Tahun ini, perbankan dan pengusaha properti tidak bisa tidur nyenyak menyerupai tahun lalu. Belum simpulan menyesuaikan diri dengan aturan LTV yang ketat, mereka kembali harus menghadapi larangan Bank Indonesia (BI) soal KPR indent untuk pembelian rumah kedua dan seterusnya.
Larang ini KPR indent untuk rumah kedua tercantum dalam SE BI No. 15/40/DKMP (24/09/2013) poin IV.F.2 yang berbunyi “Bank hanya sanggup menawarkan kemudahan KPP atau KPP iB jikalau Properti yang dijadikan agunan telah tersedia secara utuh, yaitu telah terlihat wujud fisiknya sesuai yang diperjanjikan dan siap diserahterimakan. Kecuali, kemudahan KPP atau KPP iB merupakan kemudahan KPP atau KPP iB pertama bagi debitur atau nasabah dari seluruh kemudahan yang diterima baik di Bank yang sama maupun Bank lainnya”
Bisa dipastikan larangan ini akan memangkas penjualan rumah gres di developer, yang ujungnya menurunkan angka penyaluran kredit rumah oleh bank. Mayoritas penjualan rumah gres di developer, terutama developer besar, didanai oleh bank dengan KPR rumah indent.
Spekulasi harga dan bubble aset properti, itu hal yang tampaknya ingin dikelola oleh BI dengan larangan ini. Kemungkinan BI melihat bahwa sumber spekulasi terjadi di pembelian rumah kedua, sementara pembelian rumah pertama dilakukan murni untuk pemakaian sendiri. Simak soal Perkembangan Bunga KPR disini.
KPR Indent
Apa itu itu KPR rumah indent?
Kalau beli rumah gres di developer, Anda niscaya sudah bisa memanfaatkan kemudahan KPR rumah, meskipun rumahnya belum jadi dan masih tanah kosong. Nah, inilah yang disebut KPR rumah indent.
Kok bisa bank menyalurkan kredit rumah sementara jaminannya, yaitu rumah, belum ada wujudnya. Bagaimana kalau nanti nasabah menunggak dan rumah belum jadi? Bukannya bank tidak bisa menyita jaminan.
Tidak semua developer bisa menjual rumah ke calon pembeli memakai KPR rumah indent. Bank hanya menawarkan KPR jenis ini kepada developer yang sudah bekerjasama, artinya sudah di seleksi ketat menurut banyak sekali indikator dan pertimbangan (mulai dari legalitas, finansial hingga reputasi).
Jika nanti nasabah menunggak dan tidak sanggup meneruskan cicilan rumah, sementara rumah masih dalam proses pembuatan dan belum terjadi pengikatan legalitas rumah tersebut kepada bank, developer menjadi penjamin pertolongan tersebut. Rumah tersebut akan di buy-back dan sisa pertolongan dilunasi oleh developer menurut kesepakatan yang sudah dibentuk dengan bank sebelumnya. Itulah kenapa, penting bagi bank memastikan kualitas developer dalam hal KPR indent, selain menilai kemampuan membayar nasabah.
Kredit indent berkembang pesat sesudah krisis 1998. Sebelum krisis, developer harus membangun rumah dahulu, gres kemudian calon pembeli bisa mengajukan kredit ke bank atas rumah yang sudah jadi tersebut. Adanya kredit ini mendorong pertumbuhan properti rumah gres berlari kencang.
Karena kredit indent ini menguntungkan banyak pihak. Di sisi developer, perluasan penjualan rumah lebih cepat tanpa perlu pelengkap modal untuk membangun dulu. Disisi calon pembeli rumah, pembelian rumah jadi lebih gampang lantaran tidak perlu menunggu hingga rumah jadi gres kredit KPR. Bagi bank, penyaluran kredit rumah tumbuh lebih cepat, dengan proses yang lebih mudah, tanpa perlu mengorbankan aspek kualitas kredit (ada jaminan dari developer, selain aspek kemampuan bayar nasabah).
Implikasi Larangan
Dampak paling utama yaitu penurunan drastis dalam pembelian rumah baru, terutama segmen nasabah yang membeli rumah untuk investasi dan spekulasi lantaran mereka biasanya membeli rumah kedua. Meskipun mungkin jumlahnya tidak banyak, masalahnya kelompok ini mempunyai daya beli paling besar dan menjadi pencetus harga pasar. Tanpa unsur investasi, pasar properti akan sulit tumbuh dan berkembang. Investasi dan spekulasi layaknya oli yang memperlancar dan menggerakkan mesin industri properti.
Akibat dari sini, kemungkinan paling besar yaitu peningkatan penjualan di sektor rumah second (bekas). Nasabah beralih melaksanakan transaksi di rumah second.
