Random post

Wednesday, August 30, 2017

√ Askep Hipospadia


BAB I
PENDAHULUAN



A.        LATAR BELAKANG
Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran anak laki-laki dan merupakan anormali p3enis yang paling sering.perkembangan uretra in uretro di mulai usia 8 ahad dan selesai dalam 15 minggu.Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral p3enis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral p3enis. Ada banyak sekali derajat kelainan letak ini mirip pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), p3enis (di sepanjang batang p3enis), penoskrotal (pada pertemuan ventra p3enis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan ibarat topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang di kenal sebagai chordee, pada  sis ventral mengakibatkan kurvatura (lengkungan) ventral dari p3enis.                     
Tidak ada duduk kasus fisik yang berafiliasi dengan hipospadia pada bayi gres lahir atau pada bawah umur remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi korelasi secual; infertilitas sanggup terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal; sanggup timbul stenosis meatus, mengakibatkan kesulitan dalam mengatur pemikiran urin; dan sering terjadi kriptokridisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan resrtukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus di lakukan sebelum usia ketika berguru untuk menahan bdekemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium digunakan untuk proses rekonstruksi; oleh lantaran itu bayi dengan hipospadia dihentikan di sirkumsisi. Chordee sanggup juga terjadi tanpa hipospadia, dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan p3enis.
Hipospadia terdapat pada kira-kira satu diantara 500 bayi gres lahir. Pada masalah yang paling ringan, meatus uretra bermuara pada penggalan ventral glans p3enis, terdapat banyak sekali derajat malformasi glans dan kulup z4ka4r tidak tepat pada sisi ventral dengan penampilan suatu kerudung dosal. Dengan bertambahnya tingkat keparahan, p3enis berbelok kearah ventral (chordee) dan uretra pada p3enis lebih pendek secara proggresif, tetapi jarak antara meatus dan glans tidak sanggup bertambah secara signifikan hingga chordee di koreksi. Karenanya, hal ini menyesatkan, mengklasifikasi hipospadia semata-mata atas dasar meatus. Pada beberapa kasus, meatus terletak pada sambungan penoskrotal: pada masalah ekstrem, uretra bermuara pada perineum, skrotum bifida dan kadang kala meluas kebasis dorsal p3enis (transposisi skrotum), dan chordee yakni ekstrem. Pada masalah demikian, biasanya terdapat di vertikulum uretra yang bermuara pada setinggi verumontanum, memperlihatkan suatu struktur sisa mollerian (a vestige of mullerian structures). Pada masalah varian, kurva tura ventral p3enis terjadi tanpa hipospadiak meatus uretra. Pada masalah ini, kulup z4ka4r berkerudung dan korpus spongiosum mungkin kurang berkembang.
B.        RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah konsep Pos Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hipospadia/Epispadia?
C.        TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini yakni biar mendapatkan  informasi  dan pemahaman mengenai konsep Asuhan Keperawatan pada Anak dengan Hipospadia/Epispadia.
D.       METODE
Metode yang kami gunakan dalam penulisan makalah ini diantaranya melalui media literatur perpustakaan dan elektronik.
E.        SISTEMATIKA
Secara umum makalah ini terbagi menjadi tiga penggalan diantaranya; BAB I perihal Pendahuluan, BAB II yang berisi Pembahasan dan BAB III perihal kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.        KONSEP DASAR SISTEM REPRODUKSI LAKI-LAKI
1.         Organ reproduksi laki-laki
Genitalia pada laki-laki tidak terpisah dengan saluran uretra, berjalan sejajar pada klamin luar laki-laki. Terdiri atas 3 bagian:
a.         Kelenjar
Yang termasuk kelenjar ialah:
1)       jashsdy
Kelenjar t3st1s, bentuknya mirip telur, banyaknya dua buah menghasilkan sel mani, dikirim melalui sluran yang terdapat di belakan buah pelir dan melewati sebelah dalam. Di sebelah belakang saluran ini terdapat duktus deferens.
Merupakan organ klamin laki-laki kawasan spermatozoa dan hormon laki-laki dibentuk. Terletak menggantung pada urat-urat spermatik didalam skrotum. Sepasang kelenjar yang masing-masing sebesar telur ayam tersimpan didalam skrotum masing-masing di tunika albugenia t3st1s. Di belakang t3st1s, selaput ini agak menebal sehingga membentuk suatu penggalan yang disebut mediastium t3st1s. Testit terdiri dari belahan-belahan yang disebut lobulus t3st1s.
