Random post

Wednesday, August 23, 2017

√ Makalah Diabetes Pada Anak


ASUHAN KEPERAWATAN  ANAK
  GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN: DIABETES MELLITUS


MAKALAH



STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
PROGRAM STUDI  S1 KEPERAWATAN



KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT,Karen berkat  rahmat-Nya  kami sanggup menuntaskan penyusunan makalah ini tepat pada waktunya. Terlantun solawat serta salam buat untuk imam besar  kita semua Nabi Muhammad SAW.
Adapun makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Anak Diabetes Melitus membahas tentang 
.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun redaksinya. Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan lantaran itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun supaya sanggup menyusun makalah yang lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat untuk menawarkan kontribusi  bagi kita dalam memajukan ilmu keperawatan.

Bandung,    April 2012

Penyusun




BAB I
PENDAHULUAN

       I.            LATAR BELAKANG
Diabetes melitus yakni keadaan hiperglikemia kronik disertai banyak sekali kelainan metabolik akhir ganguan hormonal yang menimbulkan banyak sekali komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada investigasi dengan mikroskop elektron.
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa kini sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah menjadi penyebab maut terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta maut yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen maut pasien diabetes terjadi di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan bantuan.
Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi bisa memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit diktatorial insulin. Sebaliknya, diabetes pada orang remaja umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel tubuh meskipun insulin bahwasanya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak yakni pada usia 5-7 tahun dan pada ketika menjelang remaja. Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya yakni penderita diabetes tipe 1. Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3 persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan lantaran sebagian tidak terdiagnosis atau tidak diketahui hingga si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal. Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat hingga menimbulkan koma apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin.
World Diabetes Foundation menyarankan untuk meragukan diabetes bila ada anak dengan tanda-tanda klinis khas, yaitu 3P ( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl. GD yang tinggi menimbulkan molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya tak mengandung gula, sehingga semenjak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan sanggup berpartisipasi dalam semua kegiatan sosial yang diinginkannya serta bisa menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya komplikasi. Sasaran-sasaran ini sanggup dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya bila mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes. Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk menciptakan asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode problem yang sistematis melalui proses keperawatan.

    II.            TUJUAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain yakni :
A.    Tujuan umum
Memberikan pengetahuan, sanggup menawarkan informasi dan pemahaman mengenai asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes mellitus.
B.     Tujuan khusus
1.      Mengetahui definisi diabetes mellitus.
2.      Mengetahui pembagian terstruktur mengenai diabetes mellitus.
3.      Mengetahui etiologi diabetes mellitus.
4.      Mengetahui patofisiologi diabetes mellitus.
5.      Mengetahui pathway/pathoflow diabetes mellitus.
6.      Mengetahui manifestasi klinis pada anak dengan diabetes mellitus.
7.      Mengetahui akhir / komplikasi diabetes mellitus.
8.      Mengetahui investigasi penunjang diabetes mellitus.
9.      Mengetahui penetalaksanaan medis pada klien dengan diabetes mellitus.
10.  Dapat menyusun asuhan keperawatan pada klien dengan diabetes mellitus.

 III.            METODE
Metode yang kami gunakan dalam pembuatan makalah ini diantaranya melalui media literature, perpustakaan dan elektonik.


BAB II
PEMBAHASAN

     I.     PENGERTIAN DM

Ø  Menurut American Diabetes Association (ADA) 2002, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi lantaran kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes bekerjasama dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi dan kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Ø  Penyakit diabetes melitus yakni penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan tanda-tanda hiperglikemi yang disebabkan oleh gangguan sekresi insulin, gangguan kerja insulin, atau keduanya (Darmono, 2007).
Ø  Diabetes melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Ø  Diabetes Melitus yakni gangguan yang melibatkan metabolisme karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari hormon insulin. (Dona L. Wong, 2003)
Ø  Diabetes Melitus yakni suatu penyakit gangguan pada endokrin yang merupakan hasil dari proses destruksi sel pankreas sehingga insulin mengalami kekurangan. (Suriadi. 2001).
Ø  Diabetes Melitus Juvenilis yakni diabetes melitus yang bermanifestasi sebelum umur 15 tahun. (FKUI, 1988)

