agresif.
c)      Cyrcardian Rhytm (irama sirkardian tubuh), memegang peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-jam tertentu insan mengalami peningkatan cortisol terutama pada jam-jam sibuk ibarat menjelang masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan sekitar jam 9 dan jam 13. Pada jam tertentu orang lebih gampang terstimulasi untuk bersikap agresif.
d)     Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) ibarat neurotransmitter di otak (epinephrin, norepinephrin, dopamin, asetilkolin, dan serotonin) sangat berperan dalam penyampaian isu melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar badan yang dianggap mengancam atau membahayakan akan dihantar melalui impuls neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui serabut efferent. Peningkatan hormon androgen dan norepinephrin serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan cerebrospinal vertebra dan sanggup menjadi faktor predisposisi terjadinya sikap agresif.
e)      Brain Area Disorder, gangguan pada sistem limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik, tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis, epilepsi ditemukan sangat besar lengan berkuasa terhadap sikap garang dan tindak kekerasan.
2)      Teori Psikologik
a)      Teori Psikoanalisa;
Agresivitas dan kekerasan sanggup dipengaruhi oleh riwayat tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Teori ini menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun dimana anak tidak menerima kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung berbagi sikap garang dan bermusuhan sesudah remaja sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya. Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa kondusif sanggup menjadikan tidak berkembangnya ego dan menciptakan konsep diri yang rendah. Perilaku garang dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannyadan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b)      Imitation, modeling, and information processing theory;
Menurut teori ini sikap kekerasan bisa berkembang dalam lingkungan yang menolelir kekerasan. Adanya contoh, model dan sikap yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan individu menggandakan sikap tersebut. Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan pada boneka dengan reward positif (makin keras pukulannya akan diberi cokelat), anak lain menonton tayangan cara menyayangi dan mencium boneka tersebut dengan reward positif pula (makin baik belaiannya menerima hadiah cokelat). Setelah bawah umur keluar dan diberi boneka ternyata masing-masing anak berperilaku sesuai dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c)      Learning theory;
Perilaku kekerasan merupakan hasil berguru individu terhadap lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana respons ayah ketika mendapatkan kekecewaan dan bagaimana respons ibu ketika marah. Ia juga berguru bahwa dengan agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk diperhitungkan.

3)      Teori Sosiokultural
Dalam budaya tertentu ibarat rebutan berkah, rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak pribadi turut memupuk sikap garang dan ingin menang sendiri. Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan mendapatkan sikap kekerasan sebagai cara penyelesaian duduk kasus dalam masyarakat merupakan faktor predisposisi terjadinya sikap kekerasan. Hal ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan televisi.
4)      Aspek Religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan agresivitas merupakan dorongan dan bisikan syetan yang sangat menyukai kerusakan biar insan menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan yakni bisikan syetan melalui pembuluh darah ke jantung, otak, dan organ vital insan lain yang dituruti insan sebagai bentuk kompensasi bahwa kebutuhan dirinya terancam dan harus segera dipenuhi tetapi tanpa melibatkan nalar (ego) dan norma agama (super ego).
b.      Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang sanggup mencetuskan sikap kekerasan seringkali berkaitan dengan:
1)      Ekspresi diri, ingin memperlihatkan eksistensi diri atau simbol solidaritas ibarat dalam seebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian massal, dan sebagainya.
2)      Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
3)      Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan obrolan untuk memecahkan duduk kasus cenderung melaksanakan kekerasan dalam menuntaskan konflik.
4)      Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang yang dewasa.
5)      Adanya riwayat sikap anti sosial mencakup penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak bisa mengontrol emosinya pada ketika menghadapi rasa frustasi.
6)      Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan keluarga. 
3.      Rentang Respon
Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang mengalami kemarahan bahwasanya ingin memberikan pesan bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap, merasa tidak diturut atau diremehkan”. Rentang respons kemarahan individu dimulai dari respons normal (asertif) hingga pada respons sangat tidak normal (maladaptif).
 

              Respon Adaptif                                                       Respon Maladaptif
Asertif
Frustasi
Pasif
Agresif
Kekerasan
Klien bisa mengungkapkan murka tanpa menyalahkan orang lain dan memperlihatkan kelegaan
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan/ ketika murka dan tidak sanggup menemukan alternatif
Klien merasa tidak sanggup mengungkapkan perasaannya, tidak berdaya, dan menyerah
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan ancaman
Perasaan murka dan bermusuhan yang kuat dan hilang kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan

4.      Tanda dan Gejala
Perawat sanggup mengidentifikasi dan mengobservasi tanda dan tanda-tanda sikap kekerasan:
a.       Fisik
1)      Muka/ wajah merah dan tegang
2)      Mata melotot/ pandangan tajam
3)      Tangan mengepal
4)      Rahang mengatup kuat
5)      Postur badan kaku
6)      Jalan mondar mandir

b.      Verbal
1)      Bicara kasar
2)      Suara tinggi, membentak atau berteriak
3)      Mengancam secara verbal atau fisik
4)      Mengumpat dengan kata-kata kotor
5)      Suara keras
6)      Ketus
c.       Perilaku
1)      Melempar atau memukul benda/ orang lain
2)      Menyerang orang lain
3)      Melukai diri sendiri/ orang lain
4)      Merusak lingkungan
5)      Amuk/ agresif
d.      Emosi
Tidak adekuat, tidak kondusif dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
e.       Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
f.       Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli, dan kasar.
g.      Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
h.      Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan secual.
  