Fungsi dari t3st1s yakni membentuk gamet-gamet gres yaitu spermatozoa, dilakukan ditubulus seminiferus dan menghasilkan hormon testosteron, dilakukan oleh sel interstisial.
2)       Vesika seminalis
Kelenjar yang panjangnya 5-10 cm. Berupa kantong mirip abjad S berbelok-belok, Vesika sminalis mempunyai saluran yang dinamai duktus vesikula seminalis. Duktus vesikula seminalis ini akan bergabung dengan duktus deferens, Penggabungan dari kedua duktus ini membentuk duktus gres yang berjulukan duktus ejakulatorius, yang bermuara pada 2 buah kelenjar tubulo alveolar yang terletak dikanan dan kiri di belakang leher kandung kemih, sekretnya yang alkalis bersama dengan cairan prostat merupakan penggalan terbesar semen merupakan komponen pokok dari air mani, yang mengandung fruktosa yang merupakan sumber energi untuk spermatozoa. Vesika sminalis bermuara pada duktus deferens pada penggalan yang hampir masuk prostat, dindingnya tipis mengandung serabut otot dan mukosa terbagi menjadi ruang-ruang dan lekuk-lekuk dimana penampangnya memperlihatkan citra jembatan membran mukosa, fungsinya menghasilkan cairan yang disebut semen untuk cairan pelindung spermatozoa.
3)       Kelenjar prostat
Terletak dibawah vesika urinaria (Bledder/kandung kemih), menempel pada dinding bawah vesika urinaria disekitar uretra penggalan bawah dan mengelilinginya. Ukurannya sebesar buah kenari, terdiri dari kelenjar majemuk, saluran-saluran otot polos. Memproduksi sekret cairan yang bercampur sekret dari t3st1s, terdiri dari 30-40 kelenjar yang terbagi 4 lobus, yaitu: obus posterior, Lobus lateral, Lobus anterior dan Lobus medial.
Fungsinya menambah cairan alkalis pada cairan seminalis mempunyai kegunaan untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang terdapat pada uretra dan v@gin@.
4)       Kelenjar bulbouretra
Terletak disebelah bawah kelenjar prostat, panjangnya 2-5 cm. Fungsinya hampir sama dengan kelenjar prostat.
b.        Duktus duktuli
Yang termasuk duktus duktuli:
1)       Epididimis
Merupakan saluran yang panjanynya kurang lebih 6 cm terletak disepanjang atas tepi dan belakang dari t3st1s. Terdiri dari kepala/kaput yang terletak diatas kutup t3st1s, tubuh dan ekor epididimis sebagian ditutupi oleh lapisan viseral, lapisan ini pada mediastinum menjadi lapisan parietal. Epididimis di kelilingi oleh jaringan ikat, spermatozoa melalui duktuli eferentis merupakan penggalan dari kaput epididimis. Semen, terdiri dari sekret epididimis, vesika sminalis, dan prostat serta mengandung spermatozoa bergerak dalam semen lingkungan cairan alkalis melindungi dari keasaman. Fungsinya sebagai saluran penghantar t3st1s, mengatur sperma sebelum di3j4kulasi, dan memproduksi semen.
2)       Duktus seminalis/duktus deferens
Merupakan lanjutan dari epididimis kekanalis inguinalis, kemudian duktus ini berjalan masuk kedalam rongga perut terus kevesika urinaria di belakang vesika urinaria hasilnya bergabung dengan saluran vesika seminalis dan membentuk ejakulatorius, dan bermuara di prostat, panjangnya 50-60 cm berjalan bersama pembuluh darah dan saraf dalam funikulus spermatikus melalui kanalis inguinalis memanjang pada penggalan simpulan berbentuk kumparan di sebut ampula duktus deferentis, terletak dalam osteum vesika seminalis yang berlanjut sebagai duktus ejakulatorius yang menembus prostat.
3)       Uretra
Merupakan saluran kemih pada laki-laki yang sekaligus merupakan saluran 3j4kulasi ( mani ). Urine tidak keluar ketika 3j4kulasi lantaran diatur oleh acara kontraksi prostat.
c.         Bangun penyambung
1)       Skrotum
Merupakan kantong yang menggantung didasar pelvis, dimana sepasang t3st1s berada dalam pembungkus yang di sebut tunika v@gin@lis yang terbentuk dari peritonium, dibagian depan terletak p3enis, dibagian belakang terletak anus. Terdiri atas kulit tanpa lemak.
Subkutan berisi sedikit jaringan otot, mengandung banyak pigmen, sebelah dalamnya terdapat kantung yang dipisahkan satu sama lain oleh septum.
2)       Fenikulus spermatika
Merupakan berdiri penyambung yang berisi duktus seminalis, pembuluh limfe dan serabut-serabut saraf.
3)       p3ns
Terletak menggantung didepan skrotum. Bagian ujungnya di sebut glen p3enis. Bagian tengahnya disebut korpus p3enis dan pangkalnya disebut radiks p3enis, glen p3enis tertutup oleh kulit korpus p3enis, kulit epilog ini disebut preputium. p3ns terdiri atas jaringan mirip busa dan terletak memanjang, kawasan muara uretra dari glen p3enis yakni prenulum atau kulup.