  II.     KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :

  1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
  2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
  3. Diabetes mellitus yang bekerjasama dengan keadaan atau sindrom lainnya
  4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Menurut ADA (American Diabetes Association) tahun 2002 diabetes melitus dibagi menjadi  :
1.      Diabetes Melitus Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut, baik melalui proses imunologik atau idiopatik.
2.      Diabetes Melitus Tipe 2
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif hingga yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
3.      Diabetes Melitus Tipe Lain
a.       Defek genetik fungsi sel beta
kromosom 12, kromosom 7, kromosom 20, deoxyribonucleid acid (DNA) Mitokondria.
b.      Defek genetik kerja insulin
Resistance insulin type A, leprechaunism, sindrom Rabson-Mendenhall, diabetes lipoatrofik, lainnya.
c.       Penyakit Eksokrin Pankreas
Pankreatitis, trauma/pankreatektomi, Neoplasma, Cystic fibrosis, hemokromatosis, pankreatopati fibro kalkulus.
d.      Endokrinopati
Akromegali, sindroma cushing, feokromositoma, hipertiroidisme, somatostatinoma, aldosteronoma.
e.       Karena Obat/Zat kimia
Vacor, pentamidin, asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid, tiazid, dilantin, interferon alfa, diazoxide, agonis β-adrenergic.
f.       Infeksi
Rubella kongenital dan cytomegalovirus (CMV).
g.      Imunologi (jarang)
antibodi anti reseptor insulin, sindrom ”Stiff-man”.
h.      Sindroma genetik lain
Sindrom Down, Klinefelter, Turner, Huntington, Chorea, Sindrom Prader Willi, ataksia friedreich’s, sindrom laurence-Moon-Biedl.


4.      Diabetes Melitus Gestasional (Kehamilan).
Diabetes Melitus Gestasional yakni diabetes yang timbul selama kehamilan. Jenis ini sangat penting diketahui lantaran dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar.

 III.            ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl). Etiologi DM tipe I yakni sebagai berikut :
1.      Faktor genetic
Faktor herediter, juga dipercaya memainkan kiprah munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5 kali lipat pada individu yang mempunyai salah satu dari kedua tipe HLA (DR3 atau DR4).
Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30 dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk pria dan 90% untuk wanita.

2.      Faktor lingkungan
Lingkungan merupakan faktor penggerak IDDM. Oleh lantaran itu kejadian lebih tinggi atau adanya jerawat virus (dari lingkungan). Virus penyebab DM yakni rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4. Melalui mekanisme jerawat sitolitik dalam sel beta, virus ini menimbulkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menimbulkan hilangnya otoimun dalam sel beta.
Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang menciptakan kehilangan produksi insulin.

