Nilai diri kita tidak ditentukan dari apa yang kita tahu. Tapi dari apa yang kita bisa dan apa yang kita lakukan, khususnya bagi orang-orang di sekitar kita. ‘Tahu’ tak lagi menjadi sesuatu yang istimewa di masa surplus info ini. Bahkan, di zaman ini kita tahu hal-hal yang tak perlu kita ketahui.
Kita memerlukan pengetahuan yang membuat kita bisa dan melaksanakan ha-hal secara lebih baik. Pengetahuan yang berdampak faktual pada keseharian kita. Pengetahuan yang membuat kita bergerak untuk segala tujuan yang baik. Untuk diri kita dan orang lain.
Kewirausahaan selalu memikat saya. Dari sanalah saya bisa melihat begitu banyak hal-hal terbaik pada diri manusia: keberanian, tekad, kemandirian, tujuan, kerja keras, keluhuran, kepandaian, pantang menyerah, dan kepercayaan pada mimpi sendiri. Segala nilai yang membuat kehidupan di dunia ini menjadi berarti. Wirausahawan ialah orang yang membuat jalannya sendiri untuk menjangkau apa yang mereka percayai.
Mimpi-mimpi itu mesti dirawat dan ditemani semoga datang di tujuannya.
Salah satu rutinitas saya di internet ialah mengembangkan pengetahuan dan pengalaman. Baik melalui Facebook atau blog. Namun belakangan ini saya gelisah alasannya kebiasaan itu. Apakah saya melakukannya hanya alasannya saya suka, atau untuk membantu orang memecahkan persoalan yang nyata? Apakah yang saya bagi bisa membuat orang lain bergerak? Apakah yang saya bagikan bisa membuat dampak? Apakah sanggup mengantarkan seseorang dari tidak bisa menjadi bisa, bukan sekedar dari tidak tahu menjadi tahu?
Saya punya 30 lebih akta di bidang kewirausahaan, manajemen, pemasaran, digital marketing, hingga jurnalistik, dari institusi dalam dan luar negeri. Tapi belakangan saya masygul dan gundah. Sertifikat-sertifikat ini hanya sebuah kertas, bahkan bukan kertas sama sekali. Ia tak berarti apapun alasannya tak saya gunakan untuk membantu orang lain untuk memecahkan masalahnya.
Saya bahkan aib kepada seorang tukang kebun, yang tak punya akta apapun, tapi bisa membantu orang lain menghadirkan keindahan.
Saya rasa itulah salah satu persoalan besar dalam sistem pendidikan kita: berguru hanya untuk tahu, skor dan lulus, bukan untuk memecahkan persoalan yang nyata.
Kita semestinya sanggup menentukan apa yang hendak kita pelajari untuk membuat kita bisa dan bergerak: memecahkan persoalan secara lebih baik dan membantu orang di sekeliling kita. Bukan sekedar untuk tahu, lulus, atau mempunyai selembar kertas pengakuan. Kita semestinya juga bisa berguru dari sesama. Dari mereka yang tak hanya mempunyai pengetahuan, tapi juga keterampilan, pengalaman, serta budi — dan yang terpenting ialah harapan membantu orang lain.
Karena itulah Arkademi dilahirkan tak hanya sebagai ruang, tapi juga pergerakan. Bahwa kita bisa berguru dari sesama untuk bersama bergerak dan tumbuh. Kita saling mengajarkan dan mendorong sesama untuk bergerak dan bisa. Di Arkademi, kita membantu orang lain untuk terampil dalam memecahkan masalah-masalah faktual yang berafiliasi pribadi dengan hidup mereka.
