Indonesia terletak di persimpangan tiga lempeng benua – ketiganya bertemu di sini – membuat tekanan sangat besar pada lapisan kulit bumi. Akibatnya, lapisan kulit bumi di wilayah ini terdesak ke atas, membentuk paparan-paparan yang luas dan beberapa pegunungan yang sangat tinggi. Seluruh wilayah ini sangat rentan terhadap gempa bumi hebat dan letusan gunung berapi dahsyat yang kerap menimbulkan kerusakan parah. Hal ini terlihat dari beberapa catatan geologis. Gempa bumi dan tsunami mengerikan yang dialami Aceh belum usang ini hanyalah episode terakhir dari seluruh rangkaian peristiwa panjang dalam masa prasejarah dan sejarah. (Arysio Santos, 2010)
Kutipan di atas mengatakan bahwa keberadaan tanah air kita tidak sanggup dilepaskan dari rangkaian peristiwa alam yang sudah terjadi semenjak zaman dahulu kala. Jadi, dinamika sejarah yang telah bermula semenjak insan ada, kalau dirunut hingga sekarang, kita akan menemukan betapa kesinambungan sejarah tidak simpel terputus, betapapun segala macam perubahan telah terjadi.
Sebelum Mengenal Tulisan
Mengamati Lingkungan
Coba kau renungkan, apakah yang terjadi ketika tawuran belum dewasa sekolah berlangsung? Bukankah sering kali mereka saling melempar batu? Batu ialah senjata yang paling awal dipakai umat insan dalam mempertahankan hidupnya. Jadi, anak sekolah di zaman modern ini — zaman yang bahkan dikatakan “era globalisasi”, ketika tiada lagi batas-batas yang menghambat kekerabatan kebudayaan — ter konkret masih mempraktikkan tradisi insan purba pada masa pra-aksara. Bila kau juga melaksanakan hal-hal mirip itu, maka kau masih pada tahapan peradaban masa pra-aksara. Untuk mengetahui apa, siapa, dan bagaimana kehidupan insan zaman pra-aksara kau sanggup mempelajari bacaan di berikut ini.
Baca Juga :
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia (1/4)
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia (2/4)
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia (3/4)
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia (4/4)
Manusia purba tidak mengenal goresan pena dalam kebudayaannya. Periode kehidupan ini dikenal dengan zaman pra-aksara. Masa praaksara berlangsung sangat usang jauh melebihi periode kehidupan insan yang sudah mengenal tulisan. Oleh lantaran itu, untuk sanggup memahami perkembangan kehidupan insan pada zaman pra-aksara kita perlu mengenali tahapan-tahapannya.
Memahami Teks
Sebelum mengenali tahapan-tahapan atau pembabakan perkembangan kehidupan dan kebudayaan zaman pra-aksara, perlu kau ketahui lebih dalam apa yang dimaksud zaman praaksara. Pra-aksara ialah istilah gres untuk menggantikan istilah prasejarah. Penggunaan istilah prasejarah untuk menggambarkan perkembangan kehidupan dan budaya insan ketika belum mengenal goresan pena ialah kurang tepat. Pra berarti sebelum dan sejarah ialah sejarah sehingga prasejarah berarti sebelum ada sejarah. Sebelum ada sejarah berarti sebelum ada kegiatan kehidupan manusia. Dalam kenyataannya sekalipun belum mengenal tulisan, makhluk yang dinamakan insan sudah mempunyai sejarah dan sudah menghasilkan kebudayaan. Oleh lantaran itu, para mahir mempopulerkan istilah praaksara untuk menggantikan istilah prasejarah.
Pra-aksara berasal dari dua kata, yakni pra yang berarti sebelum dan huruf yang berarti tulisan. Dengan demikian zaman pra-aksara ialah masa kehidupan insan sebelum mengenal tulisan. Ada istilah yang mirip dengan istilah pra-aksara, yakni istilah nirleka. Nir berarti tanpa dan leka berarti tulisan. Karena belum ada goresan pena maka untuk mengetahui sejarah dan hasil-hasil kebudayaan insan ialah dengan melihat beberapa sisa peninggalan yang sanggup kita temukan. Kapan waktu dimulainya zaman pra-aksara? Kapan zaman pra-aksara itu berakhir? Zaman pra-aksara dimulai sudah tentu semenjak insan ada, itulah titik dimulainya masa praaksara. Zaman pra-aksara berakhir setelah manusianya mulai mengenal tulisan. Pertanyaan yang sulit untuk dijawab ialah kapan tepatnya insan itu mulai ada di bumi ini sebagai membuktikan dimulainya zaman pra-aksara?. Sampai kini para mahir belum sanggup secara niscaya menunjuk waktu kapan mulai ada insan di muka bumi ini. Tetapi yang terperinci untuk menjawab pertanyaan itu kau perlu memahami kronologi perjalanan kehidupan di permukaan bumi yang rentang waktunya sangat panjang. Bumi yang kita huni kini diperkirakan mulai terjadi sekitar 2.500 juta tahun yang lalu.
