Kurang tiga bulan lagi, tepatnya pada selesai 2013, kita akan mengalami perubahan penting dan dahsyat dalam sistem keuangan. Pengawasan sistem perbankan yang ketika ini dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) akan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai mandat UU no. 21.
Sejauh ini, proses transisi yang dilakukan terhadap fungsi – fungsi di Departemen Keuangan, yaitu Pasar Modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan, berlangsung dengan lancar. Ini merupakan modal yang anggun dan bukti bahwa Otoritas Jasa Keuangan bisa melaksanakan transisi dengan baik.
Namun, transisi perbankan membutuhkan perhatian extra dan energi lebih. Selama periode 2008-2011, total aset bank umum tumbuh dari Rp2.310,6 triliun menjadi Rp3.652,0 triliun di tahun 2011. Dengan perkembangan tersebut, pertolongan kredit terhadap pembiayaan perekonomian juga terus meningkat. Pada selesai tahun 2011, rasio nilai kredit yang disalurkan terhadap PDB mencapai sekitar 30%.
Strategi & Tantangan OJK
Itu sebabnya semua tantangan yang sedang dan akan dihadapi dalam proses transisi harus dikaji secara mendalam dan segera dicarikan antisipasi dan jalan keluarnya. Apa saja tantangan dan seni administrasi untuk menghadapi tantangan tersebut?
Tantangan
Pertama ialah keterbatasan jumlah sumber daya insan (SDM). Saat ini sedang diupayakan semoga pegawai BI, khususnya pengawasan perbankan, mau pindah ke Otoritas Jasa Keuangan.
Masalahnya, proses pemindahan ini sifatnya sukarela, bukan paksaan. Muncul risiko bahwa kalau nanti pegawai BI yang mau pindah jumlahnya jauh dari memadai, transisi akan menghadapi krisis jumlah pengawas.
Masalah tidak hanya dari segi jumlah, kemampuan SDM menjadi tantangan tersendiri. Tuntutannya ialah membangun sistem pengawasan yang terintegrasi menghadapi konglomerasi sektor jasa keuangan. Sementara, selama ini pengalaman SDM ialah melaksanakan pengawasan secara sektoral sesuai bidang masing – masing. Misalnya, Bapapem hanya mengawasi pasar modal, forum keuangan mengawasi asuransi dan dana pensiun, begitu pula pengawasan perbankan.
Kedua ialah soal budaya dan proses kerja. Sebagai organisasi gres yang dibuat dari campuran aneka macam organisasi yang berbeda sebelumnya, perbedaan budaya kerja dan proses kerja dari masing – masing karyawan amat kental, yang perlu segera disatukan dalam satu budaya dan proses kerja baru.
Ini ialah hal yang normal dalam sebuah proses pembentukan organisasi baru, apalagi yang dibuat bukan secara organik, tetapi hasil penggabungan. Namun, tantangan ini harus bisa diatasi secara bertahap. Otoritas Jasa Keuangan diperlukan mempunyai budaya dan proses kerja sendiri, yang harus dianut oleh semua pegawainya. Budaya kerja dan proses kerja dari organisasi yang usang harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru. Karena dengan itu, proses organisasi sanggup berjalan efektif.
Ketiga ialah ketersediaan data yang reliable. Infrastruktur data masih dipegang BI dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Meskipun ketika pengalihan pengawasan dari di selesai 2013, data akan ikut dialihkan ke OJK. Namun, pengalihan tersebut membutuhkan waktu yang tidak cepat. Apalagi, tidak hanya soal pengalihan saja, namun yang lebih penting ialah pemahaman atas data tersebut, bagaimana membaca data tersebut.
Dalam proses pengawasan dan pengaturan, data ialah hal yang amat kritikal. Bisa dibayangkan bagaimana proses pengawasan dan pengambil keputusan bisa dilakukan dengan baik, tanpa ketersediaan data yang memadai. Data menjadi basis pengambilan keputusan yang akurat dan tepat.
Strategi
Ketiga tantangan tersebut merujuk pada kondisi internal. Ya memang tantangan paling besar ialah persiapan internal secara organisasi dan infrastruktur pendukung untuk sanggup menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya.
Ini terkait kenyataan bahwa Otoritas Jasa Keuangan ialah organisasi yang baru, yang dibuat dalam waktu relatif singkat, sementara fungsi dan tanggungjawabnya amat besar. Ia menyerupai superbody dalam pengawasan dan pengaturan forum jasa keuangan.
Keberhasilan Otoritas Jasa Keuangan sejauh ini melaksanakan proses transisi yang relatif mulus dan tanpa gejolak, patut diappresiasi. Ini mengatakan proses dan jajaran pimpinan sudah melaksanakan sesuatu yang benar.
Terkait tantangan yang diuraikan sebelumnya, sejumlah seni administrasi sanggup dilakukan.