p3ns merupakan jaringan erektil yang satu sama lainnya dilapisi jaringan fibrosa. Jaringan erektil ini terdiri dari rongga-rongga mirip busa, dengan adanya rangsangan secual, karet busa ini akan dipenuhi darah sebagai vasopresi, hingga terjadi ereksi pada p3enis. Ereksi ini dipengaruhi oleh otot.
Muskulus iskia kavernosus, muskulus erektor p3enis, otot-otot ini mengakibatkan erektil pada waktu koitus.
Muskulus bulbo kavernosus, untuk mengeluarkan urine. p3ns mempunyai 3 buah korpus kavernosa, yaitu; dua buah korpus kavernosus uretra, terletak disebelah punggung atas dari p3enis. Satu korpus kavernosus uretra, terletak di sebelah bawah dari p3enis yang merupakan saluran kemih.
Korpus kavernosus p3enis terdiri dari jaringan yang mengandung banyak sekali pembuluh darah. Pada waktu akan mengadakan korelasi klamin ( koitus ), maka p3enis akan menjadi besar dan keras oleh lantaran korpus tersebut. Korpus tersebut banyak mengandung darah, dengan jalan demikian maka spermatozoid sanggup dihantarkan hingga pintu v@gin@.
d.        Hormon pada pria
1)       Hormon gonadotropin
Kelenjar hipofise anterior mengsekresikan dua hormon gonadotropin. Follikle stimulating hormon (FSH), berfungsi pengaturan spermatogenesis, perubahan spermatosid primer menjadi spermatosid sekunder dari kelenjar hipofise anterior biar spermatogenesis berlangsung sempurna. Dan Luteinizing hormon (LH), berfungsi mengurangi sekresi testosteron kembali ketingkat normal untuk melindungi terhadap pembentukan testosteron yang selalu sedikit. Kedua hormon ini penting dalam mengatur fungsi secual pria.
2)       Testosteron.
Hormon testosteron ini di sekresikan oleh sel interstitial, yaitu sel-sel yang terletak di dalam ruang antara tubulus-tubulus semi niferus pada t3st1s, di bawah rangsangan hormon, juga dinamakan ICSH (interstisial sel stimulating hormon) dari hipofisis. sebagian besar berkaitan dengan protein plasma, beredar dalam darah 15-30 menit, kemudian disekresi. Testosteron dihasilkan pada anak usia 11-14 tahun. Pembentukan ini meningkat dengan cepat pada permulaan pubertas berlangsung hampir seluruh kehidupan. Berkurangnya produksi setelah berumur 40 tahun. Pada umur 80 tahun menghasilkan testosteron kurang lebih 1/5 dari nilai puncak. Testosteron meningkat kecepatan sekresinya oleh beberapa kelenjar terutama pada kelenjar sebasea. Pada wajah menimbulkan jerawat citra yang paling sering pada pubertas.
B.        PENGERTIAN
Hipospadia yakni suatu kelainan bawaan di mana meatus uretra eksterna terletak di permukaan ventral p3enis dan lebih keproksimal dari tempatnya yang normal (ujung glands p3enis). (Arif Mansjoer. 2000. Hal. 374).
Hipospodia yakni penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral p3enis (Sylvia dan Lorraine. 2005 .Hal. 1317).
Hipospadia yakni defek uretral ketika lubang uretra tidak terletak di ujung p3enis tetapi di penggalan ventral p3enis dimana meatus mungkin terletak di erat glan, ditengah atau dibawah p3enis (Adele Pillitteri. 2002. Hal. 420)
Hipospadia yakni kelainan dimana meatus uretra bermuara pada penggalan ventral glan p3enis dimana terdapat malformasi glan dan ditandai dengan adanya chordee (p3enis berbelok ke arah ventral) (Behrman dan Kliegman. 2000. Hal. 1886)
Hipospodia yakni suatu kondisi letak lubang uretra berada dibawah glan p3enis atau dibagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang p3enis (Mary E Muscari. 2005. Hal 357)
Hipospadia yakni kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak dibagian bawah erat pangkal p3enis (Ngastiyah. 2005. Hal. 288)
Hipospadia yakni suatu kelainan kongenital anormali yang mana uretra bermuara pada sisi bawah p3enis atauperineum (Suryadi dan Yuliani. 2001. Hal. 151).
C.        ETIOLOGI
Penyebab kelainan ini yakni maskulinisasi inkomplit dari genitalia lantaran involusi yang prematur dari sel interstisial t3st1s selain itu etiologi dari penyakit ini sanggup dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan, dan hormonal.
D.       PATOFISIOLOGI
Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 ahad dan selesai dalam  15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang pemukaan ventral p3enis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ektoderm yang tumbuh melalui glens untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral p3enis.

