Random post

Thursday, May 17, 2018

√ Resensi Dalam Bahasa Indonesia – Jenis, Unsur, Dan Struktur

Resensi atau ulasan buku berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah pertimbangan atau pembicaraan perihal buku. Sementara itu, berdasarkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2017), resensi ialah ulasan atau penilaian atau pembicaraan mengenai suatu karya baik itu buku, film, atau karya lain. Adapun tujuan utama resensi buku ialah memperlihatkan balasan terhadap isi buku yang diresensi sebagai upaya untuk memperlihatkan isu kepada calon pembaca buku apakah buku tersebut layak dibaca atau tidak. Selain itu, tujuan resensi lainnya ialah memperlihatkan semacam umpan balik kepada pengarang untuk menyempurnakan isi buku pada edisi terbitan selanjutnya. Biasanya, resensi sanggup ditemui di media cetak ibarat surat kabar atau majalah serta media daring.


Agar resensi yang dibentuk benar-benar menyuguhkan isu yang diharapkan oleh pembaca, seorang peresensi harus memenuhi beberapa persyaratan. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang peresensi ialah sebagai berikut.



  • Peresensi harus mempunyai pengetahuan di bidangnya. Misalnya, dikala akan meresensi sebuah cerpen, maka peresensi harus mempunyai pengetahuan perihal cerpen dan perkembangannya.

  • Peresensi harus mempunyai kemampuan menganalisis. Dalam arti, peresensi harus bisa menggali banyak sekali unsur yang terdapat di dalam sebuah cerpen yang akan dianalisis.

  • Peresensi harus mempunyai pengetahuan dalam pola yang sebanding. Dalam arti, peresensi membandingkan dengan karya lain yang sejenis. Sehingga peresensi sanggup menemukan kelebihan dan kekurangan dari karya yang dianalisis.


Jenis


Terdapat banyak sekali macam jenis resensi yang didasarkan pada kriteria tertentu ibarat sudut pandang dan isi resensi (Saryono, 1997) dan jenis buku (Samad, 1997). Jenis resensi berdasarkan sudut pandang ialah resensi ilmiah dan resensi ilmiah popular. Jenis resensi berdasarkan isi ialah resensi informatif, resensi evaluatif, dan resensi informatif-evaluatif. Dan, jenis resensi berdasarkan jenis buku ialah resensi buku sastra dan resensi buku non-sastra.


Dari ulasan di atas, jenis-jenis resensi ialah sebagai berikut.



  1. Resensi ilmiah – Resensi ilmiah ialah resensi yang mengupas bidang keilmuan tertentu. Biasanya, bahasa yang dipakai ialah bahasa resmi atau bahasa baku, banyak memakai rujukan atau acuan, dan dipaparkan secara lengkap.

  2. Resensi ilmiah popular – Berbeda dengan resensi ilmiah, resensi ilmiah popular merupakan resensi ilmiah yang tidak memakai rujukan atau pola tertentu, bahasa yang dipakai ialah bahasa tidak baku, dan hanya bagian-bagian yang menarik saja yang dipaparkan oleh peresensi.

  3. Resensi informatif – Resensi informatif ialah resensi yang berisi hal-hal yang sifatnya informative dari sebuah buku. Biasanya, resensi informatif hanya menyajikan ringkasan perihal isi buku atau hal-hal lain yang berkaitan dengan buku yang diresensi.

  4. Resensi evaluatif – Resensi evaluative ialah resensi yang berisi penilaian peresensi terhadap buku atau hal-hal yang berkaitan dengan buku yang diresensi.

  5. Resensi informatif-evaluatif – Resensi informatif-evaluatif ialah resensi yang merupakan perpaduan dari resensi informatif dan resensi evaluatif. Resensi informatif-evaluatif menyajikan ringkasan buku atau hal-hal penting yang terdapat dalam buku yang diresensi sekaligus berisi penilaian peresensi terhadap isi buku.

  6. Resensi buku sastra –Resensi sastra ialah resensi yang mengupas, memaparkan, dan menilai buku-buku sastra. Biasanya, resensi buku sastra disajikan secara informatif, evaluatif, atau perpaduan keduanya.

  7. Resensi buku nonsastra – Resensi nonsastra ialah resensi yang mengupas, memaparkan, dan menilai buku-buku nonsastra ibarat buku-buku pengetahuan dan lain sebagainya.