3.      Faktor imunologi
Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas.

 IV.            PATOFISIOLOGI
Pankreas terletak melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitoneal. Disebelah kiri ekor pankreas mencapai hilus limpa diarah kronio – dorsal dan kepingan atas kiri kaput pankreas dihubungkan dengan corpus pankreas oleh leher pankreas yaitu kepingan pankreas yang lebarnya biasanya tidak lebih dari 4 cm, arteri dan vena mesentrika superior berada dileher pankreas kepingan kiri bawah kaput pankreas ini disebut processus unsinatis pankreas. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama yaitu :
1)        Asinus, yang mengekskresikan pencernaan ke dalam duodenum.
2)        Pulau Langerhans, yang tidak mempunyai alat untuk mengeluarkan getahnya namun sebaliknya mensekresi insulin dan glukagon eksklusif kedalam darah.
Pankreas insan mempunyai 1 – 2 juta pulau langerhans, setiap pulau langerhans hanya berdiameter 0,3 mm dan tersusun mengelilingi pembuluh darah kapiler.
Pulau langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel-alfa, beta dan delta. Sel beta yang meliputi kira-kira 60 % dari semua sel terletak terutama ditengah setiap pulau dan mensekresikan insulin. Granula sel B merupakan bungkusan insulin dalam sitoplasma sel. Tiap bungkusan bervariasi antara spesies satu dengan yang lain. Dalam sel B , molekul insulin membentuk polimer yang juga kompleks dengan seng. Perbedaan dalam bentuk bungkusan ini mungkin lantaran perbedaan dalam ukuran polimer atau agregat seng dari insulin. Insulin disintesis di dalam retikulum endoplasma sel B, kemudian diangkut ke aparatus golgi, tempat ia dibungkus didalam granula yang diikat membran. Granula ini bergerak ke dinding sel oleh suatu proses yang sepertinya sel ini yang mengeluarkan insulin ke tempat luar dengan eksositosis. Kemudian insulin melintasi membran basalis sel B serta kapiler  berdekatan dan endotel fenestrata kapiler untuk mencapai pedoman darah (Ganong, 1995). Sel alfa yang meliputi kira-kira 25 % dari seluruh sel mensekresikan glukagon. Sel delta yang merupakan 10 % dari seluruh sel mensekresikan somatostatin (Pearce, 2000)
Kelenjar pankreas dalam mengatur metabolisme glukosa dalam tubuh berupa hormon-hormon yang disekresikan oleh sel – sel dipulau langerhans.  Hormon-hormon ini sanggup diklasifikasikan sebagai hormon yang merendahkan kadar glukosa darah yaitu insulin dan hormon yang sanggup meningkatkan glukosa darah yaitu glukagon.
Fisiologi Insulin :
Hubungan yang erat antara banyak sekali jenis sel dipulau langerhans menimbulkan timbulnya pengaturan secara eksklusif sekresi beberapa jenis hormone lainnya, contohnya insulin menghambat sekresi glukagon, somatostatin menghambat sekresi glukagon dan insulin.
Insulin dilepaskan pada suatu kadar batas oleh sel-sel beta pulau langerhans. Rangsangan utama pelepasan insulin diatas kadar basal yakni peningkatan kadar glukosa darah. Kadar glukosa darah puasa dalam keadaan normal yakni 80-90 mg/dl. Insulin bekerja dengan cara berkaitan dengan reseptor insulin dan setelah berikatan, insulin bekerja melalui mediator kedua untuk menimbulkan peningkatan transportasi glukosa kedalam sel dan sanggup segera digunakan untuk menghasilkan energi atau sanggup disimpan didalam hati (Guyton & Hall, 1999).
Insulin dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang dibutuhkan untuk pemanfaatan glukosa sebagai materi energi seluler dan diharapkan untuk metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan pankreas menghasilkan insulin lantaran hancurnya sel-sel beta pulau langerhans. Dalam hal ini menimbulkan hiperglikemia puasa dan hiperglikemia post prandial.
Apabila insulin tidak dihasilkan maka akan mengalami gangguan metabolisme, karbohidrat, protein dan lemak yang mana bila tanpa insulin Glukosa tidak sanggup masuk ke dalam sel dan tetap dalam kompartemen vaskular yang kemudian terjadilah hiperglikemi dengan demikian akan meningkatkan konsentrasi dalam darah. Terjadinya hiperglikemi akan menimbulkan osmotik diuresis yang kemudian menimbulkan perpindahan cairan tubuh dari rongga intraseluler ke dalam rongga interstisial kemudian ke ekstrasel. Terjadinya osmotik diuretik menimbulkan banyaknya cairan yang hilang melalui urine (polyuria) sehingga sel akan kekurangan cairan dan muncul tanda-tanda Polydipsia (kehausan).
 Terjadinya polyuria menimbulkan hilangnya secara berlebihan potasium dan sodium dan terjadi ganggunag elektrolit. Dengan tidak adanya glukosa yang mencapai sel, maka sel akan mengalami “starvation” (kekurangan kuliner atau kelaparan) sehingga menimbulkan tanda-tanda polyphagia, fatigue dan berat tubuh menurun.
Dengan adanya peningkatan glukosa dalam darah, glukosa tidak sanggup difiltrasi oleh glomerulus lantaran melebihi ambang renal sehingga menimbulkan lolos dalam urine yang disebut glikosuria.
Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa kendala sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yangdapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mangarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000).
Pada DM tipe I terjadi suatu gangguan katabolisme yang disebabkan lantaran hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh lantaran itu, diharapkan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh jerawat atau toksin lingkungan yang menyerang orang dengan sistem imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk terjadinya suatu respon autoimun yang besar lengan berkuasa yang menyerang antigen sel B pankreas. Faktor ekstrinsik yang diduga menghipnotis fungsi sel B meliputi kerusakan yang disebabkan oleh virus, mirip virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh biro kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi yang dirilis oleh imunosit yang disensitisasi. Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang bekerjasama dengan  replikasi atau fungsi sel B pankreas sanggup menimbulkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B setelah jerawat virus. Lagipula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang merespon sistem imun tertentu yang menimbulkan terjadinya predisposisi pada pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets of Langerhans) sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.

    V.            MANIFESTASI KLINIS
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh belum dewasa ( diabetes melitus juvenil) mempunyai citra lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya tiba dengan ketoasidosis lantaran keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 mengambarkan citra klinik yang klasik seperti:
a.       Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl ).
b.      Poliuria
Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada anak.
c.       Polidipsia
d.      Poliphagia
e.       Penurunan berat tubuh , Malaise atau kelemahan
f.       Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
g.      Ketonemia dan ketonuria
Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine terjadi akhir katabolisme gila lemak sebagai sumber energy. Ini sanggup menimbulkan asidosis dan koma.
h.      Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol fruktasi) yang disebabkan lantaran insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menimbulkan pembentukan katarak.
i.        Gejala-gejala lainnya sanggup berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma )

Perjalanan klinis DM tipe 1 terbagi atas:
1.         Fase Inisial
Dimulai ketika timbulnya tanda-tanda hingga dengan ditegakkan diagnosis. Fase ini sering didahului oleh infeksi, goncangan emosi maupun stress berat fisik.
2.         Fase Penyembuhan
Fase setelah beberapa hari diberikan pengobatan. Keadaan akut penyakit ini telah teratasi dan sudah terdapat sensitivitas jaringan terhadap insulin.
3.         Fase Remisi (Honeymoon period)
Fase ini khas pada penyandang DM tipe 1. Pada ketika ini, kebutuhan insulin menurun sehingga sanggup terjadi hipoglikemia bila insulin tidak disesuaikan. Bila dengan takaran insulin 0.1 IU/kg BB masih menimbulkan hipoglikemia maka pemberian insulin harus dihentikan. Pada fase ini perlu observasi dan investigasi urin reduksi secara teratur untuk memantau keadaan penyakitnya. Fase ini berlangsung selama beberapa ahad hingga beberapa bulan. Diperlukan penyuluhan pada penyandang DM atau orangtua bahwa fase ini bukan berarti penyembuhan penyakitnya.
4.         Fase Intensifikasi
Fase ini timbul 16-18 bulan setelah diagnosis ditegakan. Pada fase ini terjadi kekurangan insulin endogen.

 VI.            KOMPLIKASI
Diabetes melitus sanggup menimbulkan banyak sekali komplikasi yang menyerang beberapa organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi banyak sekali organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart, 2006):
A.    Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
1.      Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia yakni tanda-tanda yang timbul akhir tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari  80 mg/dl. Hipoglikemi sering menciptakan anak emosional, gampang marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum dengan takaran terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga lantaran latihan fisik yang berlebihan.
2.      Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul lantaran kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
·         Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
·         Minum banyak, kencing banyak
·         Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton
·         Sering disertai panas tubuh lantaran biasanya ada jerawat dan penderita koma diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
B.     Komplikasi- komplikasi vasku­lar jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5) berupa :
1.      Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1 diantara 3 penderita DM tipe-1.
2.      Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina.
Komplikasi lainnya (FKUI. Ilmu Kesehatan Anak. 1988 ) :
·         Gangguan pertumbuhan dan pubertas
·         Katarak
·         Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
·         Hepatomegali

VII.            PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.       Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
1.      Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2.      Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3.     Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian setelah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)4

Bukan DM
Belum niscaya DM
DM
Kadar glukosa darah sewaktu
Plasma vena
Darah Kapiler
Kadar glukosa darah puasa
Plasma vena
Darah Kapiler

<110
<90

<110
<90

110-199
90-199

110-125
90-109

>200
>200

>126
>110

b.      Aseton plasma (keton) : faktual secara mencolok
c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.       Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e.       Elektrolit :
· Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun
· Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler), selanjutnya akan menurun.
· Fosfor : lebih sering menurun
f.       Gas Darah Arteri : biasanya memperlihatkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
g.      Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ; leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
h.       Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal)
i.         Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka hingga tidak ada ( pada tipe 1) atau normal hingga tinggi ( pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/ gangguan dalam penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin sanggup berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody . ( autoantibody)
j.        Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan acara hormone tiroid sanggup meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k.      Urine : gula dan aseton faktual : berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat.

VIII.            PENATALAKSANAAN MEDIS
Dalam jangka pendek, penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi keluhan/gejala DM. Sedangkan untuk tujuan  jangka panjangnya yakni mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri.
Tabel Kriteria pengendalian DM.

Baik
Sedang
Buruk
Glukosa darah plasma vena (mg/dl)
- puasa
-2 jam

80-109
110-159

110-139
160-199

>140
>200
HbA1c (%)
4-6
6-8
>8
Kolesterol total (mg/dl)
<200
200-239
>240
Kolesterol LDL
- tanpa PJK
- dengan PJK

<130
<100

130-159
11-129

>159
>129
Kolesterol HDL (mg/dl)
>45
35-45
<35
Trigliserida (mg/dl)
- tanpa PJK
- dengan PJK

<200
<150

<200-249
<150-199

>250
>200
BMI/IMT
- perempuan
- laki-laki

18,9-23,9
20 -24,9

23-25
25-27

>25 atau <18,5
>27 atau <20
Tekanan darah (mmHg)
<140/90
140-160/90-95
>160/95

Akan tetapi, perbedaan utama antara penatalaksanaan DM tipe 1 yang mayoritas diderita anak dibanding DM tipe 2 yakni kebutuhan mutlak insulin. Terapi DM tipe 1 lebih tertuju pada pemberian injeksi insulin.
Penatalaksanaan DM tipe 1 berdasarkan Sperling dibagi dalam 3 fase yaitu :
1.      Fase akut/ketoasidosis
          koma dan kekurangan cairan tubuh dengan pemberian cairan, memperbaiki keseimbangan asam basa,        elektrolit dan pemakaian insulin.
2.      Fase subakut/ transisi
          Bertujuan mengobati faktor-faktor pencetus, contohnya infeksi, dll, stabilisasi penyakit        dengan insulin, menyusun pola diet, dan penyuluhan kepada penyandang DM/keluarga mengenai pentignya pemantauan penyakitnya secara teratur dengan       pemantauan glukosa darah, urin, pemakaian insulin dan komplikasinya serta perencanaan diet dan latihan jasmani.
3.      Fase pemeliharaan
          Pada fase ini tujuan utamanya ialah untuk mempertahankan status metabolik dalam batas normal serta mencegah terjadinya komplikasi