Bagaimana kalau kita ingin melaksanakan kajian ihwal kehidupan zaman pra-aksara? Untuk menyidik zaman praaksara, para sejarawan harus memakai metode penelitian ilmu arkeologi dan juga ilmu alam mirip geologi dan biologi. Ilmu arkeologi ialah bidang ilmu yang mengkaji bukti-bukti atau jejak tinggalan fisik, mirip lempeng artefak, monumen, candi dan sebagainya. Berikutnya memakai ilmu geologi dan percabangannya, terutama yang berkenaan dengan pengkajian usia lapisan bumi, dan biologi berkenaan dengan kajian ihwal ragam hayati (biodiversitas) makhluk hidup.
Mengingat jauhnya jarak waktu masa pra-aksara dengan kita sekarang, maka tidak jarang orang mempersoalkan apa perlunya kita berguru ihwal zaman pra-aksara yang sudah usang ditinggalkan oleh insan modern. Tetapi pandangan mirip ini sungguh menyesatkan, alasannya tentu ada hubungannya dengan kekinian kita. Beberapa di antaranya akan dikemukakan berikut ini.
Data etnografi yang menggambarkan kehidupan masyarakat pra-aksara ternyata masih berlangsung hingga sekarang. Entah itu pola hunian, pola pertanian subsistensi, teknologi tradisional dan konsepsi kepercayaan ihwal kekerabatan harmoni antara insan dan alam, bahkan kebiasaan memiara binatang mirip anjing dan kucing di lingkungan insan modern perkotaan. Demikian pula kebiasaan bertani merambah hutan dengan motode ‘tebang kemudian bakar’ (slash and burn) untuk memenuhi kebutuhan secukupnya masih ada hingga kini. Namun, kebiasaan merambah hutan dan hidup berpindah-pindah pada masa lampau tidak menimbulkan malapetaka asap yang mengganggu penerbangan domestik. Selain itu, juga mengganggu bandara negara tetangga Singapura dan Malaysia mirip yang sering terjadi akhir-akhir ini. Teknologi insan modernlah yang bisa melaksanakan perambahan hutan secara besar-besaran, entah itu untuk perkebunan atau pertambangan, dan permukiman real estate sehingga menimbulkan malapetaka kabut asap dan kerusakan lingkungan.
Arti penting dari pembelajaran ihwal sejarah kehidupan zaman pra-aksara pertama-tama ialah kesadaran akan asal permintaan manusia. Tumbuhan mempunyai akar. Semakin tinggi tanaman itu, semakin dalam pula akarnya menghunjam ke bumi hingga tidak simpel tumbang dari terpaan angin angin kencang atau petaka lainnya. Demikian pula halnya dengan manusia. Semakin berbudaya seseorang atau kelompok masyarakat, semakin dalam pula kesadaran kolektifnya ihwal asal permintaan dan penghargaan terhadap tradisi. Jika tidak demikian, insan yang melupakan budaya bangsanya akan simpel terombang-ambing oleh terpaan budaya absurd yang lebih kuat, sehingga dengan sendirinya kehilangan identitas diri. Kaprikornus bangsa yang simpel meninggalkan tradisi nenek moyangnya akan simpel didikte oleh budaya mayoritas dari luar yang bukan miliknya.
Kita bisa berguru banyak dari keberhasilan dan capaian prestasi terbaik dari pendahulu kita. Sebaliknya kita juga berguru dari kegagalan mereka yang telah menimbulkan malapetaka bagi dirinya atau bagi banyak orang. Untuk memetik pelajaran dari uraian ini, sanggup kita katakan bahwa nilai terpenting dalam pembelajaran sejarah ihwal zaman pra-aksara, dan sesudahnya ada dua yaitu sebagai ide untuk pengembangan nalar kehidupan dan sebagai peringatan. Selebihnya kecerdasan dan pikiran-pikiran kritislah yang akan menerangi kehidupan masa kini dan masa depan.
