Random post

Thursday, August 3, 2017

√ Jurnal Kesehatan Desa Siaga


BAB II
TINJAUAN TEORITIS


I. PENGERTIAN DESA SIAGA

Desa siaga adalah desa yang penduduknya mempunyai kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, peristiwa dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri menuju desa sehat.
Desa Siaga yaitu desa yang penduduknya mempunyai kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, peristiwa dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah mempunyai sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007).
Pengembangan desa siaga meliputi upaya untuk lebih mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa, menyiapsiagakan masyarakat menghadapi masalah-masalah kesehatan, memandirikan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan, serta berbagi sikap hidup higienis dan sehat. Dengan mewujudkan desa siaga akan sanggup segera di wujudkan desa sehat.

Inti acara desa siaga yaitu memberdayakan masyarakat semoga mau dan bisa untuk hidup sehat. Oleh lantaran itu maka dalam pengenbangannya dibutuhkan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (menfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang di hadapinya. Untuk menuju desa siaga perlu di kaji upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah ada menyerupai posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, siap antar jaga kesehatan ibu dan anak (Siaga KIA) dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal sebagai pengembangan menuju desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi desa siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada aneka macam UKBM. Pengembangan desa siaga juga merupakan revitalisasi pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu di hidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.

Desa siaga juga sanggup merupakan pengembangan dari konsep siap antar jaga (SIAGA), desa siap antar jaga sanggup dilengkapi komponen-komponen untuk menjadi desa siaga, yaitu dengan dikembangkannya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM, di kembangkannya sikap hidup higienis dan sehat (PHBS) dikalangan masyarakat, diciptakannya kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi kegawatdaruratan dan bencana, dikembangkannya surveilans penyakit, serta diciptakannya system pembiayaan kesehatan yang berbasis masyarakat.

Sejarah Desa Siaga
Penggagas Desa Siaga ini yaitu seorang pelopor perburuhan. Sri Kusyuniati (50), sebelum mencetuskan Desa Siaga telah menggeluti bidang perburuhan selama belasan tahun. Aktivis yang bersahabat dipanggil Kus ini, bahkan mendirikan Yayasan Annisa Swasti (Yasanti) untuk membela kepentingan kaum buruh perempuan, dan pernah menjabat sebagai administrator eksekutif selama hampir 13 tahun.
Sepak terjangnya merintis Desa Siaga ini sendiri bermula tahun 2001-2003, dikala ia bekerja untuk Program Maternal and Neonatal Health pertolongan dari USAID. Selain itu, pasca-lengsernya mantan presiden Soeharto, aneka macam gerakan memang berkembang pesat di Indonesia, termasuk gerakan buruh. Menurut Kus, dikala itu informasi kesehatan terlupakan, lantaran rakyat umumnya berkonsentrasi pada dilema politik dan reformasi.



Menyadari masih kurangnya perhatian masyarakat terhadap informasi kesehatan, Kus pada waktu itu berupaya merancang bentuk pengorganisasian masyarakat dengan memakai informasi kesehatan. Ia lantas menggagas suatu jadwal kesehatan untuk ibu dan bayi gres lahir, yakni jadwal Siaga (Siap-Antar-Jaga). Melalui jadwal ini, Kus ingin menyelamatkan para ibu dari kematian akhir persalinan, lantaran angka kematian ibu akhir persalinan di Indonesia sangat tinggi.
Tragisnya, berdasarkan Kus, penyebab kematian tersebut yaitu hal-hal sepele yang bisa dihindarkan. Hal sepele itu berpangkal dari “3 Terlambat”, yakni terlambat dibawa ke rumah sakit, terlambat ditangani, dan terlambat mendapat pertolongan.
Kus kemudian mencoba mengatasi dilema ini, antara lain dengan cara menghidupkan lagi sistem pranata desa yang pernah berlangsung di tahun 1960-an, di mana dalam keadaan darurat, seluruh masyarakat desa bersiaga. Sarana komunikasi berupa kentongan dihidupkannya kembali, dan kepedulian sosial yang telah mulai meredup di kalangan warga desa, perlahan namun pasti, dibangkitkannya lagi.
Ia ingin membangun suatu pranata masyarakat di mana kebersamaan timbul bukan lantaran “suruhan” atau paksaan dari atas, melainkan muncul atas kesadaran dan kerelaan dari bawah, atau dari kalangan masyarakat itu sendiri.
Gagasan wanita yang berlatar pendidikan ilmu keguruan dan perburuhan ini ternyata cukup berhasil. Pada tahun kedua berjalannya jadwal ini, Desa Siaga tumbuh pesat, dari 55 buah menjadi 300 Desa Siaga. Keberhasilan ini mendapat balasan positif dari Pemerintah Daerah (Pemda) Jawa Barat, yang lantas mengadopsi konsep ini untuk dijalankan di wilayahnya.