Untuk itu WHO mengemukakan beberapa sasaran yang ingin dicapai dalam penatalaksanaan penyandang DM tipe 1, diantaranya :
1.      Bebas dari tanda-tanda penyakit
2.      Dapat menikmati kehidupan sosial sepenuhmya
3.      Dapat terhindar dari komplikasi penyakitnya

Pada anak, ada beberapa tujuan khusus dalam penatalaksanaannya, yaitu diusahakan supaya belum dewasa :
1.      Dapat tumbuh dan berkembang secara optimal
2.      Mengalami perkembangan emosional yang normal
3.      Mampu mempertahankan kadar glukosuria atau kadar glukosa darah serendah mungkin tanpa menimbulkan tanda-tanda hipoglikemia
4.      Tidak bolos dari sekolah akhir penyakit dan bisa berpartisipasi dalam kegiatan fisik maupun sosial yang ada
5.      Penyakitnya tidak dimanipulasi oleh penyandang DM, keluarga, maupun oleh lingkungan
6.      Mampu menawarkan tanggung jawab kepada penyandang DM untuk mengurus dirinya sendiri sesuai dengan taraf usia dan intelegensinya

     Diabetes Mellitus bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan banyak sekali penyakit dan diharapkan kerjasama semua pihak ditingkat pelayanan kesehatan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan banyak sekali perjuangan dan akan diuraikan sebagai berikut:
a.      Pemberian insulin
Diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin lantaran pankreas tidak sanggup memproduksi hormon insulin. Maka seumur hidupnya pasien harus mendapat terapi insulin untuk mengatasi glukosa darah yang tinggi. Tujuan terapi insulin ini terutama untuk :
1.      Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.
2.      Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.
Indikasi pengobatan dengan insulin yakni :
a)      Semua penderita DM dari setiap umur (baik IDDM maupun NIDDM) dalam keadaan ketoasidosis atau pernah masuk kedalam ketoasidosis.
b)      DM dengan kehamilan/ DM gestasional yang tidak terkendali dengan diet (perencanaan makanan).
c)      DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosif maksimal.

Makanan terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak. Glukosa terutama bersumber dari karbohidrat walaupun protein dan lemak juga bisa menaikan glukosa. Secara terus menerus pankreas melepaskan insulin pada ketika makan atau tidak. Setelah makan, kadar insulin meningkat dan membantu penimbunan glukosa di hati. Pada ketika tidak makan, insulin turun. Maka hati akan memecah glikogen menjadi glukosa dan masuk ke darah sehingga glukosa darah dipertahankan tetap dalam kadar yang normal.
Struktur kimia hormon insulin bisa rusak oleh proses pencernaan sehingga insulin tidak bisa diberikan melalui tablet atau pil. Satu-satunya jalan pemberian insulin yakni melalui suntikan, bisa suntikan di bawah kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang digunakan secara terus menerus dengan pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin medijector).
Enam tipe insulin berdasarkan mulain kerja, puncak, dan usang kerja insulin tersebut, yakni :
1.      Insulin Keja Cepat (Short-acting Insulin)
2.      Insulin Kerja Sangat Cepat (Quick-Acting Insulin)
3.      Insulin Kerja Sedang (Intermediate-Acting Insulin)
4.      Mixed Insulin
5.      Insulin Kerja Panjang (Long-Acting Insulin)
6.      Insulin Kerja Sangat Panjang (Very Long Acting Insulin)

Insulin yang Tersedia di Indonesia
Tipe Insulin
Mulai Kerja
Puncak
Lama Kerja
Ultra Short Acting (Quick-Acting, Rapid Acting) Insulin Analogues
Insulin Aspart (NovoRapid, Novolog)
Insulin Lispro (Humalog)
15-30 min
60-90 min
3-5 hr
Short-Acting (Soluble, Neutral)
Insulin Reguler, Actrapid, Humulin R
30-60 min
2-4 hr
6-8 hr
Intermediate-Acting (Isophane)
Insulatard, Humulin N, NPH
1-2 hr
4-8 hr
16-24 hr
Long-Acting Insulin (Zinc-based)
Monotard, Humulin Lente, Humulin Zn
1-3 hr
4-12 hr
16-24 hr
Very Long Acting Insulin
Insulin Glargine (Lantus)
Insulin Detemir (Levemir)
2-4 hr
4-24hr (nopeak)
24-36 hr
Mixed Insulin (Short + Intermedidiate-Acting Insulin)
Mixtard 30/70, NovoMix, Humulin 30/70
30 min
2-8 hr
24 hr

