Jika saya duduk membisu di sore hari dan melihat matahari terbenam, kemudian ada seseorang yang menghampiri saya dan bertanya
“Mas sudah berapa buku yang diterbitkan?”
Maka saya yakin saya bakalan pukul keras-keras kepalanya. Pertama alasannya yaitu asing sekali ada insan macam itu, yang kedua alasannya yaitu balasan dari pertanyaannya itu menciptakan sakit hati. XD
Saya menentukan bergeming dan tidak menjawab, alasannya yaitu tidak ada karya saya yang sudah masuk percetakan! Puas?
Kemudian tiba lagi cowok kedua, dengan wajah tak layak, mungkin alasannya yaitu memendam pertanyaan yang tak kalah pentingnya.
“Mas sudah berapa banyak tulisannya?”
Nahh pertanyaan ini agak menyakitkan juga, tetapi tidak hingga berujung pukulan telak dari tangan kananku. Oke, mungkin lebih dari 250 goresan pena yang telah saya tuliskan. Entahlah… yang niscaya cukup banyak.
Asal Perdebatan
Pertanyaan pertama itu mengenai kualitas dari tulisanku. Jika saja saya jawab 2 buku, niscaya pertanyaan berlanjut ke “penerbit apa?” kalau saya jawab lagi, niscaya muncul pertanyaan lanjutan “Itu penerbit mayor atau indie?” ya.. ya.. ya… semua wacana kualitas dari tulisan. Kalau terbit di mayor maka itu berkualitas, kalau minor maka kurang berkualitas.
Kemudian pertanyaan kedua, itu yaitu mengenai kuantitas dari tulisanku. Jika saya jawab jumlahnya orang niscaya bertanya-tanya jenis goresan pena apa saja? Dimana di publish? Dapat apa aja dari menulis sebanyak itu? Biasanya akan kujawab asal aja.
Karena gotong royong itu hanya basa-basi. Mereka sedang membandingkan jumlah goresan pena yang beliau punya dengan jumlah tulisanku. Ketika jumlah goresan pena yang beliau punya tidak “wah” maka beliau beralih ke pertanyaan kualitatif.
Ini akan terus menjadi perdebatan yang menarik. Mana yang lebih penting kualitas goresan pena atau kuantitas tulisan?
Kualitas VS Kuantitas
Sejak dulu saya yakin kalau kuantitas goresan pena memperlihatkan pengalaman menulis lebih bagi para pendatang gres dalam dunia menulis. Sehingga sadar atau tidak karyanya akan meningkat kualitasnya dari sebelumnya.
Tetapi tak jarang saya berdiskusi dengan orang-orang yang fahamnya berbeda denganku, berdasarkan mereka kualitas lebih penting. Karena dengan kualitas yang manis maka karya akan mempunyai berbagai pembaca dan penggemar. Keyakinan ini mengarah pada keyakinan bahwa beliau sanggup tenar dan kaya dengan satu karya tunggal.
Banyak memang yang senantiasa menyampaikan kualitas itu lebih utama, alasannya yaitu lebih sulit dicapai.Tetapi saya mau melawan faham itu!
Dasar teori-nya ialah : dalam keilmuan kimia, analisis kualitatif itu lebih sederhana dibandingkan analisis kuantitatif dan analisis kuantitatif lebih utama alasannya yaitu memperlihatkan data yang lebih spesifik!
Oke teorinya nggak nyambung! LUPAKAN! Aku emang lagi ngawur!
Dalam dunia maya, kuantitas goresan pena juga menjadi pemicu sebuah blog menjadi dikenal. Setidaknya dikenal oleh Google.
Maka dalam hal ini bagi seorang blogger, kuantitas goresan pena juga sangatlah penting! Maka di awal-awal memulai blogging, yang perlu di kejar ialah kuantitas tulisan, sambil dengan perlahan memperbaiki tulisan.
Karena ketika diawal-awal itu, goresan pena kita tidak terlalu berharga untuk di beli, maka kita harus jualnya grosiran dalam jumlah banyak.
Setelah dijual grosiran, tinggal kita tingkatkan kualitasnya. Setidaknya kita sanggup terus menghasilkan uang semenjak awal masuk ke dunia blogging. Kemudian selanjutnya barulah bagaimana meningkatkan kualitas, biar income bertambah.
Ini wacana bisnis bung! Menghasilkan uang lewat tulisan!
Jangan jadi yang setengah-setengah!
Ada seorang Si Pro yang menciptakan satu goresan pena berkualitas dalam waktu satu bulan penuh, kemudian goresan pena itu diikutkan lomba dan memenangkan hadiah 1juta rupiah. Itu bagus, bahkan sangat bagus.
Tapi bisakah itu diraih oleh penulis yang gres belajar? Yang bahkan EYD aja nggak nyambung? dalam satu bulan?
Nggak mungkin!
Maka solusi buat si Newbie ini ialah memproduksi 10 goresan pena sehari yang harganya Rp. 2500, dalam satu bulan beliau akan mengantongi Rp. 750.000 dan pengalaman menulis massive(banyak).
Kalau dilihat dari sisi itu, Si Newbie niscaya rugi lahh… ‘Kan 300 tulisannya hanya mendapat jumlah pendapatan yang lebih kecil dari Si Pro.
Tetapi kalau dilihat dari sisi progress-nya maka Si Newbie lebih untung. Kenapa? Karena ketika bulan depan harga tulisannya naik Rp. 1000 saja beliau sudah sanggup mengantongi Rp. 1.050.000.
Si Pro apa nggak naik harga dan kualitas tulisannya? Saya yakin naik juga mungkin. Tetapi menulis satu goresan pena dibandingkan dengan menulis 300 tulisan, mana yang akan lebih terlatih dan meningkat kualitasnya?
Nah.. Jangan hingga kalian menjadi kelas di tengah-tengahnya. Bagaimana itu? Yang merasa satu karyanya bernilai sangat tinggi, padahal masih hijau dalam dunia menulis dan jam terbangnya masih sangat minim.
Akhirnya karyanya dikit, dan kualitasnya tidak bertambah.. Rugilah…
Mungkin kalian tidak sependapat denganku, atau apalah itu.. Tapi kenyataannya ketika kau menjadi Si Newbie, buatlah tulisanmu berharga sekecil apapun itu, biar kau termotivasi untuk menulis lebih banyak.
Dengan lebih banyak menulis, maka tulisanmu akan semakin baik dan logika menulismu a
kan terbangun dengan lebih baik.
Kualitas tulisanmu mungkin kini masih rendah, tapi jangan biarkan kuantitasnya juga rendah. Perbanyaklah!
Mahfuzh tnt
Sumber https://mystupidtheory.com