KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM NOMOR: 6931 TAHUN 2018 TENTANG PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS) BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH PADA PONDOK PESANTREN TAHUN ANGGARAN 2019
A. Latar Belakang
UNDANG-UNDANG Nomor 20 Tahun 2003 wacana Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa sistem pendi- dikan nasional harus bisa menjamin pemerataan kesem- patan pendidikan dan peningkatan mutu serta relevansi pendidikan untuk menghadapi tantangan perubahan kehi- dupan lokal, nasional, dan global. Pada Pasal 34 ayat 2 menyebutkan pemerintah dan pemerintah kawasan menjamin terselenggaranya wajib mencar ilmu minimal pada jenjang pendi- dikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib mencar ilmu merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh forum pendidikan Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Kon- sekuensi dari amanat undang-undang tersebut yakni pemerintah dan pemerintah kawasan wajib memperlihatkan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat dasar (SD/MI, SMP/MTs, dan sederajat). Kementerian Agama yang menangani pendidikan Madrasah dan Pesantren mempunyai tanggungjawab yang sama dengan forum pendidikan lain dalam melaksanakan amanat UU tersebut.
Usaha untuk memenuhi amanat undang-undang ter- sebut dilakukan melalui jadwal wajib mencar ilmu 9 tahun. Program yang telah dimulai dari tahun 1994 tersebut berhasil dituntaskan dengan indikator Angka Partisipasi Kasar (APK) SMP/MTs sederajat mencapai 98,2% pada tahun 2010.
Konsekuensi dari keberhasilan jadwal Wajib Belajar 9 Tahun tersebut yakni meningkatnya jumlah siswa lulusan MTs/sederajat yang harus ditampung oleh pendidikan menengah. Pusat Data Statistik Pendidikan atau PDSP Kemen- dikbud tahun 2011 menyatakan bahwa dari 4,2 juta lulusan MTs/sederajat, hanya sekitar 3 juta yang melanjutkan ke Sekolah Menengah (SM) dan sisanya sebesar 1,2 juta tidak melanjutkan. Sementara pada waktu yang bersamaan, sekitar 159.805 siswa SM mengalami putus sekolah yang sebagian besar disebabkan lantaran alasan ketidakmampuan membayar biaya pendidikan.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, Pemerintah mencanangkan jadwal Wajib Belajar 12 Tahun yang rintisannya dimulai pada tahun 2012 dengan Program Menengah Universal. Salah satu dari tujuan jadwal tersebut yakni memperlihatkan kesempatan kepada masyarakat terutama yang tidak bisa secara ekonomi untuk mendapat layanan pendidikan menengah yang terjangkau dan bermutu.
Untuk mencapai tujuan Program Wajib Belajar 12 Tahun tersebut, Pemerintah telah menyiapkan anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang akan disalurkan kepada SMA/SMK/MA/sederajat negeri dan swasta, termasuk juga kepada satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, serta pendidikan kese- taraan pada pondok pesantren salafiyah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren di seluruh Indonesia. Tujuan digulir- kannya jadwal BOS ini yakni secara sedikit demi sedikit membantu siswa miskin memenuhi kebutuhan biaya pendidikan dalam rangka Wajib Belajar 12 Tahun.
Pemberian BOS bagi satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, serta pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren, dilaksanakan dalam bentuk jadwal Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren.
Untuk memperlihatkan contoh dalam Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren tahun anggaran 2019, telah disusun Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019 yang ditetapkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam wacana Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019. Dalam rangka peningkatan akuntabilitas dan simplifikasi pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019, dipandang perlu untuk menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Penyusunan Petunjuk Teknis ini dimaksudkan untuk Untuk memperlihatkan contoh dalam Pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren pada tahun anggaran 2019.
2. Tujuan
Penyusunan Petunjuk Teknis ini bertujuan untuk mengatur prosedur pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019 semoga tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan ber- tanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
C. Asas
Asas yang dipakai sebagai contoh penggunaan Wewenang bagi Pejabat Pemerintahan dalam mengeluarkan Keputusan dan/atau Tindakan dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan sebagaimana dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2014 wacana Administrasi Peme- rintahan, yaitu asas legalitas, asas sumbangan terhadap hak asasi manusia, serta asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) yang meliputi asas kepastian hukum, asas keman- faatan, asas ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan wewenang, asas keterbukaan, asas kepen- tingan umum, dan asas pelayanan yang baik
D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Petunjuk Teknis (Juknis) ini meliputi: Penda- huluan, Pelaksanaan BOS Pondok Pesantren, Laporan Per- tanggungjawaban, Ketentuan Perpajakan, Larangan dan Sanksi, Tugas dan Tanggungjawab Organisasi, Pengendalian dan Pengawasan, serta Penutup.
E. Pengertian Umum
1. Bantuan Operasional Sekolah Pada Pondok Pondok Pesantren, yang selanjutnya disebut BOS Pondok Pesan- tren yakni jadwal pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasional non personalia bagi satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, serta pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren.
