Random post

Saturday, March 18, 2017

√ Askep Adenocarcinoma Prostate

ASKEP ADENOKARSINOMA PROSTAT



A. KONSEP DASAR
  1. Pengertian Adenocarsinoma prostat
a. Adenocarsinoma prostat
       “Adenocarsinoma ialah tumor yang berasal dari epitel kelenjar yang sanggup mengadakan penyebaran dengan cara limfogen dan hematogen”. (Robbins, S.L, 1995:97)
   Menurut Ahmad Ramali dan Pamoentjak 2003: 34 disebutkan :
  “Adenocarsinoma merupakan tumor ganas yang sel-selnya tertatur ibarat susunan sel kelenjar”.
          Sukarja (2000 : 1) menjelaskan bahwa “Adenocarsinoma ialah suatu penyakit pertumbuhan sel, lantaran adanya kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan deferensiasi sel-sel kelenjar prostat".
 Dari ketiga pengertian di atas sanggup disimpulkan bahwa Adenocarsinoma prostat merupakan tumor ganas pertumbuhan sel oleh lantaran kerusakan gen yang mengatur deferensiasi yang berasal dari epitel kelenjar yang sel-selnya teratur ibarat susunan sel kelenjar yang sanggup mengadakan penyebaran dengan cara limfogen dan hematogen.


  1. Anatomi dan fisiologi
a. Anatomi kelenjar prostat
Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terletak di bawah vesika urinaria menempel pada dinding bawah vesika urinaria, di depan rektum, disekitar uretra belahan atas. ( Syaifudin 1997:119)
                         Kelenjar prostat kira-kira sebesar buah kenari dengan ukuran        4 x 3 x 2.5 cm dan beratnya kurang dari lebih 20 gram yang terdiri dari atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa zona yaitu, periper, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan anterior (McNeal, 1970. dalam Basuki B Purnomo, 2000:7)
                        Kelenjar prostat terdiri dari dua bentuk yang terdiri dari kelenjar-kelenjar di belahan tepi prostat yaitu kelenjar yang panjang-panjang dan kelenjar-kelenjar di belahan tengah yang terdiri dari kelenjar yang pendek-pendek dan bercabang-cabang. Kedua bentuk tadi akan mengalami perubahan pada umur 40-60 tahun, perubahan tersebut terjadi pada otot-otot polos stroma menglami atrofi, jaringan ikat kolagen stroma bertambah, epitel torak menjadi bertambah, tonjolan atau papil menjadi lebih jelas. Mula-mula perubahan ini terjadi setempat-setempat terutam pada belahan tepi sedangkan belahan tengah mengalami hiperplasia, sehabis umur 60 tahun seluruh belahan prostat akan mengalami atrofi secara perlahan-lahan. (Himawan, Sutisna,
 1992 : 304)
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama semen yang lain pada ketika 3j4kulasi. Cairan ini merupakan + 25 % dari volume ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau bermetamorfosis kanker ganas sanggup membuntu uretra posterior dan menjadikan terjadinya obstruksi saluran kemih. 

Gambar 2.1
Kedudukan kelenjar prostat, t3st1s tampak samping
  Sumber : Martin, Frederic (1989 : 820 )



Gambar 2.2
Kedudukan kelenjar prostat, tampak depan
Sumber : Anagnostafor and Tortora (1978 : 647)

b. Fisiologi
Prostat ialah suatu alat tubuh yang bergantung kepada dampak endokrin dan sanggup dianggap imbangan (counterpart) dari pada payudara pada wanita. Sel-sel epitel kelenjar prostat sanggup membentuk enzim fosfatase asam yang paling aktif bekerja pada pH 5. Enzim ini sangat sedikit sehingga tidak sanggup diukur dalam darah. Pada neoplasma prostat pembentukan enzim cukup banyak, sehingga sanggup diukur dalam darah. (Himawan, Sutisna, 1992 : 304-305)
Kelenjar prostat menyekresi cairan alkali yang encer, ibarat susu, yang mengandung asam sitrat, kalsium, dan beberapa zat lain. Selama pemancaran kapsula kelenjar prostat berkontraksi serentak dengan kontraksi vas deferens dan vesika seminalis sehingga cairan kelenjar prostat encer menambah massa semen. Sifat alkali cairan prostat sangat penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, lantaran cairan vas deferens relatif asam lantaran adanya hasil final metabolisme sperma dan kesannya menghambat fertilisasi dan motilitas sperma. Sekret v@gin@ pada perempuan asam (pH 3.5 hingga 4.0). Sperma tidak sanggup bergerak optimum hingga pH cairan sekitarnya meningkat sekitar 6 hingga 6.5 akibatnya, mungkin bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan lain tersebut setelah 3j4kulasi dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma.(Guyton & Hall, 1993: 731).

3.      Etiologi
a.        Etiologi Adenocarsinoma Prostat
Menurut Ignatavicius,D, et all, 1995:2103 dan Robbins, S.L., 1995 : 362) “Etiologi yang mensugesti terjadinya karsinoma prostat belum diketahui secara pasti, namun secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang sanggup mensugesti terjadinya karsinoma prostat”.
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenocarsinoma prostat ialah :
1)    Faktor keturunan/herediter
 Faktor keturunan kuat terhadap bencana karsinoma prostat terbukti adanya kecenderungan bencana karsinoma prostat dalam satu rumpun keluarga.
Semakin banyak anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, maka semakin besar resiko anggota keluarga yang lain untuk sanggup terkena kanker prostat juga, bila ada satu anggota keluarga yang mengidap penyakit ini, maka resiko meningkat dua kali lipat bagi yang lain, bila ada 2 anggota keluarga, maka resiko meningkat menjadi 2-5 kali.( Judarwanto Widodo,2005 )
Ras kulit gelap lebih berisiko 2 kali lebih besar dari kulit putih untuk terjadinya kanker prostat “---terletak pada penyebab lingkungan dan faktor sosial dan bukan penyebab faktor karakteristik biologi, orang kulit putih lebih menyadari dampak lingkungan, didukung oleh tingkat pendidikan yang tinggi, orang kulit gelap sebaliknya”. (Long, Barbara C 1996 :280 )
2)    Faktor hormona
Walaupun metabolisme hormon steroid dalam penelitian belum diketahui secara pasti, tetapi diduga bahwa persentase hormon dalam keganasan ini sangat penting. Seperti halnya pada prostat normal, pertumbuhan dan perkembangan karsinoma prostat tergantung pada hormon androgen baik yang diproduksi oleh sel Leydig t3st1s maupun oleh kelenjar adrenal . Androgen diharapkan untuk mempertahankan epitel prostat yang kemudian diubah oleh zat-zat yang belum dikenal.
Kadar hormon testesteron yang tinggi bekerjasama dengan peningkatan resiko kanker prostat. Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestoteron (DHT) oleh enzim 5 alpha-reductase, yang memegang tugas dalam proses pertumbuhan sel-sel prostate ( Judarwanto Widodo, 2005)
3)    Makanan/diet
 Angka bencana karsinoma prostat dipengaruhi oleh faktor kebiasaan makanan. Seperti kebiasaan makan kuliner yang tinggi lemak dan kolesterol yang sanggup meningkatkan resiko terjadinya kanker. Sedangkan sayuran hijau dan merah sanggup mencegah terjadinya kanker prostat.
4)      Lingkungan
Pekerja-pekerja yang terpapar  pada kadnium, para laki-laki yang bekerja di pabrik ban dan karet, para mekanik, petani dan pekerja tambang tembaga mempunyai resiko yang tinggi mengalami kanker prostat, kondisi kemudian lintas dengan emisi gas buang yang tinggi (timbal) menyumbang terjadinya kanker.
                                                                                                                                                                                                                                
