Setidaknya sudah 9 tahun lamanya semenjak saya belajar ilmu kimia, 8 tahun semenjak menyukainya, 6 tahun semenjak masuk jurusan kimia, dan 3 tahun semenjak menuliskannya secara rutin di blog ini. Perubahan dan perkembangan dari waktu ke waktu yang sangat panjang.
Aku bahagia sekali ketika pertama kali menyampaikan bahwa saya masuk tim Olimpiade Kimia SMA. Sebatas menjadi bab dari tim olimpiade kimia sekolah saja membuatku sangat besar hati pada ketika itu. Kemudian masuk kuliah di jurusan kimia, bagiamanapun saya sangat bangga, walaupun saya tidak sanggup melaksanakan banyak hal dalam kuliah S1, kurasa saya sedikit menyesal, tapi biarlah toh sudah berlalu.
Jurusan Kimia
Kalau kau di jurusan kimia, kau akan besar hati betapa kerennya itu. Betapa keren dan bangganya kau ketika orang bertanya “Jurusan apa kuliahnya?” kau jawab “Kimia”, sebagian besar respon yang pernah saya dapatkan ialah “Wihh… Susaah…”, “Wahh.. Pasti pinter nihh..”dan sejenisnya, walaupun itu nggak bener-bener amat, tapi apa boleh buat. Nikmati aja pujian-pujian macam itu.
Jadi pendapat bahwa jurusan Kimia isinya bawah umur pinter semua ialah kesalahan. Tapi kalau dikatakan jurusan kimia ialah jurusan yang sulit dan berat, maka sanggup dipastikan itu benar. Ilmu kimia itu sangat unik, ia menjadi “bridge of science” jembatan dari semua sains. Untuk belajar ilmu kimia kamu juga harus berguru sains lainnya, menyerupai matematika, biologi, fisika, bahkan tak menutup kemungkinan ilmu komputer (seperti yang saya lakukan sekarang).
Chemistry
Dulu di kampus, menjawab “Jurusan Kimia” itu terasa sangat keren (terlepas dari betapa bego-nya saya X). Tapi ketika saya hijrah ke kampung inggris, Pare untuk berguru bahasa inggris, ini menjadi lebih keren. Ketika ada yang bertanya jurusan, maka akan terasa “awesome” banget kalau udah menyampaikan “Chemistry”. Rasanya menyerupai jurusan yang 100x lebih sulit daripada kimia (padahal sama aja).
Aku menuntaskan kuliahku dengan skripsi di bidang Kimia Fisika, lebih tepatnya Simulasi Molekular (lebih dikenal Kimia Komputasi). Saat itu saya yakni mahasiswa pertama yang mengambil skripsi di Simulasi Molekular, pun saya menjadi yang pertama menuliskan skripsi Berbahasa Inggris di jurusan kimia (Thanks to my supervisor :).
Berkat dogma dari dosen pembimbimbingku, somehow saya sanggup kesempatan untuk melanjutkan kuliah S2 di Jepang. Kali ini bidang yang saya ambil sama dengan skripsiku, Simulasi Molekular yang dikampus digolongkan dalam Theorytical Chemistry.
Theoretical Chemistry
Kimia udah sangat keren, Kemudian Chemistry, dan kini Theoretical Chemistry. Sangat menarik melihat verbal orang ketika mendengar bidang kuliahku ini. Beberapa orang jepang bahkan tidak sanggup menyebutkannya dengan benar.
Kimia teoritis terasa menjadi jurusan yang 1000x lebih sulit daripada Chemistry, padahal ini yakni bidang kimia yang lebih fokus kepada kimia fisika. Memang terbilang cukup sulit, tetapi tidak sesulit yang dibayangkan.
Selama berusaha menguasai satu persatu skill yang diperlukan dan menyebarkan pengetahuan, niscaya sanggup menguasai bidang ini dengan benar.
Aku sangat besar hati berada di jurusan ini, dan sangat ingin berguru lebih. Mungkin banyak yang akan menyampaikan “Apa gunanya berguru kimia yang nggak aplikatif?” tapi saya bersikeras bahwa kimia teoritis itu lebih aplikatif dibandingkan bidang kimia lainnya.
Kita sedang berbicara mengenai pondasi ilmu kimia disini, tanpa pondasi yang kuat, menyerupai apapun bangunannya akan roboh. Ilmuwan kimia teoritis terus melebarkan pondasi Ilmu Kimia sehingga sanggup bertahan dan semakin luas.
Aku yakin kalau saya berusaha terus, niscaya sanggup benar-benar melaksanakan penelitian di bidang Theoretical Chemistry dan menjadi seorang Al-Chemist.. :DSory mendengar omelan anak kecil yang gres terbuka matanya.
“Bahwa banyak hal yang harus kita pelajari hari ini, dan esok”
Sumber https://mystupidtheory.com