Unsur


Resensi terdiri dari beberapa unsur yaitu judul, identitas buku, isi resensi buku, dan epilog resensi buku.



  • Judul resensi 


Resensi yang dibentuk hendaknya memuat judul resensi. Judul resensi berperan sebagai pengantar sebelum masuk ke isi resensi. Karena itu, judul harus dibentuk semenarik mungkin biar sanggup menarik perhatian pembaca dan mempunyai keterkaitan dengan isi resensi.



  • Identitas buku yang diresensi


Resensi harus memuat identitas buku yang merupakan data buku. Biasanya identitas buku berisi   judul buku, nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit beserta cetakannya, dimensi atau ukuran buku, dan harga buku.



  • Isi resensi buku


Unsur berikutnya ialah isi resensi. Biasanya, isi resensi buku berisi perihal ulasan singkat buku dan disertai dengan kutipan singkat. Selain itu, isi resensi buku juga berisi keunggulan dan kelemahan buku, rumusan kerangka buku, dan bahasa yang digunakan.



  • Penutup resensi


Terakhir, epilog resensi berisi alasan-alasan mengapa buku itu ditulis dan kepada siapa buku itu ditujukan.


Struktur


Sebagaimana halnya struktur teks ulasan dalam bahasa Indonesia, struktur teks resensi meliputi identitas, orientasi, sinopsis, analisis, dan evaluasi.



  1. Identitas dalam resensi meliputi judul, pengarang, penerbit, tahun terbit, tebal halaman, dan ukuran buku. Terkadang, bab ini tidak dinyatakan secara pribadi oleh peresensi dikala meresensi film atau lagu.

  2. Orientasi berisi klarifikasi mengenai kelebihan buku yang diresensi, contohnya penghargaan yang pernah diraih oleh buku yang diresensi. Biasanya, hal ini diletakkan di paragraf pertama oleh peresensi sebagai pemantik perhatian pembaca.

  3. Sinopsis dalam resensi ialah ringkasan yang menggambarkan pemahaman penulis terhadap isi buku.

  4. Analisis berupa paparan perihal keberadaan unsur-unsur cerita, ibarat tema, penokohan, dan alur.

  5. Evaluasi berupa paparan perihal kelebihan dan kekurangan suatu karya.


Contoh


Pada kesempatan yang kemudian kita telah memahami beberapa contoh resensi dalam bahasa Indonesia ibarat cara menulis resensi film, cara menulis resensi buku, contoh resensi buku novel, contoh resensi buku cerpen, contoh resensi buku pelajaran, dan contoh resensi non fiksi. Berikut disajikan contoh resensi singkat dalam bahasa Indonesia yang dikutip dari laman kompas.com tanggal 17 Juni 2013 bertajuk Pasung Jiwa, Menguak Ketakutan.



Pasung Jiwa, Menguak Ketakutan

Judul Buku : Pasung Jiwa

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : 2013

Tebal : 328 halaman


Membaca buku terbaru dari Okky Madasari ini ibarat menelusuri kisah hidup orang-orang yang terjebak dalam diri mereka sendiri. Yang laki-laki membenci dunia macho yang sudah terbentuk di sekitarnya, sementara yang perempuan menolak untuk selalu menerima. Pasung Jiwa kemudian ibarat cermin yang memantulkan wajah kita sendiri. Ada empat tokoh utama dalam novel ini; Sasana, Jaka Wani, Elis, dan Kalina. Kempatnya punya pertalian dan benang merah yang saling mempertemukan.


Cerita dibuka dengan Sasana dari masa kecilnya, remaja, hingga dewasa. Bagaimana ia terbentuk menjadi sosok yang sudah merasa terperangkap alasannya ialah terlahir sebagai laki-laki. Dipaksa bermain piano dan music klasik, sementara ia jatuh cinta dengan music dangdut. Diperas dan dikeroyok sewaktu masih duduk di kursi Sekolah Dasar. “Seluruh hidupku ialah perangkap. Tubuh ialah prangkap pertamaku. Lalu orang tua, dan semua orang yang kukenal. Kemudian segala hal yang kuketahui serta segala sesuatu yang kulakukan.” Sasana (hal.9).