Terapi Pompa Insulin pada pasien Diabetes Melitus Tipe 1
Pompa insulin merupakan suatu alat yang tampak mirip pager yang digunakan untuk mengelola masuknya insulin ke dalam tubuh pasien diabetes. Sebuah pompa insulin terdiri dari sebuah tabung kecil (Syringe) yang berisikan insulin dan microcomputer yang membantu pasien untuk memilih berapa banyak insulin yang diperlukan. Insulin dipompakan melalui selang infus yang terpasang dengan sebuah tube plastic ramping yang disebut cannula, yang dipasang pada kulit subkutan perut pasien. Selang infus harus diganti secara teratur setiap minggunya. Di Indonesia, alat ini masih jarang digunakan walaupun sudah ada distributornya. Akan tetapi di negara lain mirip Amerika, penggunaan alat ini kini menjadi favorit pasien diabetes lantaran keefektifan penggunaanya.
Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria di bawah ini :
-          Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari
-          Kadar glukosa darah sering tidak teratur
-          Lelah memakai terapi injeksi insulin
-          Ingin mengurangi resiko hipoglikemi
-          Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan
-          Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ketika seseorang menetapkan untuk memakai terapi pompa insulin, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yakni :
1.      Mengecek kadar glukosa darah ( setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk mengetahui berapa takaran insulin yang diharapkan untuk mengontrol kadar glukosa darah tubuh
2.      Mulai memahami kuliner yang anda makan. Apakah kuliner tersebut menciptakan kadar glukosa darah tinggi atau tidak.
3.      Perhatikan secara teratur ( setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000 penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang intensif, mirip contohnya memakai pompa insulin, sanggup mengurangi komplikasi diabetes secara efektif.  Studi ini mengambarkan bahwa terapi insulin intensif :
-          Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %
-          Mengurangi komplikasi amputasi 60 %
-          Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %
Terapi pompa insulin atau yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous Insulin Infusion (CSII) merupakan terapi yang paling ibarat metode fisiologi tranfer insulin ke dalam tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin yakni insulin “prandial” (short atau rapid acting insulin), sehingga takaran basal akan tertutupi oleh takaran prandial “bolus” yang diberikan secara intensif selama 24 jam.
Keuntungan penggunaan pompa insulin yakni :
1.      Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin
2.      Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol
3.      Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia
4.      Mengurangi variasi kadar glukosa darah
5.      Meningkatkan fleksibilitas dan administrasi diabetes
Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni :
1.      Ada resiko jerawat bila tidak mengganti insertion site pada cannula secara eratur
2.      Pemeriksaan gula darah yang lebih sering
3.      Memiliki resiko terkena hiperglikemi yang sanggup menimbulkan diabetic ketoacidosis yang lebih besar bila tidak mempergunakan pompa dalam jangka waktu yang lama.
Di Indonesia sendiri, kejadian diabetes melitus tipe 1 sangat jarang. Walaupun alatnya sudah ada di Indonesia, akan tetapi harganya relatif mahal.
b.      Perencanaan Makanan.
Standar yang dianjurkan yakni kuliner dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak yang sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu :
1) Karbohidrat sebanyak                  60 – 70 %
2) Protein sebanyak                          10 – 15 %
3) Lemak sebanyak                           20 – 25 %
Jumlah kalori diubahsuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani. Untuk kepentingan klinik praktis, penentuan jumlah kalori digunakan rumus Broca yaitu Barat Badan Ideal = (TB-100)-10%, sehingga didapatkan =
1)      Berat tubuh kurang = < 90% dari BB Ideal
2)      Berat tubuh normal = 90-110% dari BB Ideal
3)      Berat tubuh lebih = 110-120% dari BB Ideal
4)      Gemuk = > 120% dari BB Ideal.
Jumlah kalori yang diharapkan dihitung dari BB Ideal dikali kelebihan kalori basal yaitu untuk pria 30 kkal/kg BB, dan perempuan 25 kkal/kg BB, kemudian ditambah untuk kebutuhan kalori acara (10-30% untuk pekerja berat). Koreksi status gizi (gemuk dikurangi, kurus ditambah) dan kalori untuk menghadapi stress akut sesuai dengan kebutuhan.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut diatas dibagi dalam beberapa porsi yaitu :
1) Makanan pagi sebanyak   20%
2) Makanan siang sebanyak 30%
3) Makanan sore sebanyak    25%
4) 2-3 porsi camilan sebanyak 10-15 % diantaranya.