5.      Pohon Masalah
Stuart dan Sundeen (1997) mengidentifikasi pohon duduk kasus sikap kekerasan sebagai berikut:


6.      Masalah Keperawatan
a.       Perilaku kekerasan
b.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c.       Perubahan persepsi sensori: Halusinasi
d.      Harga diri rendah kronis
e.       Isolasi sosial
f.       Berduka disfungsional
g.      Inefektif proses terapi
h.      Koping keluarga inefektif


7.      Tindakan Keperawatan terhadap Pasien dan Keluarga
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Perilaku Kekerasan
Tgl
Dx
Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
1
2
3
4
5

Perilaku Kekerasan
Pasien mampu:
·         Mengidentifikasi penyebab dan tanda sikap kekerasan
·         Menyebutkan jenis sikap kekerasan yang pernah dilakukan
·         Menyebutkan akhir dari sikap kekerasan yang dilakukan
·         Menyebutkan cara mengontrol sikap kekerasan
·         Mengontrol sikap kekerasannya secara:
1.      Fisik
2.      Sosial/ verbal
3.      Spiritual
4.      Terapi psikofarmaka (patuh obat)
Setelah ... pertemuan, pasien mampu:
·         Menyebutkan penyebab, tanda, gejala, dan akhir sikap kekerasan
·         Memperagakan cara fisik 1 untuk mengontrol sikap kekerasan
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Identifikasi penyebab, tanda, dan tanda-tanda serta akhir sikap kekerasan
·         Latih cara fisik 1:
ü  Tarik nafas dalam
·         Masukkan dalam agenda harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan kegiatan` yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara fisik untuk mengontrol sikap kekerasan
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi acara yang kemudian (SP. 1)
·         Latih cara fisik 2:
ü  Pukul kasur/ bantal
·         Masukkan dalam agenda harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan acara yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara sosial/ verbal untuk mengontrol sikap kekerasan
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi acara yang kemudian (SP. 1 dan 2)
·         Latih cara sosial/ verbal:
ü  Menolak dengan baik
ü  Meminta dengan baik
ü  Mengungkapkan dengan baik
·         Masukkan dalam agenda harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan acara yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara spiritual
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi acara yang kemudian (SP. 1, 2, dan 3)
·         Latih secara spiritual:
ü  Berdo’a
ü  Sholat
·         Masukkan dalam agenda harian pasien

Setelah ... pertemuan pasien mampu:
·         Menyebutkan acara yang sudah dilakukan
·         Memperagakan cara patuh obat
SP. 5 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi acara yang kemudian (SP. 1, 2, 3, dan 4)
·         Latih patuh obat:
ü  Minum obat secara teratur dengan prinsip 5B
ü  Susun agenda minum obat secara teratur
·         Masukkan dalam agenda harian pasien


Keluarga mampu: merawat pasien di rumah
Setelah ... pertemuan keluarga mampu:
·         Menjelaskan penyebab, tanda/ gejala, akibat, serta bisa memperagakan cara merawat
SP. 1 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Identifikasi duduk kasus yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien
·         Jelaskan perihal sikap kekerasan dari:
ü  Penyebab
ü  Akibat
ü  Cara merawat
·         Latih 2 cara merawat
·         RTL keluarga/ agenda untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Menyebutkan acara yang sudah dilakukan dan bisa merawat serta sanggup menciptakan RTL
SP. 2 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1
·         Latih (simulasi) 2 cara lain untuk merawat pasien
·         Latih pribadi ke pasien
·         RTL keluarga/ agenda keluarga untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Menyebutkan acara yang sudah dilakukan dan bisa merawat serta sanggup menciptakan RTL
SP. 3 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1 dan 2
·         Latih pribadi ke pasien
·         RTL keluarga/ agenda keluarga untuk merawat pasien

Setelah … pertemuan keluarga mampu:
·         Melakukan Follow up dan referensi serta bisa menyebutkan acara yang sudah dilakukan
SP. 4 (Tgl ... ... ... ... ...)
·         Evaluasi SP. 1, 2, dan 3
·         Latih pribadi ke pasien
·         RTL keluarga:
ü  Follow Up
ü  Rujukan



DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2007. Riset Kesehatan Dasar 2007. Diperoleh http://www.litbang.depkes.go.id/bl_riskesdas2007 (Diakses pada tanggal 10 Oktober 2013).

Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan: untuk Diagnosis Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Hawari, Dadang. 2007. Pendekatan Holistik pada Gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.


Sumber http://macrofag.blogspot.com