4.      Patofisiologi Proses maligna
Menurut Suzanne C Smeltzer dan Brenda G Bare,( 2002: 317). Kanker ialah proses penyakit yang bermula ketika mutasi genetik dari DNA selular. Sel aneh ini membentuk klon dan mulai berproliferasi secara abnormal, mengabaikan sinyal mengatur pertumbuhan dalam lingkungan sekitar sel tersebut.
Kemudian dicapai suatu tahap dimana sel mendapatkan ciri-ciri invasif, dan terjadi perubahan pada jaringan sekitarnya. Sel-sel tersebut menginfiltrasi jaringan sekitar dan memperoleh kanal ke limfe dan pembuluh- pembuluh darah, melalui pembuluh tersebut sanggup terbawa ke area lain dalam tubuh untuk membentuk metastase pada belahan yang lain. Terdapat beberapa pola pertumbuhan sel dan disebut dengan istilah Hiperplasia, Metaplasia, Displasia, Anaplasia dan neoplasia
Hiperplasia, yaitu peningkatan jumlah sel-sel jaringan merupakan proses proliferasi yang umum dijumpai selama periode pertumbuhan yang cepat, hal tersebut dikatakan normal bila sesuai dengan tuntutan fisiologik. Menjadi aneh bila pertumbuhan melebihi tuntutan fisiologik ibarat yang terjadi pada iritasi kronis.
Metaplasia, terjadi apabila salah satu sel matur diubah menjadi tipe yang lain melalui stimulus yang mensugesti sel batang induk, ibarat pada masalah inflamasi kronik dan pemajanan materi kimiawi.
Displasia, ialah pertumbuhan sel yang aneh yang menjadikan sel-sel yang berbeda dalam ukuran, bentuk dan susunannya dengan sel-sel lain dari tipe jaringan yang sama. Dapat terjadi lantaran radiasi dan inflamasi kronik.
Anaplasia, ialah deferensiasi sel-sel displastik pada derajat yang lebih rendah. Sel-sel anaplastik sulit dibedakan dan bentuknya tidak beraturan atau tidak selaras dengan pertumbuhan dan pengaturan
Neoplasma, digambarkan sebagai pertumbuhan sel yang tidak terkontrol yang tidak mengikuti tuntutan fisiologik,  dapat maligna atau benigna.
Karakteristik sel maligna ialah mengabaikan perbedaan-perbedaan individualnya, adanya protein tertentu, inti, kecacatan kromosom dan kecepatan mitosis pertumbuhanya. Membran sel maligna mengandung protein yang disebut antigen spesifik tumor dan Prostate Specifik Antigen (PSA). Membran selular maligna juga mengandung lebih sedikit fibronektin yaitu semen selular sehingga membran sel maligna kurang kohesif terhadap sel-sel sekitarnya dan tidak menempel dengan cepat. Inti dari sel-sel kanker seringkali besar dan bentuknya tidak beraturan, nukleolus tempat RNA lebih banyak dan besar. Mitosis terjadi lebih sering pada sel maligna dibanding sel normal.

5.      Penetapan stadium dan pembagian terstruktur mengenai kanker prostat
Penetapan Stadium ini sesuai dengan UICC yang diusulkan oleh Schroder dan Hermanek pembagian terstruktur mengenai TNM pada tahun 1992. (C.J.H Van de Velde, F.T Bosman, DJ. TH. Wagener, 1996 : 547 ) yaitu sebagai berikut :
·                             T 1 : Karsinoma yang ditemukan insidental (tidak sanggup dipalpasi)
·                               T1a :Karsinoma insidental pada kurang dari 5 % jaringan yang direseci.
·                             T1b : Karsinoma insidental pada 5 % jaringan yang direseci.
·                             T1 :Tumor diketahui lantaran biopsi, contohnya lantaran PSA yang          meninggi.
·                             T2  : Karsinoma palpabel, terbatas pada prostat.
·                                     T2a : Tumor terbatas kurang dari setengah satu lobus prostat.
·                                T2b : Tumor lebih dari setengah dari satu lobus prostat, tetapi tidak    dikedua lobus prostat.
·                             T2c : Tumor di dalam kedua lobus prostat.
·                             T3   : Pertumbuhan tumor menembus kapsul prostat.
·                             T3a : Pertumbuhan di dalam kapsul unilateral.
·         T3b : Pertumbuhan di dalam kapsul bilateral.
·                             T3c : Invasi tumor di dalam satu dari kedua vesiculae seminalis.
·                             T4  : Pertumbuhan tumor lanjut dan fiksasi pada jaringan sekitarnya.
Tabel 2.1
Derajat diferensiasi karsinoma prostat berdasarkan Gleason

Grade
Tingkat Hitopatologi
2-4
Well differentiated
5-7
Moderately differentiated
8-10
Poorly differentiated
Sumber : Basuki B. Purnomo,(2000 : 157)
            Cepatnya  penyebaran dan terjadinya metastasis suatu tumor sepertinya dipengaruhi oleh faktor genetik penderitanya, konsep ini di sebut sebagai biologic predeterminism” yang menerangkan bahwa akhir pada penderita bergantung kepada “Predetermined aggressiveness” tumor (Sutisna H, 1992).
Tabel 2.2
Sistem pentahapan kanker prostat
American Joint Commitee on Cancer