Pertama, mengenai SDM, langkah paling cepat mengatasi kekurangan orang ialah rekruitmen dari luar. Banyak pihak, dari forum jasa keuangan, akademisi dan forum negara, yang punya kapabilitas dan pengalaman mengenai pengelolaan forum jasa keuangan yang sangat sanggup membantu. Mereka sebaiknya diajak bergabung melalui proses seleksi masuk terbuka.
Terhadap karyawan, perlu dilakukan assessment dan mapping SDM dengan tujuan mengevaluasi di serpihan mana kekurangan orang yang paling urgen untuk diisi dan mengetahui potensi – potensi yang dimiliki karyawan yang bisa dipakai untuk rotasi mengisi posisi yang kosong.
Yang kritikal ialah bagaimana karyawan BI, khususnya pengawasan perbankan, nanti bersedia pindah, ketika dilakukan pengalihan fungsi pengawasan dari BI. Kita tahu bahwa perpindahan tersebut bersifat sukarela.
Oleh lantaran itu, Otoritas Jasa Keuangan sebaiknya pro-aktif dan jemput bola dengan mempresentasikan ke karyawan BI, laba pindah. Keuntungan tersebut sebaiknya tidak hanya menyangkut secara keuangan tetapi juga kesempatan perkembangan diri.
Kedua, mengenai budaya kerja dan proses kerja, pimpinan perlu melaksanakan tone from the top dan sosialisasi yang masif soal budaya kerja. Kenapa? Karena tanpa pesan dari pimpinan, budaya kerja gres sulit diadopsi oleh karyawan – karyawan telah punya budaya kerja usang dari organisasi sebelumnya yang besar lengan berkuasa melekat.
Saat ini sudah ada komite etik, ini hal yang anggun lantaran komite tersebut bisa menjadi pendorong dan bukti keseriusan menerapkan nilai – nilai yang diputuskan oleh administrasi OJK. Nilai – nilai ialah elemen budaya kerja baru.
Sebagai organisasi baru, proses kerja umumnya masih belum lengkap dan karyawan membawa proses kerja dari organisasi usang yang belum tentu sesuai. Cara yang bisa dilakukan ialah menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap proses kerja. SOP ini sanggup dibuat gres atau dimodifikasi dari proses yang sudah ada yang diadopsi sesuai kondisi yang baru.
Dengan SOP, proses kerja menjadi sesuai dengan standard gres yang diinginkan oleh organisasi. SOP harus disetujui oleh semua pihak yang berkepentingan, sehingga sebelum sebuah proses diimplementasikan, penilaian menyeluruh sudah dilakukan terlebih dahulu.
Untuk memastikan proses dijalankan sesuai SOP, perlu dibuat fungsi Quality Assurance (QA) yang tujuannya melaksanakan penilaian dan perbaikan atas semua proses kerja secara rutin. SOP menjadi dasar penilaian QA tersebut.
Ketiga, soal data, ini proses yang tidak bisa cepat lantaran pemahaman data membutuhkan waktu. Paling simpel ialah berhubungan dengan BI sebagai pihak yang selama ini mengelola data tersebut. Perlu dilakukan crash course mengenai bagaimana cara membaca dan menganalisa data – data forum keuangan tersebut.
Di samping itu, lantaran data sangat kritikal, pimpinan perlu menyusun road map pembangunan database yang komprehensif. Seiring fungsi dan tanggungjawab melaksanakan pengawasan terintegrasi, database pun harus didesain terintegrasi. Artinya, kalau suatu forum keuangan mempunyai aneka macam jasa keuangan (konglemarasi), maka data di OJK seharusnya sanggup menangkap dan menyajikan data tersebut. Jangan sampai, fungsi sudah harus integrasi, sementara data yang dimiliki masih sektoral sifatnya.
Ini memang bukan proses yang gampang lantaran dibutuhkan key tertentu yang sanggup menghubungkan cross-ownership antara forum jasa keuangan. Namun, lantaran ketika ini semua pengawasan keuangan di dalam satu atap, proses mengidentifikasi cross-ownership tersebut seharusnya lebih gampang dilakukan.
OJK menghadapi tantangan yang tidak mudah. Besarnya tanggungjawab dan kompleksnya industri yang harus diawasi menciptakan tugasnya super berat. Namun, pengalaman sejauh ini mengatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan sudah berhasil mengelola proses integrasi antara aneka macam forum pengawas dengan cukup mulus. Semoga proses transisi pengawasan perbankan dari BI yang akan berlangsung sempurna selesai tahun 2013 sanggup dilakukan dengan lancar sehingga impian UU akan pengawasan forum jasa keuangan yang terintegrasi sanggup diwujudkan.
Artikel Keuangan:
- KPR Indent Dilarang BI, Muncul Risiko Baru
- Cara Investasi Reksadana, Banyak Pilihan dan Tidak Sulit
- Perencanaan Keuangan Keluarga – Ligwina Hananto vs. Prita H Ghozie
- Adakah ATM yang Gratis Biaya Transaksi di mesin ATM Bank Lain, Tanpa Syarat?
Dimuat di Koran KONTAN 08 Okt 13
Sumber https://duwitmu.com