Ada lebih dari 100 juta perjuangan gres tiap tahun di dunia. Artinya, tiap detik ada 3 perjuangan gres dilahirkan. Sehingga, mendirikan perjuangan gres bukanlah sesuatu yang istimewa.
Setiap perjuangan rintisan ialah perjuangan dalam masa kritis dimana hidup-mati ditentukan. Sekitar 80% perjuangan gres bangkrut di tahun pertama. Hanya 10% yang bertahan hingga tahun ke-5. Dari 10% itu hanya 1% yang berhasil tumbuh secara eksponensial.
Salah satu tantangan terbesar pada perjuangan rintisan ialah mencari pembeli awal. Orang tidak serta-merta membeli hanya alasannya ialah kita membuatnya. Yang tersulit bukanlah meningkatkan Rp 100 juta menjadi Rp 1 miliar. Tapi dari Rp 0 menjadi Rp 1 juta (misalnya). Saya pernah membahas ini dalam post sebelumnya perihal critical mass.
Mereka yang punya perjuangan gres biasanya menjual ke orang-orang terdekat lebih dulu: kawan, keluarga, kerabat, kolega. Apa pelajaran yang bisa kita tarik dari referensi penjualan awal menyerupai ini?
Bahwa menjual sebuah produk gres atau produk perjuangan gres diharapkan kepercayaan besar yang seringkali tidak terletak pada produknya. Namun mengandalkan hal-hal yang tak tampak (intangible). Karena setiap pembeli produk perjuangan gres melaksanakan pertaruhan atas sesuatu yang belum terbukti di pasar. Namun konsumen bersedia masuk ke dalam pertaruhan itu alasannya ialah alasan-alasan yang bukan materiil.
Seorang sahabat membeli produk gres kita alasannya ialah beliau percaya pada kita sebagai seorang individu. Dia sudah usang mengenal rekam jejak kita, tahu bagaimana kita memperlakukan orang lain, kompetensi kita menjalankan sebuah usaha, kejujuran, moral, dan nilai yang kita anut, serta tujuan kita dalam perjuangan tersebut. Sehebat-hebatnya produk gres yang kita jual, di mata orang lain tetaplah sebuah produk yang abnormal dan belum terbukti di pasar. Sehingga, tingkat adopsi konsumen pada sebuah produk gres bukan alasannya ialah mereka confidence pada nilai produk tersebut, tapi confidence pada diri kita sebagai penyedia produk.
Jadi, buat kita yang sedang mencari pembeli awal, ingatlah bahwa ini bukan soal kehebatan produk. Tapi kepercayaan orang lain terhadap siapa kita, apa yang kita lakukan, apa yang kita tuju, dan mengapa kita melakukannya. Sayangnya semua ini ialah nilai yang tak tampak dan tidak dibangun dalam 1-2 tahun.
Kita sering mencar ilmu secara keliru dengan menganggap bahwa penjualan ialah sekedar teknik atau metode. Misal, kita berguru pada seseorang yang sirkulasi penjualannya sudah 1.000 item per hari. Kita mencar ilmu cara menjual 1.000 item barang pada ketika kita belum berhasil menjual 1 pun. Apakah kita mencar ilmu bagaimana cara si guru dulu menjual barang pertamanya? Bilapun demikian, apakah kita bisa mereplikasi ‘siapa’ guru kita sebelum ia melaksanakan penjualan pertamanya? Apakah kita bisa menciptakan orang lain percaya kepada kita menyerupai dulu para pembeli pertama percaya pada guru kita?
Kepercayaan itu bukan teknik. Ia sesuatu yang sangat emosional dan dibangun dalam waktu tidak singkat. Kita tidak bisa menyuruh orang percaya pada kita.
Kepercayaan tidak terjadi secara mekanis, namun tiba dengan cara uniknya masing-masing. Banyak yang mengajarkan teknik membangun kepercayaan. Tapi apapun tekniknya tidak akan berhasil tanpa moral, nilai, rekam jejak, passion, dan purpose yang berpengaruh dari pelakunya.
Misal kita gunakan mesin waktu untuk kembali ke 2010 sebelum ada Gojek. Lalu kita yang menciptakan perusahaan Gojek. Kita perlu investor awal menyerupai yang Nadiem Makarim dulu dapatkan.
Apakah calon investor akan memandang kita menyerupai beliau memandang Nadiem?
Apakah kita pernah sekolah di Brown, Harvard, bekerja di McKinsey, jadi CEO Kartuku dan Zalora, punya jejaring luas dan bisa merekrut tim menyerupai halnya Nadiem?
Kita bisa mereplikasi apa yang orang lain lakukan. Tapi tidak bisa menjadi siapa orang itu. Para pembeli awal ialah mereka yang percaya pada siapa kita.
Hal yang sama juga saya rasakan di Arkademi. ‘Pembeli’ awal Arkademi tolong-menolong bukanlah siswa, tapi mentor. Karena siswa tiba melalui mentor. Sehingga saya harus bisa ‘menjual’ Arkademi kepada para calon mentor terlebih dulu. Agar jumlah pengguna/siswa bisa tumbuh cepat, maka saya harus ‘menjual’ kepada mentor yang telah mempunyai basis siwa yang besar. Saya punya jejaring luas di kalangan para mastah, tapi dapat dipercaya saya di mata mereka belum tentu sama. Dari 52 calon mentor yang telah mendaftar hingga hari ini 80% ialah para mastah yang menjadi mitra di FB. Saya sudah berteman usang dan mereka bisa menilai orang menyerupai apa diri saya. Hari ini jumlah kelas yang terlisting di Arkademi sudah 13 dari 10 mentor. Bulan ini akan saya genapkan melisting 23 kelas dari 20 mentor di Arkademi.
Pencapaian menyerupai ini intinya bukan alasannya ialah Arkademi ialah platform gres yang menjanjikan, tapi alasannya ialah profil individu saya di mata para mentor. Hal yang sama juga berlaku untuk para siswa. Mereka memakai Arkademi bukan alasannya ialah Arkademi hebat, tapi alasannya ialah para guru yang mereka percaya ada di sana sehingga mereka bersedia memakai sebuah ‘barang baru’ berjulukan Arkademi.
Setiap perjuangan rintisan tolong-menolong tidak mengatakan produk, tapi mengatakan kredibilitas, popularitas, dan nilai pada diri pendirinya — segala hal yang dibangun dan ditempa dalam waktu panjang. Bisnis dan produk kita ialah siapa kita. Dan ‘siapa kita’ tidak dibuat dalam 1-2 hari. (*)
Sumber aciknadzirah.blogspot.com