Tahap
Tumor
Nodus
Metastase
histopatologis
I
T1
NO
MO
G2, 3-4
II
T2
NO
MO
Sembarang G
III
T3
NO
MO
Sembarang G
IV
T4 / sembarang T
NO-N3
MO/M1
Sembarang G

Tumor Primer (T)
T0 : Tidak ada bukti tumor primer.
T1 : Tumor yang secara klinis tidak tampak dan tidak sanggup dirubah atau sanggup dilihat melalui pencitraan.
T2  : Tumor teletak di dalam prostat.
T3  : Tumor  melalui kapsula prostat.
T4  : Tumor terikat atau menginvasi Struktur yang berdekatan selain dari vesikula seminalis.
Nodus Limfe Regional (N)
N0  : Tidak ada metastase nodus limfe regional.
N1  : Metastase pada satu nodus limfe < 2 cm dalam dimensi yang paling besar.
N2  : Metastase dalam satu nodus limfe > 2cm tetapi < 5 cm dalam dimensi yang terbesar atau metastase nodus multipel,  tidak > 5 cm.
N3  : Metastase pada nodus limfe > 5 cm dari dimensi yang paling besar.
Metastase jauh (M)
M0  : Tidak ada metastase jauh.
M1  : Metastase jauh.
Derajat Histopatologi (G)
G1  : Terdiferensiasi baik.
G2  : Terdiferensiasi secara moderat.
G3-4 : Terdiferensiasi dengan jelek atau tidak terdiferensiasi.
      Sumber  : Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare  (2002:1634)

6.      Tanda dan gejala
 Menurut Basuki B. Purnomo, 2000 : 153 dijelaskan bahwa :
“Kanker prostat pada tahap awal  jarang menimbulkan gejala, hanya 10 % pasien yang berobat dengan membawa keluhan yang bekerjasama dengan karsinoma prostat”.
 Gejala yang terjadi akhir obstruksi  urinarius terjadi ketika penyakit berada pada tahap lanjut. Kanker ini cenderung bermacam-macam dalam perjalananya yang mengakibatkan tanda-tanda dan tanda obstruksi urinarius terjadi ibarat kesulitan dan sering berkemih, retensi urine, hidronefrosis, gagal ginjal dan penurunan ukuran dan kekuatan aliran urine. Gejala-gejala yang bekerjasama dengan metastase ibarat sakit pinggang, nyeri panggul, rasa tidak nyaman pada perineal dan rektal, anemia, penurunan berat badan, kelemahan, mual, paraplegi, fraktur patologis dan edema tungkai dan oliguri. Hematuri sanggup terjadi akhir kanker yang menyerang uretra atau kandung kencing, atau keduanya. Tetapi haematuri ini menjadi indikasi pertama yang terang dari kanker.

Patofisiologi :

7.      Diagnosis
Menurut A.D.Thomson, R.E.Cotton. (1997), dan Basuki B.Purnomo. (2000:156), danWim de Jong. (2005: 788).
 Diagnosis kanker ditegakan melalui investigasi sebagai berikut :
1)      Ultrasonografi transrektal.
Melalui investigasi ini sanggup diketahui adanya area hipo-ekoik (60 %) yang merupakan tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya ekstensi tumor ke ekstra kapsuler, untuk menentukan penyebaran ke vesika seminalis, dan kelenjar limfe yang dekat penuntun biopsi jarum.
2)      CT scan dan MRI.
CT scan diperiksa bila dicurigai adanya metastase pada  limponudi (N) yaitu pada pasien yang menunjukan skor Gleason tinggi ( > 7) atau kadar PSA tinggi. Dibandingkan dengan transrektal, MRI lebih akurat dalam menentukan luas ekstensi tumor ke ekstrakapsuler atau ke vesika seminalis.
3)      Bone scan.
Pemeriksaan sintigrafi pada tulang dipergunakan untuk mencari metasstase hematogen pada tulang.
4)      Asam fosfatase.
Kadar serum yang lebih besar dari 6 i.u /l memperlihatkan dengan kuat adanya karsinoma prostat. Enzim ini dihasilkan oleh sel epitel dan sebagian mencerminkan diferensiasi tumor, sebagian mencerminkan jumlah tumor yang ada.
5)      Apusan prostatik.
Apusan yang didapat dari materi yang dikeluarkan melalui masase prostatik, sanggup memperlihatkan sel-sel maligna.
6)      Biopsi.
Pemeriksaan ini biasanya memuaskan tetapi kesalahan sampling lazim terjadi dan pada tumor-tumor yang berdiferensi baik diagnosis sangat sukar. Jika tumor kecil pada biopsi transrektal tidak akan ditemukan karsinoma.
7)      PSA dan PAP (Prostate Acid phospatase / Prostate specific antigen)
Pemeriksaan ini sangat mempunyai kegunaan untuk melaksanakan deteksi dini adanya kanker prostate dan penilaian lanjutan setelah terapi kanker prostate.

8.      Prognosis
Untuk kasus-kasus T1 dan T2 sehabis terapi dengan tujuan pengobatan ketahanan hidup 5 tahun sebesar 70-80 % (Pipelich dkk, 1987). Kasus yang masih operabel dalam T3 ketahanan hidup 5 tahun sebesar 60-70 %(Zincke dkk, 1987). Penderita T4 dan metatase terapi hormonal memberi ketahanan hidup 5 tahun 10-20 %(De Voogt, 1963). Prognosis lebih bayak ditentukan oleh keadaan umum penderita dari pada  oleh terapi yang diberikan kepadanya (De voogt, 1989.dalam Basuki B Purnomo).

9.      Penatalaksanaan adenocarsinoma prostat
Pemilihan cara penanganan adenocarsinoma prostat ditujukan untuk meningkatkan umur keinginan hidup dan mempertahankan kualitas hidup.
(Sylvia A Price, Lorrraine M Wilson, 1995:1156)
Tindakan pengobatan yang dilakukan pada pasien karsinoma prostat tergantung pada stadium, umur keinginan hidup, dan derajat diferensiasinya. (Basuki B. Purnomo, 2000 : 157) yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.3
Terapi pilihan karinoma prostat

Stadium
Alternatif therapi
T1 – T2 (A-B)
Radikal prostatektomi
Observasi (pasien tua)
T3- T4 (C )
Radiasi
Prostatektomi
N atau M (D)
Radiasi
Hormonal
Sumber : Basuki B. Purnomo, 2000: 157 ,Sylvia &Wilson.

