Random post

Saturday, September 16, 2017

√ Makalah Filsafat Keperawatan


KAITAN HISTORI DENGAN PERKEMBANGAN PEMIKIRAN FILSAFAT

Filsafat yaitu studi wacana seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran insan secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar.
Filsafat ilmu yaitu segenap pemikiran mengenai apa dan bagaimana pembentukan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta landasan, sifat dan fungsinya bagi kehidupan manusia.
Sedangkan pengertian History dalam kamus indonesia-inggris.kata yaitu ‘sejarah’ diterjemahkan sebagai History.kata history mengandung beberapa arti ;
·         Hya,Istory merupakan kumpulan insiden masa lalu.
·         History merupakan rangkaian insiden yg terjadi berturut-turut dari masa kemudian hingga masa sekarang,bahkan hingga masa depan.
·         History merupakan suatu catatan atau deskripsi naratif dan peristiwa- insiden masa kemudian yang berkaitan dengan manusia.
·         History merupakan disiplin ilmu yang mencatat dan menginterpretasikan peristiwa-peristiwa masa kemudian ygyg berkaitan dengan manusia.
·         History merupakan semua yg diingat wacana masa kemudian dalam bentuk tulisan.

Dari pengertian diatas sanggup disimpulkan wacana kaitan history dengan filsafat yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainya yang akan dipaparkan dalam pembahasan di bawah ini ;
1.      Sejarah Perkembangan Pemikiran Yunani Kuno: Dari Mitos ke Logos
Secara historis kelahiran dan perkembangan pemikiran Yunani Kuno(sistem berpikir) tidak sanggup dilepaskan dari keberadaan kelahiran dan perkembangan filsafat, dalam hal ini yaitu sejarah filsafat. Dalam tradisi sejarah filsafat mengenal 3 (tiga) tradisi besar sejarah, yakni tradisi: 
(1)   Sejarah Filsafat India (sekitar2000 SM – remaja ini),
(2)   Sejarah Filsafat Cina (sekitar 600 SM – remaja ini), dan
(3)   Sejarah Filsafat Barat (sekitar 600 SM – remaja ini).
Dari ketiga tradisi sejarah tersebut di atas, tradisi Sejarah Filsafat Barat yaitu basis kelahiran dan perkembangan ilmu (scientiae/science/sain) sebagaimana yang kita kenal kini ini. Titik-tolak dan orientasi sejarah filsafat baik yang diperlihatkan dalam tradisi Sejarah Filsafat India maupun Cina disatu pihak dan Sejarah FilsafatBarat dilain pihak, yakni sejak periodesasi awal sudah menunjukkan titik-tolak dan orientasi sejarah yang berbeda. Pada tradisi Sejarah Fisafat India dan Cina, lebih menunjukkan perhatiannya yang besar pada masalah-masalah keagamaan, moral/etika dan cara-cara/kiat untuk mencapai keselamatan hidup insan di dunia dan kelak keselamatan setelah kematian.
Sedangkan pada tradisi Sejarah Filsafat Barat sejak periodesasi awalnya (Yunani Kuno/Klasik: 600 SM – 400 SM), para pemikir pada masa itu sudah mulai mempermasalahkan dan mencari unsur induk (arché) yang dianggap sebagai asal mula segala sesuatu/semesta alam Sebagaimana yang dikemukakan oleh Thales (sekitar 600 SM) bahwa “air” merupakan arché, sedangkan Anaximander (sekitar 610 -540 SM) beropini arché adalah sesuatu “yang tak terbatas”, Anaximenes (sekitar 585 – 525 SM beropini “udara” yang merupakan unsur induk dari segala sesuatu. Nama penting lain pada periode ini yaitu Herakleitos (± 500 SM) dan Parmenides (515 – 440 SM), Herakleitos mengemukakan bahwa segala sesuatu itu “mengalir” (“panta rhei”) bahwa segala sesuatu itu berubah terusmenerus sedangkan Parmenides menyatakan bahwa segala sesuatu itu justru sebagai sesuatu yang tetap (tidak berubah).