Keberadaan Desa Siaga, ternyata telah menunjukkan dampak positif, antara lain berhasil menurunkan angka kematian ibu dan anak, sehingga pada tahun 2004 jadwal ini diadopsi oleh Departemen Kesehatan, dan menjadi kebijakan nasional. Pada tahun 2006, Depkes menargetkan terbentuknya 12.000 Desa Siaga, dan tahun 2008, seluruh desa diharapkan telah menjadi Desa Siaga. Pengembangan Desa Siaga ternyata dipandang penting sebagai basis menuju masyarakat Indonesia Sehat.
           

                 
Tujuan umum 
Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya.

Tujuan khusus
  1. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa wacana pentingnya kesehatan.
  2. Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan ancaman yang sanggup mengakibatkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan sebagainya).
  3. Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan sikap hidup higienis dan sehat.
  4. Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
  5. Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan.
  6. Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
  7. Meningkatnya dukungan dan kiprah aktif para pemangku kepentingan dalam mewujudkan kesehatan masyarakat desa.


Untuk mempermudah taktik intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
  1. Semua individu dan keluarga di desa, yang di harapkan bisa melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
  2. Pihak-pihak yang yang mempunyai dampak terhadap perubahan sikap individu dan keluarga atau sanggup membuat iklim yang aman bagi perubahan sikap tersebut, menyerupai tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita dan pemuda, kader desa, serta petugas kesehatan.
  3. Pihak-pihak yang di harapkan menunjukkan dukungan kebijakan , peraturan perundangan, dana, tenaga,sarana , dan lain-lain. Seperti kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.


Sesuai dengan pengertian desa siaga, maka kriteria lengkap desa siaga terdiri dari 8 Indikator, yang antara lain :
  1. Adanya Forum Masyarakat Desa.
  2. Memiliki sarana pelayanan kesehatan dasar (bagi yang tidak mempunyai saluran ke puskesmas / pustu, sanggup dikembangkannya Pos Kesehatan Desa (POSKESDES).
  3. Adanya UKBM yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat (posyandu, warung obat desa, Ambulan Desa, Tabulin/Dasolin/Arlin, dan lain-lain).
  4. Memiliki system pengamatan penyakit dan factor-faktor risiko yang berbasis masyarakat (Surveilans Epidemiologi).
  5. Memiliki system kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan peristiwa berbasis masyarakat.
  6. Adanya Upaya dan terwujudnya lingkungan yang sehat.
  7. Adanya Upaya dan terwujudnya Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS).
  8. Adanya Upaya dan terwujudnya Keluarga sadar gizi (Kadarzi).


Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan kasus yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap : 
  1. mengidentifikasi masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang sanggup dimanfaatkan untuk mengatasi masalah, 
  2. mendiagnosis kasus dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah, 
  3. menetapkan alternatif pemecahan kasus yang layak, merencanakan dan melaksanakannya, serta
  4. memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan. Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh yaitu sebagai berikut:

Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini yaitu mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau training yang bersifat konsolidasi, yang diadaptasi dengan kondisi setempat. Keluaran atau output dari langkah ini para petugas yang memahami kiprah dan fungsinya, serta siap berhubungan dalam satu tim untuk melaksanakan pendekatan kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.