Keterangan :
§                 Stadium A           : Tumor tanpa tanda-tanda dan ditemukan pada investigasi sediaan  operasi prostat secara histologi.
§  Stadium B              : Karsinoma prostat sanggup diraba dengan investigasi rektum.
§                 Stadium C dan D : Ditandai dengan gangguan miksi (disuria, arus miksi kurang deras, dan retensi urine. Rasa nyeri di perineum ialah tanda-tanda akhir). Penderita stadium D ditandai dengan hanya nyeri pada tulang sebagai akhir dari metastase di dalamnya.
Penjabaran dari therapi tersebut ialah :
a)      Observasi.
Ditunjukan pada pasien dalam stadium T 1 dengan umur keinginan hidup kurang dari 10 tahun.
b)      Prostatektomi radikal.
Dilakukan pada pasien yang berada pada stadium T1-2  N0 M0 yaitu berupa pengangkatan kelenjar prostat bersama vesikula seminalis. Cara ini sanggup menimbulkan penyulit berupa pendarahan, disfungsi ereksi dan inkontentia urine.
c)      Radiasi
Ditunjukan pada pasien bau tanah dan kondisi tumor mengalami metastasis. Pemberian radiasi eksterna biasanya didahului dengan limfadenektomi yang sanggup dilakukan dengan operasi terbuka maupun secara laparaskopik.
d)     Terapi Hormonal
Pemberian terapi hormonal berdasarkan atas konsep dari HUGINS yaitu “ Sel epitel prostat akan mengalami atrofi jikalau sumber androgen ditiadakan”.
Sumber androgen dihilangkan dengan cara pembedahan atau medikamentosa. Androgen tidak saja terdapat pada t3st1s tetapi terdapat juga pada kelenjar suprarenal sebesar 10 % dari seluruh testosteron yang beredar dalam tubuh (Lambrie)
10. DAMPAK ADENOCARSINOMA TERHADAP SISTEM TUBUH DAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA.
a.      Sistem Tubuh
1.      Sistem Pernapasan.
 Sel karsinoma sanggup menyebar melalui peredaran darah, termasuk paru-paru sebagai tempat oksigenasi darah yang berasal dari vena kafa inferior dan superior yang diteruskan ke ventrikel kanan melalui arteri pulmonalis ke paru-paru dan sel karsinoma membentuk anak sebar membentuk embolus tumor.
2.      Sistem kardiovaskuler.
Sel-sel tumor sanggup disebarkan melalui peredaran darah atau yang disebut peredaran secara hematogen. Pembuluh vena dindingnya tipis, sehingga gampang ditembus oleh sel-sel tumor, sel-sel ini sebagai embolus akan diangkut oleh aliran darah vena, kemudian sanggup tersangkut pada hati atau paru-paru membentuk anak sebar. Embolus tadi masuk ke belahan kiri jantung, masuk ke pembuluh arteri dan masuk pada alat-alat tubuh yang mendapatkan banyak darah arteri (ginjal, hati ). Selain itu sel sanggup menyebar secara limfogen  (yang paling khas pada karsinoma). Oleh dampak renin angiotensin I&II terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat.
3.      Sistem Pencernaan.
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G. Bare, 2002 dan dr. Sutisna H. Menjelaskan bahwa :
Tumor ganas paling banyak mengakibatkan kematian oleh lantaran terjadinya cachexia, yaitu penderita sangat lemah, berat tubuh sangat menurun dan keadaan umum sangat buruk. Tumor yang besar dengan penyebaran yang banyak biasanya mengakibatkan cachexia yang berat.
Banyak pasien kanker tidak bisa mengabsorpsi nutrien dari sistem pencernaan sebagai akhir dari kegiatan tumor dan pengobatan kanker. Tumor sanggup menurunkan produksi enzim atau menimbulkan fistula, tumor mensekresi hormon dan enzim ibarat gastrin (merangsang sekresi asam lambung) yang sanggup menjadikan meningkatnya iritasi saluran pencernaan, penyakit ulkus peptikum, dan menurunnya pencernaan lemak dan protein. Kakeksia (Sidrom Wasting) merupakan hal yang lazim pada pasien kanker, terutama pada keadaan penyakit lanjut sementara kebutuhan metabolik meningkat.
4.      Sistem Perkemihan.
Ginjal sebagai salah satu organ yang mendapatkan banyak darah arteri merupakan tempat predileksi untuk sel karsinoma bersarang setelah sel kanker sebagai emboli masuk dalam peredaran darah. Pertumbuhan sel yang lanjut dan membesar akan menjadikan haematuri dan obtruksi uretra sehingga haluaran urine manjadi terganggu, menjadikan urine kembali ke ureter dan pelvis renalis sehingga terjadi kerusakan pada tubulus, fungsi ginjal menurun,.GFR menurun. Terjadi juga peningkatan sekresi renin angiotensin I&II akhir GFR menurun. Pengobatan kemoterapi sanggup berakibat pada kerusakan ginjal.
5.      Sistem Integumen.
Akibat dari fungsi GFR yang menurun menjadikan sisa metabolik tidak terbuang sehingga ureum menumpuk dikulit sanggup terjadi gatal-gatal. Akibat pengobatan sanggup menimbulkan kerontokan rambut dan perubahan warna kulit.
6.      Sistem muskuloskeletal.
Karsinoma prostat menyebar melalui kelenjar limfe dipanggul kemudian ke kelenjar limfe retroperitoneal atas. Penyebaran hematogen melalui V. vertebralis ke tulang panggul, femur proximal; ruas tulang lumbal, dan tulang iga. Metastase tulang sering bersifat osteoklastik. Dapat pula terjadi fraktur patologik.
7.      Sistem Persyarafan.
Pengobatan kanker melalui kemoterapi dari golongan alkaloid flora terutama vinkristin sanggup mengakibatkan kerusakan neurologis dengan takaran berulang. Dapat terjadi neuropati periper, kehilangan reflek tendon profunda dan ileus paralitik.
8.      Sistem Reproduksi.
Akibat dari pengobatan/penatalaksanaan kanker dengan kemoterapi bagi penderita laki-laki sanggup mengalami azoospermia (tidak adanya sperma) temporer atau permanen. Sel-sel reproduktif mungkin mengalami kerusakan selama pengobatan dan menjadikan kecacatan kromosomal pada keturunan.