Lain lagi Pythagoras (sekitar 500 SM) beropini bahwa segala sesuatu itu terdiri dari “bilangan-bilangan”: struktur dasar kenyataan itu tidak lain yaitu “ritme”, dan Pythagoraslah orang pertama yang menyebut/memperkenalkan dirinya sebagai sorang “filsuf”, yakni seseorang yang selalu bersedia/mencinta untuk menggapai kebenaran melalui berpikir/bermenung secara kritis dan radikal (radix) secara terus-menerus. Yang hendak dikatakan disini yaitu hal upaya mencari unsur induk segala sesuatu (arche), itulah momentum awal sejarah yang telah membongkar periode myte (mythos/mitologi) yang mengungkung pemikiran insan pada masa itu kearah rasionalitas (logos) dengan suatu metode berpikir untuk mencari alasannya yaitu awal dari segala sesuatu dengan merunut dari hubungan kausalitasnya (sebab-akibat).
Jadi unsur penting berpikir ilmiah sudah mulai dipakai, yakni: rasio dan kebijaksanaan (konsekuensi). Meskipun tentu saja ini arché yang dikemukakan para filsuf tadi masih bersifat spekulatif dalam arti masih belum dikembangkan lebih lanjut dengan melaksanakan pembuktian (verifikasi) melalui observasi maupun eksperimen (metode) dalam kenyataan (empiris), tetapi mekanisme berpikir untuk menemukannya melalui suatu bentuk berpikir sebab-akibat secara rasional itulah yang patut dicatat sebagai suatu arah gres dalam sejarah pemikiran manusia. Hubungan sebab-akibat inilah yang dalam ilmu pengetahuan disebut sebagai hukum (ilmiah). Singkatnya, aturan ilmiah atau hubungan sebab-akibat merupakan obyek material utama dari ilmu pengetahuan. Demikian pula kelak dengan tradisi melaksanakan verifikasi melalui observasi dan eksperimen secara berulangkali dihasilkan teori ilmiah.
Zaman keemasan/puncak dari filsafat Yunani Kuno/Klasik, dicapai pada masa Sokrates (± 470 – 400 SM), Plato (428-348 SM) dan Aristoteles (384-322 SM). Sokrates sebagai guru dari Plato maupun tidak meninggalkan karya tulis satupun dari hasil pemikirannya, tetapi pemikiran-pemikirannya secara tidak eksklusif banyak dikemukakan dalam tulisan-tulisan para pemikir Yunani lainnya tetapi terutama ditemukan dalam karya muridnya Plato. Filsafat Plato dikenal sebagai ideal (isme) dalam hal ajarannya bahwa kenyataan itu tidak lain yaitu proyeksi atau baying-bayangan dari suatu dunia “ide” yang awet belaka dan oleh lantaran itu yang ada faktual yaitu “ide” itu sendiri. Filsafat Plato juga merupakan jalan tengah dari fatwa Herakleitos dan Parmenides. Dunia “ide” itulah yang tetap tidak berubah/abadi sedangkan kenyataan yang sanggup diobservasi sebagai sesuatu yang senantiasa berubah. Karya-Karya lainnya dari Plato sangat dalam dan luas mencakup logika, epistemologi, antropologi (metafisika), teologi, etika, estetika, politik, ontologi dan filsafat alam.
Sedangkan Aristoteles sebagai murid Plato, dalam banyak hal sering tidak setuju/berlawanan dengan apa yang diperoleh dari gurunya (Plato). Bagi Aristoteles “ide” bukanlah terletak dalam dunia “abadi” sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato, tetapi justru terletak pada kenyataan/benda-benda itu sendiri. Setiap benda memiliki dua unsur yang tidak sanggup dipisahkan, yaitu materi (“hylé”) dan bentuk (“morfé”). Lebih jauh bahkan dikatakan bahwa “ide” tidak sanggup dilepaskan atau dikatakan tanpa materi, sedangkan presentasi materi mestilah dengan bentuk. Dengan demikian maka bentuk-bentuk “bertindak” di dalam materi, artinya bentuk menawarkan kenyataan kepada materi dan sekaligus yaitu tujuan (finalis) dari materi. Aristoteles menulis banyak bidang, mencakup logika, etika, politik, metafisika, psikologi dan ilmu alam. Pemikiran-pemikirannya yang sistematis tersebut banyak menyumbang kepada perkembangan ilmu pengetahuan