c.       Latihan Jasmani
Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang diubahsuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta.
Sebagai teladan olah raga ringan yakni berjalan kaki biasa selama 30 menit, olehraga sedang berjalan cepat selama 20 menit dan olah raga berat jogging.
d.      Edukasi
          Penyuluhan untuk merancanakan pengelolaan sangat penting untuk mendapat hasil yang maksimal. Edukator bagi pasien diabetes yaitu pendidikan dan pembinaan mengenai pengetahuan dan keterampilan yang bertujuan menunjang perubahan sikap untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diharapkan untuk mencapai keadaan sehat yang optimal. Penyesuaian keadaan psikologik kualifas hidup yang lebih baik. Edukasi merupakan kepingan integral dari asuhan keperawatan diabetes (Bare & Suzanne, 2002)

 IX.            ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
1.      Identitas.
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa,dll.
2.      Riwayat Keperawatan
a.       Keluhan utama
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran, perubahan perilaku.
b.      Riwayat penyakit sekarang.
Berapa usang klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
c.       Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 1 disebabkan oleh jerawat atau toksin lingkungan seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4, oleh biro kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan antibodi.
d.      Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita diabetes melitus. Riwayat kehamilan lantaran stress saat kehamilan sanggup mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga perihal penyakit diabetes melitus.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes melitus.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk mencar ilmu merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
e.       Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman jerawat kanal pernafasan sebelumnya

3.      Pemeriksaan fisik
a.       Aktivitas / istrahat.
            Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya aktivitas. Letargi / disorientasi, koma.
b.      Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural : hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
c.       Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya jerawat / tidak)
d.      Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk, lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan, kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam (RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e.             Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f.             Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g.      Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat bermetamorfosis oliguria / anuria bila terjadi hipololemia barat). Abdomen keras, bising usus lemah dan menurun : hiperaktif  (diare).
h.      Integritas Ego
Stress, ansietas
i.        Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.

4.      Psikososial
Dapat menuntaskan kiprah – tugasnya hingga menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
5.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dl atau lebih.
b.      Aseton plasma : faktual secara menyolok.
c.       Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat.
d.      Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 m osm/l.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1        Defisit volume cairan bekerjasama dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
2        Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bekerjasama dengan defisiensi insulin/penurunan intake oral : anoreksia, mual, muntah, abnominal pain, gangguan kesadaran/hipermetabolik akhir pelepasan hormone stress, epinefrin, cortisol, GH atau lantaran proses luka.
3         Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan adanya luka ( stress berat ).
4        Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan bekerjasama dengan perubahan fungsi fisiologis akhir ketidakseimbangan glukosa/insulin atau lantaran ketidakseimbangan elektrolit.
5        Hambatan mobilitas fisik bekerjasama dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
6        Nyeri bekerjasama dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
7        Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.
8        Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan bekerjasama dengan kesalahan interprestasi (Doengoes, 2001)

C.     PERENCANAAN

1)      Defisit volume cairan bekerjasama dengan diuresis meningkat, hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
Tujuan           : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien memperlihatkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer sanggup diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi :
·         Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
·         Pantau pola nafas mirip adanya pernafasan kusmaul
·         Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
·         Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
·         Pantau masukan dan pengeluaran
·         Pertahankan untuk menawarkan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang sanggup ditoleransi jantung
·         Catat hal-hal  mirip mual, muntah dan distensi lambung.
·         Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
·         Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau investigasi laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

2)      Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan           : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
·         Pasien sanggup mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
·         Berat tubuh stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
·         Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
·         Tentukan jadwal diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan kuliner yang sanggup dihabiskan pasien.
·         Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan kuliner yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
·         Berikan kuliner cair yang mengandung zat kuliner (nutrien) dan elektrolit dengan segera bila pasien sudah sanggup mentoleransinya melalui oral.
·         Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
·         Observasi tanda-tanda hipoglikemia mirip perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
·         Kolaborasi melaksanakan investigasi gula darah.
·         Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
·         Kolaborasi dengan mahir diet.

3)      Kerusakan integritas kulit bekerjasama dengan adanya luka ( stress berat )
Tujuan           : gangguan integritas kulit sanggup berkurang atau menunjukkan    penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka memperlihatkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
·         Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
·         Kaji tanda vital
·         Kaji adanya nyeri
·         Lakukan perawatan luka
·         Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
·         Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

4)      Resiko jerawat bekerjasama dengan penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
Tujuan       : Klien akan memperlihatkan tidak adanya tanda “inteksi,
Criteria hasil  :
a.       Luka sembuh
b.      Tidak ada edema sekitar luka.
c.       Tidak terdapat pus, luka cepat mongering.
Intervensi :
·         Kaji keadaan kulit yangrusak
·         Kaji keadaan kulit yangrusak
·         Bersihkan luka dengan teknik septic dan antiseptic
·         Kompres luka dengan larutan Nacl
·         Anjurkan pada klien agarmenjaga predisposisi terjadinya lesi
·         Pemberian obat antibiotic.