b.      Kebutuhan dasar manusia
1)      Fisik.
a)      Kebutuhan oksigen.
Dapat mengalami gangguan bila karsinoma bermetastase ke ginjal sehingga terjadi kerusakan ginjal terutama pada fungsi eritropoetin yang menjadikan anemia dan kuat pada pengikatan dan transportasi oksigen yang diedarkan ke seluruh tubuh.
b)      Kebutuhan rasa nyaman.
Pada stadium lanjut sanggup menimbulkan rasa nyeri pada tulang.
c)      Kebutuhan nutrisi.
Klien akan mengalami ganggaun nutrisi akhir dari pengeluaran enzim gastrin yang merangsang pengeluaran asam lambung sehingga terjadi iritasi disamping iritasi tersebut diakibatkan oleh lantaran tumpukan ureum dalam tubuh. Klien mengalami kakeksia.
d)     Kebutuhan istirahat dan tidur.
Kebutuhan istirahat  klien akan terganggu oleh rangsang nyeri yang ditimbulkan pada kanker stadium lanjut.
e)      Aktivitas.
Klien dengan karsinoma prostat yang tergantung akan pemasangan kateter aktivitasnya akan terganggu, juga oleh lantaran rasa sakit yang tiba sewaktu-waktu.
2)      Psikologi.
a)                        Rasa aman.
Terganggu akhir proses penyakit, pengobatan dan dampaknya baik pembedahan, radiasi, atau kemoterapi.
b)                        Konsep diri.
Mengalami problem yang diakibatkan dari dampak pengobatan terutama pengobatan dengan kemoterpi atau oleh pertumbuhan tumor yang terlewat besar.
c)                        Hubungan sosial.
Reaksi berduka yang diakibatkan oleh perasaan diri yang terolasi, dan pemutusan yang berangsur-angsur yang dimulai dari dirinya dan oleh orang lain.
3)      Spiritual.
Penderita seringkali merasa frustasi dengan penyakitnya, serta tidak semangat hidup lantaran penyembuhan, dan pengobatan yang lama.

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Proses keperawatan ialah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk menentapkan, merencanakan, dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatan seoptimal mungkin.Tindakan keperawatan tersebut dilakukan secara berurutan terus-menerus, saling berkaitan dan dinamis.( Efendy, Nasrul.1995: 3)

1.      Pengkajian
Adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari aneka macam sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status klien. (Nursalam, 2001: 17)
  1. Pengumpulan data.
Pengumpulan informasi perihal klien yang dilakukan secara sistematis untuk menentukan masalah-masalah serta kebutuhan keperawatan dan kesehatan klien. Sumber data diperoleh dari klien, keluarga, dan dokumentasi medik dan keperawatan. Kegiatan pengumpulan data dimulai ketika klien masuk rumah sakit dan dilanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan berlangsung yang mencakup :
1)            Identitas
a. Identitas klien
Mendapatkan data-data nama, usia untuk menentukan prognosis umur keinginan hidup dari penderita kanker prostat. Usia penderita kanker prostat rata-rata 60-70 tahun, suku/bangsa, agama, pekerjaan ,status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomer medrec, dan alamat yang diharapkan ketika keperluan kunjungan rumah/follow up.
b.      Identitas penanggungjawab
Mendapatkan data nama, umur, pekerjaan, agama, pendidikan, suku/bangsa, kekerabatan dengan klien, dan alamat.

2)       Riwayat kesehatan.
a)      Riwayat kesehatan sekarang.
(1)   Keluhan utama masuk rumah sakit.
Keluhan yang disampaikan perihal alasan mengapa dirinya hingga masuk rumah sakit untuk kepentingan klien mencari pengobatan. Klien dengan kanker prostat akan mengeluh perihal kesulitan atau adanya gangguan proses miksi/BAK yang bisa jadi telah berlangsung usang termasuk adanya haematuri.
(2)   Keluhan utama ketika dikaji
Merupakan keluhan yang disampaikan oleh klien ketika pengkajian dan dikembangkan secara PQRST.
P ( Provokative), hal apa yang mengakibatkan nyeri bertambah atau nyeri berkurang. Klien dengan kankker prostat akan mencicipi nyeri pada tulang ketika stadium lanjut . Klien biasanya mengeluh adanya gangguan dalam BAK, nyeri, adanya haematuri atau ketergantungan akan pemasangan dower chateter.
Q (Quality/ Quantity), bagaimana nyeri dirasakan kilen, apakah hingga mengganggu istirahat/aktivitas klien sehari-hari, hilang timbul atau nyeri dirasakan tidak mengganggu keseharian dirinya.
R (Region/Radiation), dimana nyeri dirasakan, apakah menyebar ke kawasan lain atau tidak.
S (Saferity/Scale), berapa berat nyeri dirasakan klien.
Menurut Mc Gill derajat nyeri dibagi dalam  skala nyeri, sanggup diperoleh melalui mulut wajah klien atau melalui cara dan pembagian terstruktur mengenai lain (skala 0-5, kala 1-10, dll)
T (Timing), berapa usang nyeri dirasakan, ketika kapan nyeri dirasakan, adakah nyeri dirasakan dengan intensitas meningkat pada waktu tertentu, contohnya pada waktu malam, pagi atau siang hari.
b)      Riwayat kesehatan dahulu.
Adakah tanda-tanda khas berupa gangguan dalam BAK yang lama, berapa tanda-tanda itu muncul, adakah keluhan nyeri pinggang. Adakah kesenangan klien akan kuliner yang mengandung lemak tinggi terutama yang bersumber dari hewani.
c)                  Riwayat kesehatan keluarga.
Mencari data dari anggota keluarga adakah yang menderita penyakit kanker ibarat yang dialami klien ketika ini, penyakit ginjal, dan hipertensi.
2)      Pola kegiatan sehari-hari.
Lakukan pengkajian perihal kebiasan makan klien, adakah peningkatan atau penurunan. pola minum, adakah kesesuaian antara yang masuk dan keluar bagaimana pula kebiasaan BAK/BAB dan kaji frekwensinya. Pola kebersihan diri, dan adakah kelelahan yang dirasakan ketika beraktivitas, bagaimana kegiatan dan kebutuhan istirahat – tidur klien.
3)      Pengkajian fisik
Digunakan untuk mendapatkan data obyektif dan riwayat keperawatan klien dengan tehnik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi dengan melibatkan semua panca indra.
a)      Sistem pernafasan
Bagaimana oksigenasi klien, jumlah respirasi per menit adakah obstruksi. Pada klien yang belum mencapai stadium lanjut mungkin tidak akan ditemukan gangguan respirasi.
b)      Sistem cardiovaskuler
Kemungkinan terjadi peningkatan tensi darah akhir teraktifasinya renin angiotensin oleh fungsi GFR yang menurun sehingga akan memvasokontriksi pembuluh darah sehingga dalam rangka memenuhi kebutuhan darah tubuh, jantung akan memompa lebih kuat.
c)      Sistem pencernaan
Perubahan dalam status nutrisi dan penurunan berat tubuh mungkin sekunder terhadap masukan protein dan kalori, imbas lokal dari tumor, penyakit sistemik, imbas samping pengobatan, atau status emosional klien.
Perawat perlu memantau berat tubuh dan masukan kalori setiap hari, riwayat diet, situasi dan kuliner yang memperburuk atau  meredakan anoreksia, adakah kesulitan mengunyah/menelan, mual, muntah, dan diare.
d)     Sistem perkemihan.
Terjadi gangguan dalam proses miksi, haematuri, dan ketergantungan klien akan pemasangan dower chateter, sering berkemih dengan perasaan yang tidak puas menerangkan adanya sesuatu dalam sistem perkemihan termasuk yang disebabkan oleh adanya pembesaran kelenjar prostat baik yang jinak atau yang ganas(benigna/maligna), pantau fungsi renal dengan mengecek serum creatinin.
e)      Sistem integumen.
Integritas kulit dan jaringan beresiko pada klien  penderita kanker lantaran imbas kemoterapi, terapiradiasi, pembedahan, dan mekanisme invasif yang dijalankan untuk diagnosis dan terapi. Kerontokan rambut, alopecia, dan perubahan warna kulit terjadi pada klien yang menjalani pengobatan dengan cara kemoterapi dan radiasi
f)       Sistem muskuloskeletal.
Kaji adakah fraktur patologis, nyeri tulang, lokasi kelainan tulang pada lumbal, panggul, dan kawasan lain yang dekat dengan lokasi karsinoma prostat.