Sekarang muncul pertanyaan, semenjak kapan zaman pra-aksara berakhir? Sudah barang tentu zaman pra-aksara itu berakhir setelah kehidupan insan mulai mengenal tulisan. Terkait dengan masa berakhirnya zaman pra-aksara masing-masing tempat akan berbeda. Penduduk di Kepulauan Indonesia gres memasuki masa huruf sekitar periode ke-5 M. Hal ini jauh lebih terlambat bila dibandingkan di tempat lain contohnya Mesir dan Mesopotamia yang sudah mengenal goresan pena semenjak sekitar tahun 3000 SM. Fakta-fakta masa huruf di Kepulauan Indonesia dihubungkan dengan temuan prasasti peninggalan kerajaan renta mirip Kerajaan Kutai di Muara Kaman, Kalimantan Timur .
Terbentuknya Kepulauan Indonesia
Mengamati lingkungan
Bumi kita yang terhampar luas ini diciptakan Tuhan Yang Maha Pencipta untuk kehidupan dan kepentingan hidup manusia. Di bumi ini hidup aneka macam tanaman dan fauna serta tempat bersemainya insan dengan keturunannya. Di bumi ini kita bisa menyaksikan keindahan alam, kita bisa beraktivitas dan berikhtiar memenuhi kebutuhan hidup kita. Namun harus dipahami bahwa bumi kita juga sering menimbulkan bencana. Sebagai referensi munculnya kegiatan lempeng bumi yang kemudian melahirkan gempa bumi baik tektonis maupun vulkanis, bahkan hingga menimbulkan tsunami. Sebagai referensi tentu kau masih ingat bagaimana gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, di Papua dan beberapa di daerah lain, termasuk beberapa gunung berapi meletus. Bencana tersebut telah menimbulkan ribuan nyawa hilang dan harta benda melayang.
Fenomena alam yang terjadi itu merupakan pecahan tak terpisahkan dari kegiatan panjang bumi kita semenjak proses terjadinya alam semesta ratusan bahkan ribuan juta tahun yang lalu. Proses tersebut secara geologis mengalami beberapa tahapan atau pembabakan waktu. Berikut ini kita mencoba menelaah ihwal pembabakan waktu alam secara geologis dan bagaimana Kepulauan Indonesia terbentuk.
Memahami Teks
Ada banyak teori dan klarifikasi ihwal penciptaan bumi, mulai dari mitos hingga kepada klarifikasi agama dan ilmu pengetahuan. Kali ini kau berguru sejarah sebagai cabang keilmuan, pembahasannya ialah pendekatan ilmu pengetahuan, yakni asumsi-asumsi ilmiah, yang kiranya juga tidak perlu bertentangan dengan pemikiran agama. Salah satu di antara teori ilmiah ihwal terbentuknya bumi ialah Teori “Dentuman Besar” (Big Bang), mirip dikemukaan oleh sejumlah ilmuwan, mirip ilmuwan besar Inggris, Stephen Hawking. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta mulanya berbentuk gumpalan gas yang mengisi seluruh ruang jagad raya. Jika dipakai teleskop besar Mount Wilson untuk mengamatinya akan terlihat ruang jagad raya itu luasnya mencapai radius 500.000.000 tahun cahaya. Gumpalan gas itu suatu ketika meledak dengan satu dentuman yang amat dahsyat. Setelah itu, materi yang terdapat di alam semesta mulai berdesakan satu sama lain dalam kondisi suhu dan kepadatan yang sangat tinggi, sehingga hanya tersisa energi berupa proton, neutron dan elektron, yang bertebaran ke seluruh arah.
Ledakan dahsyat itu menimbulkan gelembung-gelembung alam semesta yang menyebar dan menggembung ke seluruh penjuru, sehingga membentuk galaksi, bintang-bintang, matahari, planet-planet, bumi, bulan dan meteorit. Bumi kita hanyalah salah satu titik kecil saja di antara tata surya yang mengisi jagad semesta. Di samping itu banyak planet lain termasuk bintang-bintang yang menghiasi langit yang tak terhitung jumlahnya. Boleh jadi ukurannya jauh lebih besar dari planet bumi. Bintang-bintang berkumpul dalam suatu gugusan, meskipun antarbintang berjauhan letaknya di angkasa. Ada juga ilmuwan astronomi yang mengibaratkan galaksi bintang-bintang itu tak ubahnya mirip sekumpulan anak ayam, yang tak mungkin dipisahkan dari induknya. Kaprikornus di mana ada anak ayam di situ niscaya ada induknya. Seperti halnya dengan belum dewasa ayam, bintang-bintang di angkasa tak mungkin gemerlap sendirian tanpa disandingi dengan bintang lainnya. Sistem alam semesta dengan semua benda langit sudah tersusun secara menakjubkan dan masing-masing beredar secara teratur dan rapi pada sumbunya masing-masing.