2.      Jaman Patristik dan Skolastik: Filsafat Dalam dan Untuk Agama
Pada jaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada era ini dikuasai dengan pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini yaitu Patristik (Lt. “Patres”/Bapa-bapa Gereja) dan Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau Patristik Barat).
Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini anatara lain Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254), Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius (315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari para Bapa Gereja ini yaitu falsafi-teologis, yang pada pada dasarnya fatwa ini ingin menunjukkan bahwa kepercayaan sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak imbas dari Plotinos. Pada masa ini sanggup dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi “diabdikan” untuk agama.
Jaman Skolastik (sekitar tahun 1000), imbas Plotinus diambil alih oleh Aristoteles.Pemikiran-pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204). Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai “Sang Filsuf” sedangkan Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai “Sang Komentator”. Pertemuan pemikiran Aristoteles dengan kepercayaan Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo gres yang lahir pada masa Abad Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan.. Filsafatnya disebut “Skolastik” (Lt. “scholasticus”, “guru”), lantaran pada periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas berdasarkan suatu kurikulum yang baku dan bersifat internasional. Inti fatwa ini bertema pokok bahwa ada hubungan antara kepercayaan dengan kebijaksanaan budi. Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu “mengabdi” terhadap yang lain atau sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai era yang kurang aman terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan Polandia N. Copernicus yang dieksekusi kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, dikala mengemukakan temuannya wacana sentra peredaran benda-benda angkasa yaitu matahari (Heleosentrisme). Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai sentra peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus sejak jaman Yunani yang justru telah menerima “mandat” dari otoritas Gereja. Oleh lantaran itu dianggap menjatuhkan kewibawaan Gereja.

3.      Jaman Modern: Lahir dan Berkembangan Tradisi Ilmu Pengetahuan
Jembatan antara Abad pertengahan dan Jaman Modern yaitu jaman “Renesanse”, periode sekitar 1400-1600. Filsuf-filsuf penting dari jaman ini yaitu N. Macchiavelli (1469-1527), Th. Hobbes (1588-1679), Th. More (1478-1535) dan Frc. Bacon (1561-1626). Pembaharuan yang sangat bermakna pada jaman ini ((renesanse) yaitu “antroposentrisme”nya. Artinya sentra perhatian pemikiran tidak lagi kosmos menyerupai pada jaman Yunani Kuno, atau Tuhan sebagaimana dalam Abad Pertengahan. Setelah Renesanse mulailah jaman Barok, pada jaman ini tradisi rasionalisme ditumbuh-kembangkan oleh filsuf-filsuf antara lain; R. Descartes (1596-1650), B.Spinoza (1632-1677) dan G. Leibniz (1646-1710). Para Filsuf tersebut di atas menekankan pentingnya kemungkinan-kemungkinan akal-budi (“ratio”) didalam membuatkan pengetahuan manusia.
Pada era kedelapan belas mulai memasuki perkembangan baru. Setelah reformasi, renesanse dan setelah rasionalisme jaman Barok, pemikiran insan mulai dianggap telah “dewasa”. Periode sejarah perkembangan pemikiran filsafat disebut sebagai “Jaman Pencerahan” atau “Fajar Budi” (Ing. “Enlightenment”, Jrm. “Aufklärung”. Filsuf-filsuf pada jaman ini disebut sebagai para “empirikus”, yang ajarannya lebih menekankan bahwa suatu pengetahuan yaitu mungkin lantaran adanya pengalaman indrawi insan (Lt. “empeira”, “pengalaman”).