g)      Sistem persyarafan.
Kaji adakah gangguan neuropati perifer, reflek tendon profunda, dan bising usus untuk menentukan adanya ileus paralitik atau tidak.
4)      Data Psikologis
Pengkajian status psikologi  dan mental penting dilakukan lantaran pasien dan keluarganya menghadapi pengalaman mengancam jiwa akhir dari uji diagnostik, modalitas pengobatan, dan perjalanan penyakit.
Kaji mekanisme koping klien, apakah maladaftif, adakah depresi akhir prognosa kanker yang buruk, reaksi berduka. Apakah klien bisa menceritakan perihal prognosis dan diagnosisnya dengan keluarga. Serangan terhadap gambaran tubuh sepanjang perjalanan penyakit dan pengobatan.
5)      Data secual.
Penderita kanker prostat terutama yang dilakukan tindakan pembedahan dalam penatalaksanaannya sangat mungkin akan mengalami ganggua secual pasca operatif. Sehingga pengkajian perlu hati-hati dan mendalam terutama pada klien dengan usia produktif, diskusikan dengan pasangan alternatif keintiman dengan metode atau cara lain yang sanggup dimengerti dan dilakukan klien dan pasangan. Pengobatan kanker yang sanggup mensugesti alat kelamin sanggup menimbulakan disfungsi secual, motivasi klien dan pasangan untuk ber KB, kaji juga perihal dampak terhadap kesuburan selama penyakit
6)      Data penunjang
Perlu memperhatikan hasil-hasil dari investigasi laboratorium di bawah ini, sebagaimana telah dijelaskan di halaman 21-22.
a)      Pemeriksaan transrektal ultrasonografi
b)      Pemeriksaan biopsi (Patologi anatomi)
c)      Kadar PSA/PAP
d)     CT scan
e)      Bone scan
f)       Asam fosfatse

  1. Analisa data
Adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkannya data tersebut dengan konsep, teori dan prinsif yang relevan untuk menciptakan kesimpulan dalam menentukan problem kesehatan dan keperawatan pasien
(Nasrul Efendy, 1995: 24)

  1. Diagnosa Keperawatan
Adalah keputusan klinik perihal respon individu, keluarga, dan masyarakat perihal problem kesehatan positif dan  potensial sebagia dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat (Nursalam, 2000: 35).
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien yang menderita kanker prostat berdasarkan Suzanna C Smeltzer, Brenda G bare, 2002. ialah sebagai berikut :
1.      Ansietas bekerjasama dengan kekawatiran dan kurang pengetahuan perihal diagnosa, planning pengobatan, dan prognosi.
2.      Perubahan eliminasi urine bekerjasama dengan obstruksi uretra terhadap pembesaran tumor.
3.      Kurang pengetahuan bekerjasama dengan problem kesehatan yang gres dan modalitas pengobatan.
4.      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia.
5.      Disfungsi secual bekerjasama dengan imbas terapi (Hormonal, radiasi, pembedahan).
6.      Nyeri bekerjasama dengan kemajuan penyakit dan modalitas pengobatan.
7.      Gangguan mobilisasi fisik bekerjasama dengan hipoksia jaringan, malnutrisi, dan keletihan.

2.      Perencanaan
Adalah catatan yang ada perihal intervensi keperawatan. Rencana keperawatan untuk penetapan kebutuhan klien dan pelaksanaan tindakan keperawatan, merupakan petunjuk tertulis perihal planning tindakan yang akan dilakukan, sesuai kebutuhan berdasarkan diagnosa keperawatan, ditentukan juga  tujuan final dari tindakan tersebut.
1)      Ansietas bekerjasama dengan kekawatiran dan kurang pengetahuan perihal diagnosa, planning pengobatan, dan prognosi
Tujuan : Mengurangi stress dan memperbaiki kemampuan koping.
Kriteria :
a)      Tampak rileks
b)      Menyatakan bahwa ansietasnya berkurang atau telah reda
c)      Menunjukan pemahaman perihal penyakit dan pengobatanya ketika ditanya.
d)     Melakukan komunikasi terbuka dengan orang lain
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Kumpulkan riwayat kesehatan untuk menentukan hal-hal sebagai berikut :
a. Kekawatiran pasien.
b. Tingkat pemahaman pasien mengenai maslah kesehatannya.
c.  Pengalaman masa kemudian dengan kanker.
d. Apakah klien mengetahui perihal diagnosisnya.
e.  Sistim pendukung yang dimiliki dan metode penanganan masalah.
2.    Berikan pengajaran perihal diagnosis dan planning pengobatan:
a. Jelaskan dengan bahasa sederhana apa yang diperkirakan terjadi dari investigasi diagnostik, berapa lama, apa yang akan dialami selama pemeriksaan.
.
b. Tinjau planning pengobatan dan biarkan pasien  bertanya.
3.    Kaji reksi psikologis klien terhadapdiagnosis / prognosis dan bagaimana klien mengatasi stres dimasa lalu.
1. Perawat mengklarifikasi informasi dan memfasilitasi pemahaman dan koping pasien.










