Cita-cita. . . . . . . . … .
Apa yang kau pikirkan sehabis baca itu goresan pena di atas?
Mungkin otakmu mulai berisi satu, dua profesi yang kau inginkan. Benarkah?
Atau kepalamu penuh dengan segudang mimpi?
Apa kau sedang gundah menentukan satu diantara tumpukan folder pikiran kamu?
Aku sore ini kembali mikir. Bagaimanakah caranya saya dapat hadapi hari esok, sementara saya tak dapat putuskan “Akan jadi apa saya ini?”
“Dosen, Peneliti?” mungkin
“Pengusaha?” Aku sangat ingin itu!
“Penulis?” Aku juga diinginkan itu!
Ini wacana hati, wacana kenyamanan diri, ketenangan jiwa.
Ibu, ayah, dukung saya jikalau ingin jadi dosen. Tapi saya belum yakin akan mau jalani acara dosen yang sebenarnya.
Aku pernah dongeng ingin jadi pengusaha. Itu sudah pada ayah, juga sudah di ibuk, tapi sambutan dari mereka tak secerah saat berbicara mengenai dosen. Betapa semangatnya saya jikalau sudah wacana bisnis dan usaha. Tapi tak padu dengan mereka.
Aku suka menulis. Bahkan bermimpi tuk jadi penulis profesional. Itu bukan sekedar mimpi yang asal ngelamun, alasannya hingga kini saya masih tulis banyak tulisan. Menulis itu kebebasan, ada atau tanpanya kocek yang mengalir. Aku ingin bebaskan angan dengan sebuah buku karya.
Cita-cita… .. .. . . . . .
Mungkinkah kalian mau bersatu? Yah.. Kulihat kalian dapat bersahabat.
Lalu Kenapa kalian berpisah?
Mungkin alasannya insan sedikit belajar..
Aku ingin belajar. Apa kau mau temani aku?
Ahh.. Entahlah.. Hanya hingga batas ujung kekuatanku.
Mungkin saya hanya butuh asahan dari sang waktu. Mengasah pikiran ini dengan buku, mengasah pena ini hingga tajam, dan meraih dongeng cari cita-citaku.
Mahfuzh TnT
Sumber https://mystupidtheory.com