2. Pendidikan keagamaan Islam yakni pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk sanggup menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan wacana pedoman agama Islam dan/atau menjadi hebat ilmu agama Islam dan mengamalkan pedoman agama Islam.
3. Pondok Pesantren yang selanjutnya disebut Pesantren yakni Lembaga Pendidikan Keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan Satuan Pendidikan Pesantren dan/atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya.
4. Wajib mencar ilmu yakni jadwal pendidikan minimal yang harus diikuti oleh Warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
5. Pendidikan formal yakni jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
6. Pendidikan nonformal yakni jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang sanggup dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
7. Pendidikan dasar yakni jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang melandasi jenjang pendidikan menengah, yang diselenggarakan pada satuan pendidikan berbentuk SD (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta menjadi satu kesatuan kelanjutan pendidikan pada satuan pendidikan yang berbentuk SMP (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau bentuk lain yang sederajat.
8. Pendidikan Menengah yakni jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal yang merupakan lanjutan pendidikan dasar, berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sederajat.
9. Pendidikan diniyah formal yakni forum pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh dan berada di dalam pesantren secara terstruktur dan berjenjang pada jalur pendidikan formal.
10. Satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren yang selanjutnya disebut satuan pendidikan muadalah yakni Satuan Pendidikan Keagamaan Islam yang diseleng- garakan, oleh dan berada pada Pesantren dengan mengem- bangkan kurikulum sesuai kekhasan Pesantren dengan
basis kitab kuning atau Dirasah Islamiyah dengan pola pendidikan mu’allimin secara berjenjang dan terstruktur yang sanggup disetarakan dengan jenjang pendidikan dasar dan menengah pada Kementerian Agama.
11. Pendidikan kesetaraan merupakan jadwal pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA yang mencakupi jadwal Paket A, Paket B, dan Paket C serta pendidikan kejuruan setara SMK/MAK yang berbentuk Paket C Kejuruan.
12. Pendidikan kesetaraan tingkat ula yakni pendidikan kesetaraan jenjang pendidikan dasar pada Pondok Pesan- tren Salafiyah yang setara dengan SD/MI.
13. Pendidikan kesetaraan tingkat wustha yakni pendidikan kesetaraan jenjang pendidikan dasar pada Pondok Pesantren Salafiyah setara dengan SMP/MTs.
14. Pendidikan kesetaraan tingkat ulya yakni pendidikan kesetaraan jenjang pendidikan menengah pada Pondok Pesantren Salafiyah yang setara dengan SMA/MA/SMK/ MAK.
15. Madrasah yakni satuan pendidikan formal dalam binaan Menteri Agama yang menyelenggarakan pendidikan umum dan kejuruan dengan kekhasan agama Islam yang meliputi Raudhatul Athfal (RA), Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah Aliyah (MA), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK).
16. Pendidikan Menengah Universal yang selanjutnya disebut PMU yakni jadwal pendidikan yang memperlihatkan layanan seluas-luasnya kepada seluruh warga negara Republik Indonesia untuk mengikuti pendidikan menengah yang bermutu.
17. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran yang selanjutnya disingkat DIPA yakni Dokumen Pelaksanaan Anggaran yang dipakai sebagai contoh Pengguna Anggaran dalam melaksanakan acara pemerintahan sebagai pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN).
18. Pengguna Anggaran Kementerian Agama yang selanjutnya disebut PA yakni Menteri Agama sebagai pejabat peme- gang kewenangan penggunaan anggaran pada Kemen- terian Agama.
19. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat KPA yakni pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian dari kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Agama.
20. Satuan Kerja yang selanjutnya disebut Satker yakni unit organisasi yang melaksanakan acara Kementerian Agama yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran.
21. Biaya non personalia yakni biaya untuk materi atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya tidak eksklusif berupa daya, air, jasa, telekomunikasi, peme- liharaan sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain-lain sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan.
22. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK yakni pejabat yang melaksanakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran belanja negara.
23. Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren yakni Direktorat pada Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI yang melaksanakan peru- musan dan pelaksanaan kebijakan, standardisasi, bim- bingan teknis serta penilaian di bidang pendidikan diniyah dan pondok pesantren.
24. Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren/TOS yakni bidang pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi yang melaksanakan pelayanan, bimbingan, pembinaan dan pengelolaan sistem informasi di bidang pendidikan diniyah dan pondok pesantren.
25. s3ki Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren/TOS yakni seci pada Kantor Kementerian Agama Kab/Kota yang melaksanakan pelayanan, bimbingan teknis, pembi- naan serta pengelolaan data dan informasi di bidang pendidikan diniyah dan pondok pesantren.