Selanjutnya proses evolusi alam semesta itu memakan waktu kosmologis yang sangat usang hingga berjuta tahun. Terjadinya evolusi bumi hingga adanya kehidupan memakan waktu yang sangat panjang. Ilmu paleontologi membaginya dalam enam tahap waktu geologis. Masing-masing ditandai oleh peristiwa alam yang menonjol, mirip munculnya gunung-gunung, benua, dan makhluk hidup yang paling sederhana. Sedangkan proses evolusi bumi dibagi menjadi beberapa periode sebagai berikut.
- Azoikum (Yunani: a = tidak; zoon = hewan), yaitu zaman sebelum adanya kehidupan. Pada ketika ini bumi gres terbentuk dengan suhu yang relatif tinggi. Waktunya lebih dari satu miliar tahun lalu.
- Palaezoikum, yaitu zaman purba tertua. Pada masa ini sudah meninggalkan fosil tanaman dan fauna. Berlangsung kira-kira 350.000.000 tahun.
- Mesozoikum, yaitu zaman purba tengah. Pada masa ini binatang mamalia (menyusui), binatang amfibi, burung dan tanaman berbunga mulai ada. Lamanya kira-kira 140.000.000 tahun.
- Neozoikum, yaitu zaman purba baru, yang dimulai semenjak 60.000.000 tahun yang lalu. Zaman ini sanggup dibagi lagi menjadi dua tahap (Tersier dan Quarter). Zaman es mulai menyusut dan makhluk-makhluk tingkat tinggi dan insan mulai hidup.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, sejarah di Kepulauan Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang dan rumit. Sebelum bumi didiami manusia, kepulauan ini hanya diisi tanaman tumbuhan dan fauna yang masih sangat kecil dan sederhana. Alam juga harus menjalani evolusi terus-menerus untuk menemukan keseimbangan semoga bisa beradaptasi dengan perubahan kondisi alam dan iklim, sehingga makhluk hidup sanggup bertahan dan berkembang biak mengikuti seleksi alam.
Gugusan kepulauan ataupun wilayah maritim mirip yang kita temukan kini ini terletak di antara dua benua dan dua samudra, antara Benua Asia di utara dan Australia di selatan, antara Samudra Hindia di barat dan Samudra Pasifik di belahan timur. Faktor letak ini memainkan tugas strategis semenjak zaman kuno hingga sekarang. Namun sebelum itu marilah kita sebentar berkenalan dengan kondisi alamnya, terutama unsur-unsur geologi atau unsurunsur geodinamika yang sangat berperan dalam pembentukan Kepulauan Indonesia.
Menurut para mahir bumi, posisi pulau-pulau di Kepulauan Indonesia terletak di atas tungku api yang bersumber dari magma dalam perut bumi. Inti perut bumi tersebut berupa lava cair bersuhu sangat tinggi. Makin ke dalam tekanan dan suhunya semakin tinggi. Pada suhu yang tinggi itu material-material akan meleleh sehingga material di pecahan dalam bumi selalu berbentuk cairan panas. Suhu tinggi ini terus-menerus bergejolak mempertahankan cairan semenjak jutaan tahun lalu. Ketika ada celah lubang keluar, cairan tersebut keluar berbentuk lava cair. Ketika lava mencapai permukaan bumi, suhu menjadi lebih masbodoh dari ribuan derajat menjadi hanya bersuhu normal sekitar 30 derajat. Pada suhu ini cairan lava akan membeku membentuk batuan beku atau kerak. Keberadaan kerak benua (daratan) dan kerak samudra selalu bergerak secara dinamis akhir tekanan magma dari perut bumi. Pergerakan unsur-unsur geodinamika ini dikenal sebagai kegiatan tektonis.
