Random post

Friday, September 15, 2017

√ Hipersensitivitas Tipe I


HIPERSENSITIVITAS TIPE I
Hipersensitivitas tipe 1 merupakan suatu respons jaringan yang terjadi secara cepat (secara khusus hanya dalam bilangan menit) stelah terjadi interaksi antaraalergen dengan antibody IgE yang sebelumnya berikatan pada permukaan sel mast dan basofil pada pejamu yang tersensitisasi. Bergantung pada jalan masuknya, hipersensitivitas tipe 1 sanggup terjadi sebagai reaksi local yang benar-benar mengganggu (misalnya rhinitis alergi) atau sangat melemahkan (asma) atau sanggup berpuncak pada suatu gangguan sistemik yang fatal (anafilaksis).
Urutan kejadian reaksi hipersensitivitas tipe 1 yaitu sebagai berikut:
1.      Fase sensitasi
Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE samapi diikatnya oleh reseptor spesifik (Fc-R) pada permukaan sel mast dan basofil
2.      Fase aktivasi
Yaitu waktu yang diharapkan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
3.      Fase efektor
Yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai imbas mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan kegiatan farmakologik
Banyak reaksi tipe 1 yang terlokalisasi memiliki dua tahap yang sanggup ditentukan secara jelas:
Respon awal, diatandai dengan vasodilatasi, kebocoran vascular, dan spesme otot polos, yang biasanya muncul dalam rentang waktu 5 sampai 30 menit stelah terpajan oleh allergen dan menghilang sesudah 60 menit.
Reaksi fase lambat, yang muncul 2 sampai 8 jam kemudian dan berlangsung selama beberapa hari. Reaksi fase lambat ini ditandai dengan infiltrasi eosinofil serta sel radang akut dan kronis lainnya yang lebih andal pada jaringan dan juga ditandai dengan penghancuran jaringan dalam bentuk kerusakan sel epitel mukosa.
Mediator Primer
Setelah pemicuan IgE,  perantara primer (praformasi) di dalam granula sel mast dilepaskan untuk memulai tahapan awal reaksi hipersensitivitas tipe 1. Histamin, yang merupakan perantara praformasi terpenting, mengakibatkan meningkatnya permeabilitas vascular, vasodilatasi, bronkokonstriksi, dan meningkatnya sekresi mukus. Mediator lain yang segera dilepaskan meliputi adenosine (menyebabkan bronkokonstriksi dan menghambat agregasi trombosit) serta factor kemotaksis untuk neutrofil dan eosinofil. Mediator lain ditemukan dalam matriks granula dan meliputi heparin serta protease netral (misalnya triptase). Protease menghasilkan kinin dan memecah komponen perhiasan untuk menghasilkan factor kemotaksis dan inflamasi tambahan (misalnya), C3a).
Mediator Sekunder
Mediator ini meliputi dua kelompok senyawa : perantara lipid dan sitokin. Mediator lipid dihasilkan melalui aktivasi fosfolipase A­­2, yang memecah fosolipid membrane sel mast untuk menghasilkan asam arakhidonat. Selanjutnya, asam arakhidonat merupakan senyawa induk untuk menyintesis leukotrien dan prostaglandin.
Leukotrien berasal dari hasil kerja 5-lipooksigenase pada precursor asam arakhidonat dan sangat penting dalam pathogenesis hipersensitivitas tipe 1. Leukotrien tipe C4 dan D4merupakan vasoaktif dan spasmogenik yang dikenal paling poten; pada dasar molar, distributor ini ada beberapa ribu kali lebih aktif daripada histamin dalam meningkatkan permeabilitas vaskular dan dalam mengakibatkan kontraksi otot polos bronkus. Leukotrien B4 sangat kemotaktik untuk neutrofil, eosinofil dan monosit.
Prostaglandin D2 adalah perantara yang paling banyak dihasilkan oleh jalur siklooksigenasi dalam sel mast. Mediator ini mengakibatkan bronkospasme andal serta meningkatkan sekresi mucus.
Faktor pengaktivasi trombosit merupakan perantara sekunder lain, menimbulkan agregasi trombosit, pelepasan histamin, dan bronkospasme. Mediator ini juga bersifat kemotaktik untuk neutrofil dan eosinofil. Meskipun produksinya diawali oleh aktivasi fosfolipase A2, perantara ini bukan produk metabolism asam arakhidonat.
Sitokin yang diproduksi oleh sel mast (TNF, IL-1, IL-4, IL-5, dan IL-6) dan kemokin berperan penting pada reaksi hipersensitivitas tipe 1 melalui kemampuannya merekrut dan mengaktivasi banyak sekali macam sel radang. TNF merupakan perantara yang sangat poten dalam adhesi, emigrasi, dan aktivasi leukosit. IL-4 juga merupakan faktor pertumbuhan sel mast dan diharapkan untuk mengendalikan sintesis IgE oleh sel B.



Manifestasi Klinis
Reaksi tipe 1 sanggup terjadi sebagai suatu gangguan sistemik atau reaksi local. Seringkali hal ini ditentukan oleh rute pajanan antigen. Emberian antigen protein atau obat (misalnya bias lebah atau p3enisilin) secara sistemik (parenteral) menimbulkan anafilaksis. Dalam beberapa menit stelah pajanan pada pejamu yang tersensitisasi akan muncul rasa gatal, urtikaria (bintik merah dan bengkak), dan eritema kulit, diikuti kesulitan bernapas berat yang disebabkan oleh bronkokonstriksi paru dan diperkuat dengan hipersekresi mucus. Edema laring sanggup memperberat problem dengan mengakibatkan obstruksi saluran pernapasan potongan atas. Salian itu, otot semua saluran pencernaan sanggup terserang, dan menimbulkan vomitus, kaku perut dan diare. Tanpa intervensi segera, sanggup terjadi vasodilatasi sistemik (syok anafilaksis), dan penderita sanggup mengalami kegagalan sirkulasi dan kemtian dalam beberapa menit.
Reaksi local biasanya terjadi jikalau antigen hanya terbatas pada daerah tertentu sesuai dengan jalur pemajannya, menyerupai kulit (kontak, mengakibatkan urtikaria), traktus gastrointestinal (ingesti, mengakibatkan diare), atau paru (inhalasi, mengakibatkan bronkokonstriksi).
Kerentanan terhadap reaksi tipe 1 yang terlokalisasi dikendalikan secara genetic, dan istilah atopi dipakai untuk menawarkan kecenderungan familial terhadap reaksi terlokalisasi tersebut. Pasien yang menderita alergi nasobronkial (seperti asma) seringkali memiliki riwayat keluarga yang menderita kondisi serupa. Dasar genetic atopi belum dimengerti secara jelas; namun studi menganggap adanya suatu hubungan dengan gen sitokin pada kromosom 5q yang mengatur pengeluaran IgE dalam sirkulasi.











DAFTAR PUSTAKA

Kumar. Cotran. Robbins. Buku didik patologi. Ed 7. Jakarta: EGC. 2007
Baratawidjaja KG. imunologi dasar. Ed 6. Jakarta: Balai penerbit FKUI. 2004


Sumber http://macrofag.blogspot.com