Tujuan langkah ini yaitu untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, semoga mereka tahu dan mau berhubungan dalam satu tim untuk berbagi Desa Siaga. Dalam langkah ini termasuk acara advokasi kepada para penentu kebijakan, semoga mereka mau menunjukkan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber daya lain, sehingga pengembangan Desa Siaga sanggup berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan semoga mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna membuat iklim yang aman bagi pengembangan Desa Siaga.

Jadi dukungan yang diharapkan sanggup berupa dukungan moral, dukungan finansial atau dukungan material, sesuai janji dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika di kawasan tersebut telah terbentuk wadah-wadah acara masyarakat di bidang kesehatan menyerupai Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap pertemuan dan kesepakatan.



Survei mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan semoga masyarakat dengan bimbingan petugas bisa melaksanakan telaah mawas diri untuk desanya. Survei ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta berdiri niat dan tekad untuk mencari solusinya. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka. Keluaran atau output dari SMD ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang sanggup didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut.


Tujuan penyelenggaraan musyawarah atau lokakarya desa ini yaitu mencari alternatif penyelesaian kasus kesehatan hasil SMD dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun planning jangka panjang pengembangan Desa Siaga. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari para tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah yaitu tokoh-tokoh wanita dan generasi muda setempat.
 Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia perjuangan yang bersedia mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu dibutuhkan upaya advokasi).

Data serta temuan lain yang diperoleh pada dikala SMD disajikan, utamanya yaitu daftar kasus kesehatan, data potensi, serta impian masyarakat. Hasil pendapatan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan bantuan apa yang sanggup disumbangkan oleh masing-masing individu/institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pengembangan Desa Siaga. Dalam hal ini, seyogianya masyarakat difasilitasi untuk hingga kepada kesimpulan wacana pentingnya hal-hal yang disebutkan sebagai kriteria Desa Siaga.



Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan acara sebagai berikut:
  1. Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga, Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pimpinan formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah & mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
  2. Orientasi/Pelatihan Kader Desa Siaga, Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi/pelatihan dilaksanakan oleh Puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi /pelatihan yang berlaku. Materi orientasi/pelatihan meliputi acara yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaimana telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu antara lain pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan palayanan kesehatan dasar menyerupai Poskesdes (jika diperlukan), pengelolaan UKBM, serta hal-hal lain menyerupai kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jaga, Keluarga Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air higienis dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawat-daruratan sehari-hari, kesiapsiagaan bencana, peristiwa luar biasa, warung obat desa (WOD), diversifikasikan pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), acara surveilans, sikap hidup higienis dan sehat (PHBS), dan lain-lain.
  3. Pengembangan Pelayanan Kesehatan Dasar Dan UKBM, Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes (jika diperlukan) bisa dikembangkan dari UKBM yang sudah ada, khususnya Polindes. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam planning kerja pembangunan Poskesdes. Dengan demikian sudah diketahui bagaimana pelayanan kesehatan dasar tersebut akan diadakan, membangun gres dengan kemudahan dari Pemerintah, membangun gres dengan pertolongan dari donatur, membangun gres dengan swadaya masyarakat, berbagi bangunan Polindes yang ada, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana Poskesdes Sudah berhasil diselenggarakan, acara dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan, dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang/tidak aktif.
Dengan telah adanya pelayanan kesehatan dasar dan UKBM serta terlatihnya kader dan terbentuknya Forum Desa Siaga, maka desa yang bersangkutan telah sanggup ditetapkan sebagai Desa Siaga Aktif. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan acara Desa Siaga secara rutin sesuai dengan kriteria Desa Siaga, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana, penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju Kadarzi dan PHBS, serta penyehatan lingkungan. 

Pelayanan kesehatan dasar melalui Poskesdes (bila ada), dan Pelayanan UKBM menyerupai Posyandu dan Lain-lain digiatkan dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku.Kegiatan-kegiatan di Desa Siaga utamanya dilakukan oleh kader kesehatan yang dibantu tenaga kesehatan profesional (bidan, perawat, tenaga gizi, dan sanitarian). Secara terencana acara Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang kesudahannya digunakan sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.



Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan aneka macam pihak. Perwujudan dari pengembangan jejaring Desa Siaga sanggup dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri atau Forum Komunikasi Desa Sehat dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama, juga diharapkan sanggup menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya yaitu pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan yang bersasaran desa.

Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga yaitu keaktifan para kader. Oleh lantaran itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan para kader semoga tidak drop out. Kader-kader yang mempunyai motivasi memuaskan kebutuhan sosial-psikologisnya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk berbagi kreativitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, contohnya dengan pemberian gaji/intensif atau difasilitasi semoga sanggup berwirausaha.

  1. Kembang yaitu desa dengan criteria tumbuh dan mempunyai system kewaspadaan dan kegawatdaruratan peristiwa serta system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat yang telah berjalan.
  2. Paripurna yaitu desa yang telah mempunyai seluruh criteria desa siaga.

G. Indikator Keberhasilan Desa Siaga       

                Indikator Masukan
Indikator masukan yaitu untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa
  • Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya
  • Ada / tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
  • Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal seorang bidan)
                Indikator Proses
Indokator proses yaitu indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa
  • Berfungsi / tidaknya Poskesdes
  • Berfungsi / tidaknya UKBM yang ada
  • Berfungsi / tidaknya Sistem kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan bencana.
  • Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat
  • Ada / tidaknya acara kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
     Indikator Keluaran
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil acara yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga, meliputi :
  • Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes
  • Cakupan pelayanan UKBM-UKBM lain.
  • Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan
  • Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS4.
                Indikator Dampak
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil acara di desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
  • Jumlah penduduk yang menderita sakit
  • Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa
  • Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
  • Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
  • Jumlah balita dengan gizi buruk.


BAB III
KESIMPULAN
Desa siaga adalah desa yang penduduknya mempunyai kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, peristiwa dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri menuju desa sehat.
Inti acara desa siaga yaitu memberdayakan masyarakat semoga mau dan bisa untuk hidup sehat. Oleh lantaran itu maka dalam pengenbangannya dibutuhkan langkah-langkah pendekatan edukatif, yaitu upaya mendampingi (menfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang di hadapinya. Untuk menuju desa siaga perlu di kaji upaya-upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang sudah ada menyerupai posyandu, polindes, pos obat desa, dana sehat, siap antar jaga kesehatan ibu dan anak (Siaga KIA) dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal sebagai pengembangan menuju desa siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi desa siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada aneka macam UKBM. Pengembangan desa siaga juga merupakan revitalisasi pembangunan kesehatan masyarakat desa (PKMD) sebagai pendekatan edukatif yang perlu di hidupkan kembali, dipertahankan dan ditingkatkan.
Tujuan umum Terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa wacana pentingnya kesehatan.
Untuk mempermudah taktik intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Semua individu dan keluarga di desa. tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita dan pemuda, kader desa, serta petugas kesehatan. kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.
Sesuai dengan pengertian desa siaga, maka kriteria lengkap desa siaga terdiri dari 8 Indikator, yang antara lain : Forum Masyarakat Desa. (POSKESDES). (posyandu, warung obat desa, Ambulan Desa, Tabulin/Dasolin/Arlin, dan lain-lain). (Surveilans EpidemiologI). penanggulangan kegawatdaruratan dan peristiwa berbasis masyarakAT. terwujudnya lingkungan yang sehat. (PHBS)(Kadarzi).
Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu/memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan kasus yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat). Yaitu dengan menempuh tahap-tahap : mengidentifikasi masalah, penyebabnya, dan sumber daya yang sanggup dimanfaatkan untuk mengatasi masalah. mendiagnosis kasus dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah. memutuskan alternatif pemecahan kasus yang layak, merencanakan dan melaksanakanny.
Indikator keberhasilan desa siaga
Indikator masukan yaitu untuk mengukur sebarapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan desa siaga,
Indokator proses yaitu indicator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan desa siaga,
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil acara yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga,
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil acara di desa dalam rangka pengembangan desa siaga, 

Sumber http://macrofag.blogspot.com