5)      Resiko gangguan persepsi sensoris : penglihatan bekerjasama dengan perubahan fungsi fisiologis akhir ketidakseimbangan glukosa/insulin atau lantaran ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : Klien akan mempertahankan fungsi penglihatan

                         Intervensi :
·         Kaji derajat dan tipe kerusakan
·         Latih klien untuk membaca.
·         Orientasi klien dengan lingkungan.
·         Gunakan alat bantu penglihatan.
·         Panggil klien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya tempat, orang dan waktu.
·         Pelihara aktifitas rutin.
·         Lindungi klien dari cedera.

6)      Hambatan mobilitas fisik bekerjasama dengan penurunan energi, perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi, infeksi, hipermetabolik.
Tujuan           : Klien akan memperlihatkan perbaikan kemampuan acara
 kriteria  hasil :
a.       mengungkapkan peningkatan energi
b.      mampu melaksanakan acara rutin biasanya
c.       menunjukkan acara yang adekuat
d.      melaporkan acara yang sanggup dilakukan
              Intervensi :
·         Diskusikan dengan klien kebutuhan akan aktivitas
·         Berikan acara alternative
·         Pantau tanda tanda vital
·         Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya
·         Tingkatkan partisipasi pasien dalam melaksanakan acara sehari-hari yang sanggup ditoleransi

7)      Nyeri bekerjasama dengan adanya ulcus (luka diabetes mellitus).
              Tujuan           : Klien akan memperlihatkan nyeri berkurang / teratasi
               kriteria  hasil :
a.       Klien tidak mengeluh nyeri
b.      Ekspresi wajah ceria
               Intervensi :
·         Kaji tingkat nyeri
·         Observasi tanda-tanda vital
·         Ajarkan klien tekhnik relaksasi
·         Ajarkan klien tekhnik Gate Control
·         Pemberian analgetik

8)      Defisit perawatan diri  berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan           : Klien akan mendemonstrasikan penurunan rawat diri
 Criteria hasil  :
a.    Kuku pendek dan bersih
b.    Kebutuhan sanggup dioenuhi secara bertahap
c.    Mandi sendiri tanpa bantuan
Intervensi :
·      Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan rawat diri
·      Berikan acara secara bertahap
·      Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
·      Bantu klien (memotong kuku)

9)      Kurang pengetahuan mengenai penyakitnya, prognosis penyakit dan kebutuhan pengobatan bekerjasama dengan kesalahan interprestasi
Tujuan : Klien akan melaporkan pemahaman perihal penyakitnya dengan kriteria : Mengungkapkan pemahaman perihal penyakitnya
Intervensi :
·           Pilih banyak sekali seni administrasi belajar
·           Diskusikan perihal planning diet
·           Diskusikan perihal faktor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM

D.    IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana planning keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi. Tujuan dari implementasi yakni membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara berdikari maupun kerja sama dan rujukan.

E.     EVALUASI
Evaluasi yakni stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus yakni :
1.             Kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital, turgor kulit, normal.
2.             Berat tubuh sanggup meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
3.             Infeksi tidak terjadi
4.             Rasa lelah berkurang/Penurunan rasa lelah
5.             Pasien mengutarakan pemahaman perihal kondisi, imbas mekanisme dan proses pengobatan.



DAFTAR PUSTAKA

Bare & Suzanne, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 2, (Edisi 8), EGC, Jakarta

Carpenito, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, (Edisi 2), EGC, Jakarta

Corwin,. J. Elizabeth, 2001, Patofisiologi, EGC, Jakarta

Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2001, Rencana Asuhan Keperawatan,  (Edisi III), EGC, Jakarta.

FKUI, 1979, Patologi, FKUI, Jakarta

Ganong, 1997, Fisiologi Kedokteran, EGC, Jakarta

Gibson, John, 2003, Anatomi dan Fisiologi Modern untuk Perawat, EGC, Jakarta

Guyton dan Hall, 1997, Fisiologi Kedokteran, (Edisi 9), EGC, Jakarta

Hinchliff, 1999, Kamus Keperawatan, EGC, Jakarta

Price, S. A dan Wilson, L. M, 1995,  Patofisiologi, EGC, Jakarta

Sherwood,  2001, Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, (edisi 21), EGC, Jakarta

Sobotta, 2003, Atlas Anatomi, (Edisi 21), EGC, Jakarta

Tandra, Hans. 2007. Segala sesuatu yang harus Anda ketahui perihal Diabetes. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Katzung. B. G. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Buku 2. Jakarta : Salemba Medika
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2005. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2005. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Balai Penerbit FKUI







Sumber http://macrofag.blogspot.com