E.        MANIFESTASI KLINIS
Adapun manifestasi klinisnya adalah:
1.         Kebanyakan penderita terdapat p3enis yang melengkung kearah bawah yang akan tampak lebih terang pada ketika ereksi
2.         Biasanya terdapat chordee
Adapun penjabaran hipospadia yang digunakan sesuai dengan letak meatus uretra yaitu tipe; glandural (letak meatus yang salah pada glans), distal pinile (dipertemuan antara batang p3enis dan glans p3enis) , penil (disepanjang batang p3enis), penoskrotal (pada pertemuan ventral p3enis dan skrotum), skrotal (pada skrotum) dan perineal (pada perineum). Semakin ke proksimal letak meatus, semakin berat kelainan yang diderita dan semakin rendah frekuensinya. Pada masalah ini, 90% terletak di distal dimana meatus terletak di ujung batang p3enis atau di glans p3enis. Sisanya yang 10% terletak lebih proksimal yaitu ditengah batang p3enis, skrotum, atau perineum.

F.        EVALUASI DIAGNOSTIK
Adapun investigasi diagnostik tidak ada kecuali terdapat ketidak jelasan jenis kelamin perlu ditegaskan atau pada kasus-kasus ketika abnormalitas lain dicurigai. Namun sanggup dilakukan investigasi fisik untuk mengetahui letak dari meatus uretra secara normal yang mengalami kelainan atau tidak mengalami kelainan
G.        PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis yang sanggup dilakukan yakni dengan cara operasi, dikenal banyak teknik operasi hipospadia, yang umumnya terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1.         Operasi pelepasan chordee dan tunneling
Dilakukan pada usia satu setengah hingga dua tahun. Pada tahap ini dilakukan operasi eksisi chordee dari muara uretra hingga ke glans p3enis. Setelah eksisi chordee maka p3enis akan menjadi lurus akan tetapi meatus uretra masih terletak abnormal. Untuk melihat keberhasilan setelah eksisi dilakukan tes ereksi buatan intraoperatif dengan menyuntikan NaCl 0,9% ke dalam korpus kavernosum.
2.         Operasi uretroplasti
Biasanya dilakukan 6 bulan setelah operasi pertama. Uretra dibuat dari kulit p3enis penggalan ventral yang diinsisi secara longitudinal paralel di kedua sisi.
3.         Dan pada tahun-tahun terakhir ini, sudah mulai deterapkan operasi yang dilakukan hanya satu tahap, akan tetapi operasi hanya sanggup dilakukan pada hipospadia tipe distal dengan ukuran p3enis yang cukup besar.
H.       KOMPLIKASI
Adapun komplikasi yang sanggup terjadi striktur uretra (terutama pada sambungan meatus uretra yang gotong royong dengan uretra yang gres dibuat) atau fisula, infertilitas, serta gangguan psikososial.
1.         Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin tetapi dengan satu beberapa ciri secsual tertentu)
2.         Psikis (malu) lantaran perubahan posisi BAK
3.         Kesukaran ketika berafiliasi secsual, bila tidak segera dioperasi ketika dewasa
Komplikasi paska operasi yang terjadi:
1.         Edema/pembengkakan yang terjadi jawaban reaksi jaringan besarnya sanggup bervariasi, juga terbentuknya hematom/kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balut tekan selama 2 hingga 3 hari paska operasi
2.         Striktur, pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomosis
3.         Rambut dalam uretra, yang sanggup menimbulkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan kerikil ketika pubertas
4.         Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuyk menilai keberhasilan operasi. Pada mekanisme satu tahap ketika ini angka kejadian yang sanggup diterima yakni 5-10 %
5.         Residual chordee/rekuren chordee, jawaban dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana tidak melaksanakan ereksi artifisial ketika operasi atau pembentukan skar yang berlebihan di ventral p3enis walaupun sangat jarang
6.         Divertikulum, terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis meatal yang menimbulkan dilatasi yang lanjut.



BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.        PENGKAJIAN
1.         Pengkajian
1.        Genitouria
Praoperasi
   Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1)       pemeriksaan genitalia
2)       tidak ada kulit katan (foreksin) ventral
3)       palpasi abdomen untuk melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal.
4)       Kaji fungsi perkemihan
5)       Adanya lekukan pada ujung p3enis
6)       Glans p3enis berbentuk sekop
7)       Melengkungnya p3enis ke bawah dengan atau tanpa ereksi
8)       Terbukanya urethral pada ventral (hypospadias)
Pascaoperasi
Yang terinspeksi pada Genitourinaria adalah:
1)       Pembengkakan p3enis
2)       Perdarahan pada sisi pembedahan
3)       Disuria
2.        Neurologis
1)       Iritabilitas
2)       Gelisah
3.        Kaji riwayat kelahiran (adanya anomali konginetal, kondisi kesehatan)
4.        Head to toe
1)       Perhatikan adanya p3enis yang besar kemungkinan terjadi pubertas yang terlalu dini
2)       Pada anak yang obesitas p3enis sanggup ditutupi oleh alas lemak di atas simpisis pubis
3)       Pada bayi, prepusium mengencang hingga usia 3 tahun dan dihentikan diretraksi
4)       Palpasi abdomen atau melihat distensi bladder atau pembesaran pada ginjal
5)       Perhatikan lokasi pada permukaan dorsal atau ventral dari p3enis kemungkinan tanda genetalia ganda
6)       Kaji fungsi perkemihan
7)       Kaji adanya lekukan pada ujung p3enis
8)       Jika mungkin, perhatikan kekuatan dan arah pemikiran urin.
9)       Perhatikan skrotum yang kecil erat perineum dengan adanya derajat pemisahan garis tengah
10)  Rugae yang terbentuk baik memperlihatkan turunya t3st1s.
11)  Kaji adanya nyeri urinasi, frekuensi, keraguan untuk kencing, urgensi, urinaria, nokturia, poliuria, anyir tidak yummy pada urine, kekuatan dan arah aliran, rabas, perubahan ukuran skrotum
5.        Diskusikan pentingnya hygiene
6.        Kaji faktor yang mempengaruhi respon orang renta pada penyakit anak dan keseriusan bahaya pada anak mereka
1)       Prosedur medis yang terlibat dalam diagnosis dan tindakan
2)       Ketersediaan sistem pendukung
3)       Kekuatan ego pribadi
4)       Kemampuan koping keluarga sebelumnya
5)       Stress embel-embel pada sistem keluarga
6)       Keyakinan budaya dan agama
7.        Kaji contoh komunikasi antaranggota keluarga
1)       Menurunnya komunikasi pada anak, ekspresi, dan kontrol impuls dalam penyampaian penyaluran perasaan
2)       Anak sanggup merasa terisolasi, bosan, gelisah, adanya perasaan aib terhadap sobat sebaya
3)       Dapat mengekspresikan murka dan agresi
B.        DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.         Kurangnya pengetahuan orang renta berafiliasi dengan diagnosa, mekanisme pembedahn dan perawatan setelah operasi
2.         Resiko infeksi (traktus urinarius) berafiliasi dengan pemasangan kateter menetap
3.         Nyeri berafiliasi dengan pembedahan
4.         resiko injuri berafiliasi dengan pemesangan kateter atau pengangkatan kateter
5.         kecemasan orang renta berafiliasi dengan penampilan p3enis anak setelah pembedahan
C.        INTERVENSI
DIAGNOSA 1
1.         Kaji tingkat pemahaman orang tua
2.         Gunakan gambar-gambar atau boneka untuk menjelaskan prosedur, pemasangan kateter menetap, mempertahan kan kateter dan perewatan kateter, pengosongan kantong urin, keamanan kateter, monitor urin; warna, kejernihan dan perdarahan
3.         Jelaskan perihal pengobatan yang di berikan: imbas samping dan takaran serta waktu pemberian
4.         Ajarkan untuk ekspresi perasaan dan perhatian perihal kelainan pada p3enis
5.         Ajarkan orang renta untuk partisipasi dalam perawatan sebelum dan sehabis operasi
DIAGNOSA 2
1.         Pertahankan kantong drainase kateter di bawah garis kandung kemih dan pastikan bahwa selang tidak terdapat simpul dan kusut
2.         Gunakan tekhnik aseptik ketika mengosongkan kantong kateter.
3.         Pantau urin anak untuk pendeteksian kekeruhan atau sedimentasi.
4.         Anjurkan anak untuk minum sekurang-kurangnya 60ml/jam
5.         Beri obat antibiotik profilaktik sesuai program, untuk membantu mencegah infeksi
DIAGNOSA 3
1.         Berikan analgesik sesuai jadwal
2.         Perhatikan posisi kateter tepat atau tidak
3.         Monitor adanya ”kink-kink” (tekukan pada kateter) atau kemacetan
4.         Atur posisi tidur anak
DIAGNOSA 4
1.         Fiksasi kateter pada p3enis anak dengan menggunakan balutan dan plester
2.         Gunakan restrain atau pengaman yang tepat pada ketika anak tidur atau gelisah
3.         Hindari alat-alat tenun atau yang lainnya yang sanggup mengkontaminasi kateter dan p3enis
DIAGNOSA 5
1.         Anjurkan orang renta untuk mengekspresikan perasaan dan kekhawatiran mereka perihal ketidak sempurnaan fisik anak
2.         Bantu orang renta melalui proses berduka yang normal
3.         Rujuk orang renta kepada kelompok pendukung yang tepat, bila diperlukan
4.         Apabila memungkinkan, jelaskan perlunya menjalani pembedahan multiple, dan jawab setiap pertanyaan yang muncul dari orang tua
D.       IMPLEMENTASI
Iimplementasi disesuaikan dengan intervensi.