4.      Masa Kini: Suatu Peneguhan Ilmu Yang Otonom
Pada era ketujuh belas dan kedelapan belas perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan menunjukkan aliran-aliran besar: rasionalisme, empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan filsafat era ketujuh belas dan era kedelapan belas, filsafat era kesembilan belas dan era kedua puluh banyak bermunculan aliran-aliran gres dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu. Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan otonom. Aliran-aliran tersebut antara laian: positivisme, marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme,neo-tomisme dan fenomenologi. Berkaitan dengan filosofi penelitian Ilmu Sosial, aliran yang tidak bisa dilewatkan yaitu positivisme yang digagas oleh filsuf A. Comte (1798-1857). Menurut Comte pemikiran insan sanggup dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap:
(1)   Teologis,
(2)   Metafisis, dan
(3)   Positif-ilmiah.
Bagi era insan remaja (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana sanggup diuji dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang terang dan niscaya sebagaimana berat, luas dan isi suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi “metafisik”, dan oleh lantaran itu ilmu sosial yang digagas olehnya dikala itu dinamakan “Fisika Sosial” sebelum dikenal kini sebagai “Sosiologi”. Bisa dipahami, lantaran pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih “mantap” dan “mapan”, sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya.
Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, contohnya : “Strukturalisme” dan “Postmodernisme”. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya contohnya Cl. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M. Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan, teori, kebijaksanaan dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya The Logic of Science in Sociology.
Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa aktivitas keilmuan/ilmiah itu tidak lain yaitu penelitian (search dan research). Demikian pula hal ada dan keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu /sain berkaitan dengan tabiat dan sifat-sifat dari obyek suatu ilmu /sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sain juga menjadi bahasan dalam filsafat ilmu. Setidaktidaknya hasil pembahasan kefilsafatan wacana ilmu (Filsafat Ilmu) sanggup menawarkan perspektif kritis bagi ilmu /sain dengan mempersoalkan kembali apa itu:pengetahuan, kebenaran, metode ilmiah/keilmuan, pengujian/verifikasi dan sebaliknya hasil-hasil terkini dari ilmu /sain dan penerapannya sanggup menawarkan umpan-balik bagi Filsafat Ilmu sebagai materi refleksi kritis dalam pokok bahasannya (survey of sciences) sebagaimana yang dikemukakan oleh Whitehead dalam bukunya Science and the Modern World (dalam Hamersma, 1981:48)



























DAFTAR PUSTAKA

Gordon, Scott. 1991. The history and philosophy of social science. New York: Routledge.
Hamersma, Harry,. 1981. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Lanur, Alex ,. 1985. Logika: Selayang Pandang. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sonny Keraf, A. dan Mikhael Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan: Sebuah Tinjauan Filosofis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Wallace, Walter L. 1971. The Logic of Science in Sociology. New York: Aldine Publishing Company
Wedberg, Anders. 1982. A History of Philosophy. Oxford: Clarendon Press. Volume 1 & 2.
www.google.com. 2012. Filsafat. Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
stParag� I" t ��y � y in-top:0in;margin-right:0in;margin-bottom: 0in;margin-left:.25in;margin-bottom:.0001pt;mso-add-space:auto;text-align:justify; text-indent:-.25in;line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo6'>2.      Mekanisme Pertahanan Ego
Membantu seseorang; untuk mengatasi kecemasan ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara tidak sadar untuk memper tahankan keseimbangan.