2. Membantu pasien untuk memahami investigasi diagnostik dan planning pengobatan akan mengurangi ansietas pasien dan meningkatkan kerjasama pasien.







3. Informasi ini merupakan petunjuk dalam menentukan tindakan yang sesuai untuk memudahkan koping.

2)       Perubahan eliminasi urine bekerjasama dengan obstruksi uretra terhadap perbesaran tumor.
Tujuan : Mengalami perbaikan pola eliminasi.
Kriteria :
a)      Berkemih pada interval yang normal.
b)      Melaporkan tidak sering berkemih, mengalami dorongan berkemih, atau tidak ada distensi kandung kemih.
c)      Tidak menunjukan distensi kandung kemih yang sanggup diraba setelah berkemih.
d)     Mempertahankan masukan dan haluaran yang seimbang.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Tetapkan pola fungsi urinarius paien yang lazim.

2.    Kaji terhadap tanda dan tanda-tanda retensi urine, jumlah dan frekwensi urine, distensi suprapubis, keluhan perihal dorongan berkemih dan ketidak nyamanan.
3.    Lakukan kateterisasi pada pasien untuk menentukan urine residu.



4.    Lakukan tindakan untuk mengatasi retensi.
a. Berikan dorongan untuk mengambil posisi yang normal ketika berkemih.

b. Rekomendasikan penggunaan valsava manuver

c.  Berikan preparat kolinergik yang diresepkan
d. Pantau efek-efek medikasi

5.    Konsulkan dengan dokter mengenai kateterisasi intermiten atau inweling, bantu ketika mekanisme sesuai yang dibutuhkan.
1.    Merupakan nilai dasar untuk perbadingan dan menetapkan tujuan lebih lanjut.
2.    Berkemih 20-30 ml secara teratur dan haluan kurang dari masukan yang menerangkan adanya retensi.



3.    Menetapkan jumlah urine yang tersisa
§         Posisi yang normal memperlihatkan kondisi  rileks yang aman untuk berkemih.



a.    Posisi yang normal memperlihatkan kondisi rileks yang aman untuk berkemih.

b.    Mengelurkan tekanan cenderung untuk mendorong urine keluar dari kandung kemih.
c.     Menstimulasi kontraksi kandung kemih

d.      Jika tidak berhasil, tindakan lainya mungkin       diperlukan

5. Kateterisasi akan meredakan retensi urine hingga penyebab spesifik ditemukan.

3)      Kurang pengetahuan bekerjasama dengan problem kesehatan yang gres dan modalitas pengobatan.
Tujuan : Memahami problem kesehatan dan kemampuan untuk merawat diri.
Kriteria :
a)      Mendiskusikan kekawatiranya dan  masalahnya dengan bebas.
b)      Mengajukan pertanyaan dan menunjukan minat dalam kondisinya.
c)      Menguraikan kegiatan yang sanggup membantu atau menghalangi pemulihan.
d)     Mengidentifikasi cara-cara mempertahankan kontrol kandung kemih.
e)      Memperagakan tehnik yang memuaskan dan memahami perawatan kateter.
f)       Membuat daftar tanda-tanda dan tanda-tanda yang harus dilaporkan ketika terjadi.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Tegakan komunikasi dengan pasien.

2.    Tinjau anatomi dari belahan tubuh yang  sakit.


3.    Spesifik dalam menentukan informasi yang sesuai dengan planning pengobatan tertentu dengan pasien

4.    Identifikasi cara-cara untuk menurunkan tekanan pada area operatif setelah protatektomi :
a. Hindari duduk yang lama.
b. Hindari mengejan (defeksi, mengangkat).
5.    Biasakan pasien terhadap cara-cara
a. Berikan dorongan berkemih setiap 2-3 jam, jangan anjurkan berkemih ketika berbaring.
b. Hindari minum kola atau kafein
c.  Jelaskan latihan perinel yang akan dilakukan setiap jam.
d. Kembangkan jadwal sesuai dengan rutinitas pasien.
6.    Peragakan perawatan kateter.
1.    Untuk menegakan kekerabatan saling percaya.
.
2.    Orientasi pada anatomi suatu belahan tubuh dasar untuk memahami fungsinya.

3.    Hal ini didasarkan pada planning perawatan , lantaran hal ini bermacam-macam untuk setiap pasien.

4.    Untuk mengidentifikasi adanya perdarahan.




5.    Tindakan ini akan membantu mengontrol sering berkemih dan urine menetes, dan membantu mencegah retensi.




6.    Dengan meminta peragaan ulang perihal merawat, mengumpulkan, dan mengosongkan alat yang dipakai pasien untuk menampung urine, ia akan lebih berdikari dan mencegah urine balik, yang akan mengarah pada infeksi

4)      Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan bekerjasama dengan anoreksia.
Tujuan : Mempertahankan status nutrisi yang optimal.
Kriteria :
a)      Memberikan respon secara positif terhadap kuliner kesukaanya.
b)      Menjalani tanggungjawab untuk hygiene oralnya.
c)      Terlihat adanya peningkatan berat tubuh setelah terjadi peningkatan nafsu makannya.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Kaji jumlah kuliner yang dimakannya.

2.    Timbang berat tubuh secara rutin.



3.    Dengarkan penjelasan klien mengapa ia tidak sanggup makan lebih banyak.
4.    Atur penyiapan kuliner kesukaannya secara individual.


5.    Kenali imbas radiasi pada nafsu makan.

6.    Informasikan pada klien bahwa perubahan pada rasa kecap sanggup terjadi.
7.    Lakukan tindakan untuk mengontrol mual dan muntah-muntah.
8.    Berikan kuliner dalam porsi kecil tapi sering.


9.    Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan.
1.    Membantu menentukan masukan nutrien.