Lompat ke masa kuliah, Sasana menemukan dirinya sendiri dengan melahirkan sosok Sasa. Memakai daster, berbedak, dan bergincu, bebas menyanyikan lagu dangdut yang ia suka. Tapi itu tak berlangsung usang hingga ia dan Jaka Wani yang menjadi temannya mengamen ditangkap polisi. Jaka Wani, sosok lain yang terjebak dalam kemiskinan. Menjadi buruh pabrik yang hidup teratur dari Senin hingga Jumat, bekerja dari pagi hingga sore dengan upah yang hanya Rp 90.000 seminggu. Hidup ibarat robot, sementara harapan terdalamnya sebagai seniman tertimbun dalam-dalam.


Perjalanan dengan Sasa berakhir, dan mempertemukannya dengan Elis, kemudian Kalina. Elis ialah sosok pelacur yang melayani para buruh pabrik dengan bayaran rendah. Menjadi pelacur katanya bukan alasannya ialah paksaan, melainkan suatu pilihan, daripada hidup dengan suami yang bajingan. Jika orang arif bekerja dengan otaknya, dan buruh bekerja dengan tenaganya, maka ia menentukan bekerja dengan organ kewanitaan yang ia punya. Sementara Kalina, ditemukan Jaka Wani dikala sedang berontak dan meronta di hadapan buruh pabrik. Ia protes dipecat alasannya ialah ia hamil, sementara yang menghamilinya ialah mandor sendiri. Nasibnya hampir sama dengan buruh perempuan lain yang dipaksa melayani ajakan para mandor tanpa bisa mengelak.


Menyoal keberanian


Di antara masalah konflik batin dan personal yang diusung masing-masing karakter, Okky menyelipkan sedikit perihal nasib buruh perempuan Marsinah yang alasannya ialah keberaniannya kemudian hilang tanpa tahu kelanjutan nasibnya. Sosok Sasana, Jaka Wani, Elis, dan Kalina kemudian juga dihadapkan pada perangkap di luar diri mereka ibarat agama, aturan, dan pandangan masyarakat. Sasana tidak bisa menjadi dirinya sendiri, alasannya ialah laki-laki harulah laki-laki, dihentikan tidak. Jaka Wani sebagai buruh mesti manut saja pada apa pun yang sudah digariskan, walau tertindas. Elis mesti mendapatkan nasib sebagai perempuan yang tidak punya ha katas tubuhnya, kemudian Kalina tak bisa memperjuangkan nasibnya alasannya ialah keterbatasan yang ada.


Novel ini, ibarat tiga novel Okky sebelumnya, sangat kental dengan nuansa protes dan memberi bunyi pada mereka yang selama ini tidak pernah terdengar. Protes terhadap polisi yang dengan gambling digambarkan sebagai pelaku kekerasan dan sekaligus dalang di balik kekerasan yang timbul. Lewat keempat tokohnya, Okky menyiratkan keberanian untuk menguak rasa takut. Melawan, itulah kata-kata yang tepat. Tapi sejauh-jauhnya mereka melawan dari diri sendiri dan juga apa yang ada di sekitar, lagi-lagi mereka terperangkap. Mereka tidak sepenuhnya bebas. Atau memang bekerjsama tidak ada kebebasan yang mutlak?


Jika dibawa ke kehidupan nyata, maka keempat sosok ini bekerjsama ada. Karena itu juga novel ini terasa bersahabat tanpa fantasi dan tanpa bumbu fiksi yang kental. Semua terasa dekat. Tak usah jauh-jauh, di sekeliling kita mereka ada, bahkan bekerjsama ada kita di dalamnya. Jika kita bukan mereka, berarti kita orang yang membisu menyaksikan nasib mereka. Okky ibarat membuka mata dan hati pembacanya dengan lebar. Mencoba memahami nasib orang-orang yang selama ini ada tapi tidak terdengar. Moncoba memahami bahwa pemimpin atau mereka yang mengatasnamakan pegawapemerintah belum tentu benar. Setiap kita mestinya berani menguak rasa takut. Kira-kira begitulah maksud novel Pasung Jiwa.



Demikianlah ulasan singkat perihal resensi terkait dengan jenis, unsur, dan struktur resensi. Artikel lain yang sanggup dibaca di antaranya ialah contoh esai singkat, contoh kritik singkat, contoh esai sastra, contoh cerpen beserta sinopsisnya, contoh novel beserta sinopsisnya, dan contoh novel singkat.   Semoga bermanfaat.



Sumber https://dosenbahasa.com