E.        EVALUASI
1.         Orang renta memahami perihal hipospadi dan alasan pembedahn, serta orang renta akan aktif dalam perwatatn setelah operasi
2.         Anak tidak mengalami infeksi yang di tandai oleh hasil urinalisis normal dan suhu tubuh kurang dari 37,8 c
3.         Anak akan memperlihatkan peningkatan rasa nyaman yang di tandai dengan tidak ada tangisan, kegelisahan dan tidak ada ekspresi nyeri
4.         Anak tidak mengalami injuri yang di tandai oleh anak sanggup mempertahankan penempatan kateter urin yang benar hingga di angkat oleh perawat atau dokter
5.         Rasa cemas orang renta menurun yang di tandai dengan pengungkapan perasaan mereka perihal adanya kecacatan pada genitalia anak



BAB IV
PENUTUP
A.        KESIMPULAN
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang sanggup di deteksi ketika atau segera setelah bayi lahir, atau instilah lainya yaitu adanya kelainan pada muara uretra pria. Dan biasanya tampak disisi ventral batang p3enis. Kelainan tersebut sering diasosiasikan sebagai suatu chordee yaitu p3enis yang menekuk kebawah
Terapi untuk hipospadia yakni dengan pembedahan untuk mengembalikan penampilan dan fungsi normal p3enis. Pembedahan biasanya tidak di jadwalkan hingga bayi berusia 1-2th ketika ukuran p3enis dinyatakan sebagai ukuran yang layak di operasi. Komplikasi potensial mliputi infeksi dan obstruksi uretra
B.        SARAN
Pemahaman dan keahlian dalam aplikasi Asuhan Keperawatan Anak Dengan Hipospadia/Epispadia merupakan salah satu cabang ilmu keperawatan yang harus dimiliki oleh tenaga kesehatan khususnya perawat biar sanggup mengaplikasikannya serta berinovasi dalam santunan asuhan keperawatan pada pasien. Ini akan mendukung profesionalisme dalam wewenang dan tanggung jawab perawat sebagai penggalan dari tenaga medis yang menawarkan pelayanan Asuhan Keperawatan secara komprehensif

DAFTAR PUSTAKA

Berhman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Media Aesculapius: FKUI.
Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta: EGC.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta: EGC.
Pillitteri, Adele. 2002. Buku Saku Perawatan Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: EGC.
Speer, Kathleen Morgan. 2007. Rencana Asuhan keperawatan pediatrik dengan Clinical Pathways. Jakarta: EGC.
Suriadi, Yuliani. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak. Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan.


Sumber http://macrofag.blogspot.com