Karena itu, Arkademi tak akan memperlihatkan akta apapun yang bernilai sebagai tanda pengakuan. Kita tak memerlukan kertas akta untuk menumbuhkan perjuangan kuliner, laundry, rental mobil, atau menjadi pemimpin yang menginspirasi. Kita tak perlu sertifkat apapun semoga bisa membantu memecahkan persoalan orang lain. Kita hanya harus bergerak dan mencobanya. Di Arkademi, kita akan saling menolong membuat orang lain bisa dan membantu merawat mimpi dengan terus bergerak. Kelas-kelas di Arkademi yang kelak mengatakan akta kelulusan hanya dipakai sebagai gamifikasi, menyerupai juga halnya lencana kelas (badge) dan leaderboard (peringkat seluruh siswa di dalam sebuah kelas).
Pembelajaran online bukanlah nilai utama dari Arkademi. Sudah terlalu banyak massive open online course (MOOC) di luar sana, baik yang berbahasa Indonesia maupun bahasa asing. Bahkan jauh lebih canggih dibanding Arkademi yang hanya project pribadi saya seorang diri. Nilai Arkademi ada dua: skenario faktual (real world scenario) untuk mengasah kemampuan memecahkan persoalan serta berpikir kreatif, dan sesama (social learning).
Saya percaya pada 7 hal perihal belajar:
- Belajar harusnya bisa ditindaklanjuti secara faktual (actionable)
- Belajar mestinya mempertemukan kita pada skenario dunia faktual (real world scenario)
- Belajar harusnya bisa dilakukan antar sesama (social)
- Belajar harusnya menyenangkan (fun)
- Belajar harusnya dihadirkan dengan pengalaman gres (user experience)
- Belajar harusnya bisa dilakukan dimanapun dan kapanpun (on-demand)
- Belajar harusnya berkelanjutan (continous)
Saya bukan guru atau berprofesi di bidang pendidikan. Tapi saya mempunyai 7 keyakinan di atas sebagai seorang pembelajar hingga dikala ini alasannya menemukan masalah-masalah tersebut dalam dunia pendidikan dan pembelajaran berkelanjutan. Tak ada satu teori pun yang saya pegang. Tapi itu tak menghalangi saya dalam menguji keyakinan di atas sebagai hipotesis lewat Arkademi yang dikala ini tengah dikembangkan.
Arkademi akan fokus pada tema-tema kewirausahaan untuk kalangan pemula dan menengah, bahkan yang belum mulai sekalipun. Pada kelas awal Arkademi (Menguji Ide, Produk, dan Pasar), saya berusaha keras mengkombinasikan 7 elemen di atas. Yang ketika dikerjakan, barulah saya menghadapi tantangan berat. Bukan hanya bisa membuat konten, kisah, skenario, dan kuis. Tapi juga mengembangkan teknologi dan user experience-nya. Tapi saya tak percaya ada yang besar di balik sesuatu yang mudah.
Tema pembelajaran di Arkademi akan terbatas pada hal-hal yang pribadi bisa dipraktekkan. Setiap teori akan dititikberatkan pada bagaimana dia bisa memecahkan persoalan yang nyata. Mentor di Arkademi ialah mereka yang mempunyai kombinasi pengetahuan, pengalaman, dan kebijaksanaan. Orang-orang itu umumnya ialah sesama kita sendiri. Umumnya, mentor MOOC ialah para akademisi dengan sederet gelar. Bukan para ‘amatiran’ menyerupai kita. Tapi saya percaya pada amatir. Karena para amatirlah yang menuntaskan masalah-masalah yang meski kecil namun nyata. Dari yang kecil itulah yang besar bermula.
Dunia ini ialah taman bermain bagi mereka yang terampil. Lewat Arkademi, saya hendak ikut ambil bab dengan mengirimkan lebih banyak orang ke taman itu. Arka ialah cahaya atau matahari dalam bahasa Sansakerta. Semoga Arkademi bisa membawa terperinci bagi banyak orang. (*)
Balikpapan, 18 Oktober 2017
Salam hormat,
Hilman Fajrian
Founder Arkademi
Sumber aciknadzirah.blogspot.com