32. Rencana Anggaran Biaya (RAB) yakni perhitungan asumsi biaya pekerjaan yang disusun oleh Tim Perencana, dikalkulasikan secara keahlian menurut data yang sanggup dipertanggungjawabkan serta dipakai oleh Tim Pelaksana untuk melaksanakan BOP Pondok Pesantren.
33. Jadwal Pelaksanaan yakni jadwal yang memperlihatkan kebutuhan waktu yang diharapkan untuk menuntaskan pekerjaan pembangunan, terdiri atas tahap pelaksanaan yang disusun secara logis, realistik dan sanggup dilak- sanakan
Pelaksanaan BOS Pondok Pesantren
A. Tujuan BOS Pondok Pesantren
1. Meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib mencar ilmu 9 tahun yang ber- mutu, menuju jadwal wajib mencar ilmu 12 tahun pada layanan Pendidikan Keagamaan Islam.
2. Membebaskan segala jenis biaya pendidikan bagi seluruh santri miskin pada satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, serta pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren.
3. Meringankan beban biaya operasional sekolah pada satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan muadalah pada pondok pesantren, serta pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah yang diselenggarakan oleh pondok pesantren.
4. Memberikan kesempatan yang setara (equal opportunity) bagi santri untuk mendapat layanan pendidikan yang terjangkau dan bermutu.
B. Pengelolaan BOS Pondok Pesantren
1. Pengelola BOS Pondok Pesantren berbentuk Tim Pelaksana Kegiatan yang terdiri dari unsur sentra dan unsur daerah.
2. Unsur Pusat terdiri dari Pegawai Negeri Sipil pada Direk- torat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, serta unsur Non-Pegawai Negeri Sipil sebagai Pelaksana Teknis.
3. Unsur Daerah terdiri dari Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi dan Kantor Kemen- terian Agama Kabupaten/Kota, serta unsur Non-Pegawai Negeri Sipil sebagai Pelaksana Teknis.
4. Tugas unsur sentra Pengelola BOS pada Pondok Pesantren:
a. menyusun rancangan program;
b. memutuskan alokasi dana dan sasaran BOS tiap provinsi;
c. menyusun Petunjuk Teknis (Juknis) BOS pondok pesantren;
d. melaksanakan sosialisasi petunjuk teknis BOS pondok pesantren;
e. merencanakan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi;
f. memperlihatkan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat;
g. memonitor perkembangan penyelesaian penanganan pengaduan yang dilakukan oleh pengelola BOS pondok pesantren dari unsur daerah; dan
h. melaporkan setiap acara yang dilakukan kepada instansi terkait.
5. Tugas unsur kawasan Pengelola BOS pada Pondok Pe- santren:
a. mengangkat Pejabat Pembuat Komitmen yang ber- wenang mencairkan dana BOS;
b. Kantor Wilayah Kementerian Agama memutuskan alokasi dana BOS untuk setiap Pondok Pesantren akseptor BOS pada tiap Kabupaten/Kota;
c. merencanakan, melaksanakan sosialisasi, dan training jadwal BOS di tingkat wilayah;
d. melaksanakan pendampingan kepada pondok pesantren;
e. melaksanakan pendataan Pondok Pesantren akseptor BOS;
f. menyalurkan dana BOS ke pesantren sesuai dengan kebutuhan;
g. merencanakan dan melaksanakan monitoring dan evaluasi;
h. memperlihatkan pelayanan dan penanganan pengaduan masyarakat;
i. bertanggungjawab terhadap kasus penyimpangan peng- gunaan dana BOS di tingkat wilayah; dan
j. melaporkan realisasi dana BOS kepada Tim Pusat pengelola BOS pada Pondok Pesantren;
6. Dalam melaksanakan tugasnya, Pengelola BOS Pondok Pesantren dari unsur sentra berkoordinasi dengan Pengelola BOS Pondok Pesantren dari unsur daerah.
7. Pengelolaan BOS Pondok Pesantren pada masing-masing pondok pesantren dilaksanakan oleh tim yang dibuat oleh satuan pendidikan diniyah formal, satuan pendidikan mua- dalah pada pondok pesantren, atau pendidikan kesetaraan pada pondok pesantren salafiyah yang bertugas untuk:
a. mengirimkan data santri sebagai dasar penetapan dana BOS Pondok Pesantren pada tiap semester (Formulir BOS-02);
b. melaksanakan verifikasi jumlah dana yang diterima dengan data santri yang ada, dan apabila jumlah dana yang diterima melebihi dan atau kekurangan dari yang semestinya, maka harus segera memberitahukan ke- pada Pengelola BOS Pondok Pesantren dari unsur daerah;
c. mengidentifikasi santri miskin yang akan dibebaskan dari segala jenis iuran (Formulir BOS-03);
Berikut yakni tautan Download Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019:
Download Petunjuk Teknis (Juknis) Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada Pondok Pesantren Tahun Anggaran 2019
Sumber http://www.informasiguru.com