2.    Dengan menimbang pasien dengan timbangan dan kondisi yang sama sanggup membantu memantau perubahan berat badan.
3.    Penjelasan pasien membantu memperbaiki praktik dengan mudah.

4.    Pasien akan lebih mungkin mengkonsumsi makan dalam porsi yang lebih besar jikalau makanannya lezat dan mengundang selera makan.
5.    Banyak preparat kemoterapetik dan terapi radiasi meningkatkan anoreksia.

6.    Penuaan dan proses penyakit sanggup mengurangi sensitivitas pengecapan.

7.    Muntah-muntah sanggup menurunkan nafsu makan.

8.    Makanan dalam porsi yang lebih kecil lebih menyenangkan bagi pasien.


9.    Ketidak mampuan atau kurangnya pinjaman sosial sanggup menghambat kemampuan pasien untuk mendapatkan dan menyiapkan makanan.

5)      Disfungsi secual bekerjasama dengan imbas terapi (Hormonal, radiasi, pembedahan)
Tujuan : Mampu untuk melanjutkan / menikmati fungsi secual yang dimodifikasi.
Kriteria :
a)      Menguraikan alasan adanya perubahan dalam fungsi secual.
b)      Mendiskusikan dengan tenaga perawatan mengenai pendekatan alternatif dan metode akspresi secual.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Tetapkan kondisi-kondisi medis pasien yang memperngaruhi fungsi secual dari riwayat keperawatan.
2.    Informasikan pada pasien perihal imbas dari bedah prostat.


3.    Libatkan pasangan pasien dalam membuatkan pemahaman, dan menemukan alternatif  hubungan  yang erat serta memuaskan satu sama lain.
1.    Biasanya menurunkan libido dan kemudian impotensi mungkin akan dialami.
2.    Modalitas pengobatan akan mengubah fungsi secual tetapi masing-masing dievaluasi sesuai dengan efeknya pada pasien tertentu.
3.    Sering ikatan antar pasangan diperkuat dengan apresiasi yang gres dan pinjaman yang tadinya tidak ada sebelum penyakit yang saaat ini dialami.

6)      Nyeri bekerjasama dengan kemajuan penyakit dan modalitas pengobatan.
Tujuan : Tidak terdapat nyeri.
Kriteria :
a)      Melaporkan peredaan nyeri.
b)      Memperkirakan eksaserbasi, melaporkan kualitas atau intensitasnya, dan mencapai peredaan.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Evaluasi sifat nyeri pasien , letak serta intensitasnya dengan mengunakan skala nyeri.



2.    Hindari kegiatan yang memperburuk nyeri.


3.    Pastikan tempat tidur pasien mempunyai papan dan kasur yang kencang juga lindungi pasien dari jatuh atau cederra.
4.    Berikan sanggahan pada ekstremitas yang sakit.


5.    Siapkan pasien untuk terapi radiasi bila diresepkan.
6.    Berikan analgetik dengan jadwal yang teratur sesuai yang diresepkan.
1.    Menentukan sifat, penyebab, intensitas nyeri membantu  untuk menentukan modalitas peredaan yang sesuai dan memperlihatkan dasar untuk perbandingan kemudian.

2.    Terbentur tempat tidur ialah salah satu rujukan bencana yang memperkuat nyeri.

3.    Hal ini akan memperlihatkan sanggahan suplemen dan lebih memperlihatkan kenyamanan.

4.    Lebih banyak sanggahan dibarengi dengan mengurangi gerakan pada belahan yang  sakit akan membatu mengontrol nyeri.
5.    Terapi radiasi mungkin akan lebih efektif dalam mengontrol nyeri.
6.    nalgesik mengubah persepsi nyeri dan memperlihatkan rasa nyaman.

7)      Gangguan mobilissasi fisik bekerjasama dengan hipoksia jaringan, malnutrisi, dan keletihan.
Tujuan : Memperbaiki mobilitas fisik.
Kriteria :
a)      Mencapai mobilitas fisik yanglebih baik.
b)      Menunjukan bahwa tujuan jangka pendek lebih mendorong pasien lantaran tujuan tersebut lebih gampang tercapai.
Intervensi
Rasional


1
2
1.    Kaji terhadap faktor-faktor yang sanggup mengakibatkan terbatasnya gerakan.

2.    Redakan nyeri dengan memperlihatkan medikasi yang diresepkan.

3.    Dorong penggunaan alat bantu tongkat / alat bantu jalan.

4.    Libatkabn orang terdekat dalam membantu pasien ketika latihan rentang gerak, mengubah posisi, dan berjalan.

5.    Puji paien ketika ia berhasil melaksanakan hal-hal yang kecil.
6.    Kaji status nutrisi.
1.    Memberikan petunjuk perihal penyebab, jikalau mungkin penyebab tersebut diatasi.
2.    Analgesik memungkinkan pasien untuk meningkatkan aktivirtasnya lebih nyaman.
3.    Dukungan sanggup memperlihatkan keamanan yang diharapkan untuk menjadi lebih bergerak.
4.    Bantun dari pasangan atau orang lain yang dekat dengan pasien mendorong pasien untuk mengulagi aktivitasnya dan mencapai tujuan.
5.    Menstimuli penampilan yang lebih baik.
6.    Lihat diagnosa keperawatan nutrisi : kurang dari kebutuhan.

3.      Pelaksanaan
Inisiatif dari planning tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah planning tindakan disusun dan ditujukan pada nursing order untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh lantaran itu tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mensugesti problem kesehatan klien.Tahap dalam tindakan keperawatan : persiapan, perencanaan, dan dokumentasi (Lyer et al, 1996 dalam Nursalam 2001: 63)

4.      Evaluasi
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menerangkan seberapa jauh diagnosa keperawatan, planning tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui penilaian memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa data, perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.(Ignatius & Bayne, 1994 dalam Nursalam 2001 : 71)
Evaluasi terdiri dari 2 komponen, yaitu :
a.       Evaluasi proses (Formatif)
Fokus dari type penilaian ini ialah kegiatan dari proses keperawatan dan hasil dari kualitas pelayanan tindakan keperawatan. Evaluasi ini harus segera dilakukan setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk memantau keefektifan tindakan (Nursalam, 2001 : 74)
b.      Evaluasi hasil (Sumatif)
Fokus penilaian hasil ialah perubahan sikap atau status kesehatan klien pada final tindakan keperawatan klien. Evaluasi ini dilakukan pada final tindakan keperawatan secara paripurna. (Nursalam, 2001:74)




Sumber http://macrofag.blogspot.com