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN
Tidak semua kecemasan sanggup dikatakan bersifat patologis ada juga kecemasan yang bersifat normal Dibawah ini yaitu faktor- faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan berdasarkan Adikusumo (2003) dari aneka macam sumber :
1.      Faktor Internal
a.       Usia
Permintaan derma dari sekeliling menurun dengan bertambahnya usia, pertolongan diminta jika ada kebutuhan akan kenyamanan, reasurance dan nasehat- nasehat.
b.      Pengalaman
Individu yang memiliki modal kemampuan pengalaman menghadapi stres dan punya cara menghadapinya akan cenderung lebih menganggap stres yang bertapun sebagai duduk kasus yang bisa diseleseikan. Tiap pengalaman merupakan sesuatu yang berharga dan berguru dari pengalaman sanggup meningkatkan ketrampilan menghadapi stres.
c.       Aset Fisik
Orang dengan aset fisik yang besar, berpengaruh dan agresif akan memakai aset ini untuk menghalau stres yang tiba mengganggu.
2.      Faktor Eksternal
a.       Pengetahuan
Seseorang yang memiliki ilmu pengtahuan dan kemampuan intelektual akan sanggup meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri dalam menghadapi stres mengikuti aneka macam aktivitas untuk meningkatkan kemampuan diri akan banyak menolong individu tersebut.
b.      Pendidikan
Peningkatan pendidikan sanggup pula mengurangi rasa tidak bisa untuk menghadapi stres. Semakin tinggi pendidikan seseorang akan gampang dan semakin bisa menghadapi stres yang ada.
c.       Financial/ Material
Aset berupa harta yang melimpah tidak akan menimbulkan individu tersebut mengalami stres berupa kekacauan finansial, jika hal ini terjadi dibandingkan orang lain yang aset finasialnya terbatas.
d.      Keluarga
Lingkungan kecil dimulai dari lingkungan keluarga, tugas pasangan dalam hal ini sangat berarti dalam memberi dukungan. Istri dan anak yang penuh pengertian serta sanggup mengimbangi kesulitan yang dihadapi suami akan sanggup menawarkan bumper kepada kondisi stres suaminya.
e.       Obat
Dalam bidang Psikiatri dikenala obata- obatan yang tergolong dalam kelompok anti ansietas. Obat- obat ini memiliki kasiat mengatasi ansietas sehingga penderitanya cukup tenang.
f.       Sosial Budaya Suport.
Dukungan sosial dan sumber- sumber masyarakat serta lingkungan sekitar individu akan sangat membantu seseorang dalam menghadapi stresor, pemecahan asalah bersama- sama dan tukar pendapat dengan orang disekitarnya akan menciptakan situasi individu lebih siap menghadapi stres yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (1998). Prosedure penelitian suatu pendekatan Praktek. Jogya : Rineka Cipta
Arikunto, Suharsini. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Aziz Alimul H,S. kwp, Ners. (2003). Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Adikusuma. (1999). Penatalaksanaan Stres.http://www.kabefarma.com 123.htm (diakses 5 maret 2007)
Baskoro. (2009). Kahamilan Resiko Tinggi. Jakarta : Rineka Cipta.
Burns & Grove (1999), Metodology Research . Jakarta : Rineka Cipta
Carpeneto. (2000). Buku saku keperawatan Edisi III. Jakarta.EGC
Departemen kesehatan dan Kesejahteraan sosial Republik Indonesia. 2008. Petunjuk Teknis Penggunaan Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur
Freund, Sigmund. (2002). Psicoanalis A General Intruduction to Psicoanalisis
Kertidjo,2002.Pengaruh latihan olah raga pernafasan Bio Energy Power terhadap derajat Ansietas dan depresi,www/http: bionergy power.com/ansietas.htm ( Diakses 8 pebrruari 2007)
Mocthar, Rustam. (1998). Sinopsis Obstetri Jilid I Ed. 2. Jakarta : EGC
Manuaba, (1998), Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan KB untuk pendidikan bidan Jakarta : Buku Kedokteran EGC
Notoatmojo, Soekidjo (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Nursalam. (2000). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Nursalam dan Pariani. (2001). Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: S.Agung Seto.
Nuryanto, 2008. Kecemasan dalam Persalinan. Jakarta : EGC.
Santoso, Singgih. (2001).Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik. Jakarta: Gremedia
Sugiono. (2005). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabet
Suhaeni. (2009). Kecemasan dalam Persalinan. Jakarta : EGC.
Susenas, (2006). Buku Peran Bidan Dalam Menolong Persalinan. Jakarta : Rineka Cipta.
Stuart & Sundeen (1991), Buku saku keperawatan jiwa,buku kedokteran jiwa. Jakarta EGC
Sivalintar,2007,Rasa takut dan Ansietas, www//http:sivalintar.com.ansietas.htm (diakses 28 pebruari 2007)
Savitri,2003. Kecemasan.Jakarta. Pustaka Popular Obor.


Sumber http://macrofag.blogspot.com