Selama ini, di banyak bank, nilai transaksi rumah bekas tidak sebesar transaksi rumah gres lantaran mungkin pasokan rumah bekas yang terbatas, tidak sebanyak rumah baru, dan kalah promosi dari rumah gres yang lebih gencar dilakukan oleh developer.
Akan tetapi, ini yang perlu digarisbawahi dengan tebal, bahwa jual beli di rumah bekas mempunyai profil risiko yang tidak kecil bagi bank. Kejadian risiko kredit dan risiko fraud cukup tinggi terjadi di transaksi rumah bekas.
Itu sebabnya mengapa banyak bank menerapkan aturan kredit rumah yang lebih ketat dan bunga yang lebih tinggi di rumah bekas dibandingkan rumah baru. Bunga yaitu premi risiko. Jadi, kalau bunga lebih tinggi itu cerminan tingkat risiko yang lebih besar yang dihadapi oleh bank selama ini.
Rumah Bekas Berisiko
Pertama, kemungkinan transaksi fiktif lebih tinggi di jual – beli rumah bekas lantaran transaksi lebih melibatkan individual. Di pembelian rumah baru, transaksi dilakukan dengan developer yang background dan reputasinya bisa dicek dan punya status tubuh aturan yang lebih kuat.
Sementara di jual beli rumah bekas, siapa saja bisa melakukannya dan pengecekan individua juga lebih sulit dilakukan. Oleh lantaran itu manipulasi transaksi bisa lebih rentan terjadi di rumah second.
Kedua, manipulasi evaluasi jaminan dalam proses kredit KPR lebih gampang dilakukan di rumah bekas, yang berujung pada mark-up nilai jaminan. Penilaian jaminan yaitu adonan art & science, sesuatu yang unsur subjektif cukup besar, akhirnya unsur manipulasi gampang terjadi. Apalagi di negara kita, yang belum mempunyai standard harga rumah second yang dikeluarkan oleh tubuh resmi, menyerupai di negara – negara maju.
Di rumah baru, harga rumah sudah standard. Sudah ada price list harga yang dikeluarkan oleh developer yang menjadi patokan bank saat menawarkan kredit. Dan, ini yang penting, bank melaksanakan seleksi terhadap developer, sehingga jikalau dikemudian hari bank tahu bahwa developer menetapkan harga rumah yang over valued dari nilai layak rumah tersebut, bank tidak akan berhubungan dengan developer tersebut. Developer terang khawatir jikalau sebuah bank memberhentikan kerjasama pembiayaan rumah, lantaran itu artinya nama mereka akan jelek di pasar dan sumber pembiayaan bagi calon pembeli rumah mereka menjadi terbatas. Mekanisme ini yang menciptakan standard harga di rumah gres bisa lebih lebih diandalkan dibandingkan rumah bekas.
Akibatnya, ketidakuratan evaluasi jaminan, bank menawarkan nilai kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari nilai yang seharusnya, dan saat nasabah menunggak serta jaminan hendak dijual, bank mengalami kesulitan menjual pada harga yang pantas untuk menutupi kerugian kredit yang macet.
Risiko – risiko kredit rumah bekas tersebut tidak cuma isapan jempol atau teori semata. Ini terefleksi dari tingkat NPL yang lebih tinggi di rumah bekas dibandingkan rumah baru. BI tentu saja bisa melihat data – data ini bank untuk memastikan hal tersebut. Namun, bunga kredit rumah bekas yang lebih tinggi dari rumah gres sudah menjadi indikasi berpengaruh bahwa kinerja rumah bekas tidak sebaik rumah baru.
Niat BI mengelola risiko bubble aset properti dengan mengendalikan penjualan rumah gres melalui larangan KPR indent untuk rumah kedua perlu kita appresiasi. Ini penggalan dari kiprah utama BI menjaga stabilisasi sistem keuangan. Namun, BI perlu juga perlu waspada, bahwa ada risiko lain yang mengintip, yang juga bisa mengancam kesehatan bank, yaitu peningkatan risiko dari peningkatan kredit ke rumah bekas. Jangan hingga ini terlewatkan oleh BI.
Ingin tahu lebih jauh soal KPR, simal Strategi Mengambil KPR.
Update: Artikel Dimuat di KONTAN 27 Sep 13
Artikel lain:
- Perencana Keuangan: Kenapa Perlu dan Bagaimana Memilihnya
- Menghadapi Naiknya Bunga KPR
- Perencanaan Keuangan Keluarga – Ligwina Hananto vs. Prita H Ghozie
- Berhemat dengan Belanja Private Label di Toko Swalayan
Sumber https://duwitmu.com