Innalilahi wa inna ilaihi rajiun.
Telah berpulang ke sisi Allah, saudara kami, Muhammad ‘Boy’ Iqbal, Rabu 5 Juni 2019 pukul 20.10 Wita di Denpasar Bali.
Boy ialah Arkademi-1. Sebutan untuk karyawan pertama Arkademi. Ia mitra saya semenjak kuliah di Jogja dan adik dari sahabat saya Ahmad ‘Popo’ Ridwan. Boy seorang tech geek semenjak dulu dan programmer pendekar dengan pengalaman panjang. Sejak pertama saya sampaikan bahwa Arkademi belum mampu menggaji programmer sekelasnya. Tapi beliau bilang beliau tidak peduli dengan honor selama dapat bekerja bersama saya.
Boy tiba dari Bali 10 Oktober 2018, 12 hari semenjak PT Arkademi didirikan. Meninggalkan istri dan anak pertamanya yang gres berusia 1 bulan. Demi berjuang bersama saya. Berdua. Di Arkademi. Jauh di rantau orang. Selama dua bulan lebih kami hanya berdua tinggal dan bekerja dalam satu rumah. Sebelum saudara-saudara gres lainnya datang.
Dari Boy kami berguru wacana pengorbanan, komitmen, persaudaraan, dan kontribusi Tuhan yang dapat tiba dari arah mana saja.
Boy punya abjad berpengaruh seorang programmer: sangat pendiam dan kecerdasan di atas rata-rata. Saya menyebutnya sebagai ‘Boy Ajaib’. Bila menghadapi kesulitan coding, Boy akan tiduran di sofa sambil bermain game atau menonton anime. Setelah itu Boy akan kembali ke laptopnya dan tiba-tiba saja duduk perkara tadi sudah selesai terpecahkan. Tanpa bicara dan mengeluh.
Saya bahkan tak pernah mendengar sekalipun Boy mengeluh. Meski ia mulai sakit Januari lalu. Saya memintanya biar pulang dan fokus menyembuhkan diri di Bali. Di sana ada istri, ibu, dan kakaknya. Sementara di rumah kantor yang kami tinggali bersama tak banyak yang dapat saya dan teman-teman lain lakukan kecuali memintanya ke dokter atau rumah sakit — kawasan yang ia hindari.
Tapi Boy menolak pulang sebelum Mobile app Android Arkademi berhasil dirilis. Karena dialah yang melahirkan dan membuatkan app Arkademi semenjak awal. Hingga karyanya itu dirilis selesai Februari, barulah ia bersedia pulang.
Dari Boy kami berguru wacana etos, integritas, dan pantang menyerah.
Pagi hari sebelum ia pulang, saya bicara berdua dengannya. Saya katakan saya ‘menugaskannya’ untuk sembuh. Setelah itu kembalilah lagi ke medan juang kita. Dalam keadaan yang lebih baik. Boy — seorang introvert extreme yang sangat jarang bicara — pagi itu menangis. Tanpa bilang alasannya.
Boy pulang. Dengan membawa sedikit pakaian dan meninggalkan banyak barang. Karena ia yakin akan segera kembali. Ke rumahnya di Arkademi. Di pintu saya memeluk badan kurusnya: “Cepat sembuh Boy. Kita akan ketemu lagi.”
Ketika di Bali, setiap saya tanya keadaannya beliau selalu menjawab: “Aku baik-baik saja.” Sampai dua ahad kemudian beliau berkata sehabis Idulfitri akan kembali ke Jakarta. “Aku mau bekerja lagi dengan Hilman,” katanya kepada kakaknya.
Dari Boy kami berguru wacana kecintaan pada tujuan, karya, dan misi bersama sebagai sebuah kelompok.
Dua hari sehabis ia mengucapkannya, kondisinya memburuk dan harus dibawa ke rumah sakit. Seminggu kemudian ia dioperasi dan semenjak itu belum sadarkan diri. Malam ini Popo mengabarkan Boy berpulang. Besok Kamis ia akan dimakamkan, meninggalkan kami saudara-saudaranya.
Beristirahatlah, Boy. Biarkan kami yang melanjutkan karya dan perjuanganmu. Semoga setiap ciptaanmu di Arkademi menjadi amal jariyah dikarenakan telah membantu banyak orang dalam berguru dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Selamat jalan, Boy. Tugasmu sudah selesai. Kita akan bertemu lagi. Bukan di Jakarta. Tapi di sebuah kawasan yang lebih baik. Di mana kita akan bercengkrama wacana dongeng usaha kita untuk membantu bangsa ini menjadi lebih baik.
Saudara-saudaramu di Arkademi,
Hilman, Muhammad Rifqi, Ricky Indrawan, Abdul Hakim
Sumber aciknadzirah.blogspot.com