Sebagian wilayah Kepulauan Indonesia merupakan titik temu di antara tiga lempeng, yaitu Lempeng Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara dan Lempeng Pasifik di timur. Pergerakan lempenglempeng tersebut sanggup berupa subduksi (pergerakan lempeng ke atas), obduksi (pergerakan lempeng ke bawah) dan kolisi (tumbukan lempeng). Pergerakan lain sanggup berupa pemisahan atau divergensi (tabrakan) lempeng-lempeng. Pergerakan mendatar berupa pergeseran lempeng-lempeng tersebut masih terus berlangsung hingga sekarang. Perbenturan lempeng-lempeng tersebut menimbulkan dampak yang berbeda-beda. Namun semuanya telah menimbulkan wilayah Kepulauan Indonesia secara tektonis merupakan wilayah yang sangat aktif dan labil hingga rawan gempa sepanjang waktu.
Pada masa Paleozoikum (masa kehidupan tertua) keadaan geografis Kepulauan Indonesia belum terbentuk mirip kini ini. Di kala itu wilayah ini masih merupakan pecahan dari samudra yang sangat luas, mencakup hampir seluruh bumi. Pada fase berikutnya, yaitu pada simpulan masa Mesozoikum, sekitar 65 juta tahun lalu, kegiatan tektonis itu menjadi sangat aktif menggerakkan lempenglempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Kegiatan ini dikenal sebagai fase tektonis (orogenesa larami), sehingga menimbulkan daratan terpecah-pecah. Benua Eurasia menjadi pulau-pulau yang terpisah satu dengan lainnya. Sebagian di antaranya bergerak ke selatan membentuk pulau-pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi serta pulau-pulau di Nusa Tenggara Barat dan Kepulauan Banda. Hal yang sama juga terjadi pada Benua Australia. Sebagian pecahannya bergerak ke utara membentuk pulau-pulau Timor, Kepulauan Nusa Tenggara Timur dan sebagian Maluku Tenggara. Pergerakan pulau-pulau hasil pemisahan dari kedua benua tersebut telah menimbulkan wilayah pertemuan keduanya sangat labil. Kegiatan tektonis yang sangat aktif dan besar lengan berkuasa telah membentuk rangkaian Kepulauan Indonesia pada masa Tersier sekitar 65 juta tahun lalu.
Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan dan Jawa telah karam menjadi maritim dangkal sebagai akhir terjadinya proses kenaikan permukaan maritim atau transgresi. Sulawesi pada masa itu sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi maritim dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan kerikil gamping. Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang menimbulkan terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin lebih sempurna terbentuk) rangkaian perbukitan struktural mirip perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta rangkaian gunung api aktif sepanjang deretan perbukitan itu. Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang dikenal sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia.
Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar di sepanjang pecahan barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Pembentukan daratan yang semakin luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan pulau-pulau mirip kini ini. Hal itu telah berlangsung semenjak kala Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Kaprikornus pulau-pulau di tempat Kepulauan Indonesia ini masih terus bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran kalau masih sering terjadi gempa, baik vulkanis maupun tektonis.
Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman tanaman dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsabangsa lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap tanaman dan fauna tersebut yang paling terkenal di antaranya ialah penelitian Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda menurut ciri khusus baik fauna maupun floranya. Pembagian itu ialah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan pembatas fauna yang membentang dari Selat Lombok hingga Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna yang berada di sebelah barat garis pembatas itu disebut dengan Indo-Malayan region. Di sebelah timur disebut dengan Australia Malayan region. Garis itulah yang kemudian kita kenal dengan Garis Wallacea.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, keberadaan insan di muka bumi dimulai pada zaman Quater sekitar 600.000 tahun kemudian atau disebut juga zaman es. Dinamakan zaman es lantaran selama itu es dari kutub berkali-kali meluas hingga menutupi sebagian besar permukaan bumi dari Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara Peristiwa itu terjadi lantaran geothermal tidak tetap, adakalanya naik dan adakalanya turun. Jika ukuran geothermal turun dratis maka es akan mencapai luas yang sebesar-besarnya dan air maritim akan turun atau disebut zaman Glacial. Sebaliknya kalau ukuran panas naik, maka es akan mencair, dan permukaan air maritim akan naik yang disebut zaman Interglacial. Zaman Glacial dan zaman Interglacial ini berlangsung silih berganti selama zaman Diluvium (Pleistosen). Hal ini menimbulkan aneka macam perubahan iklim di seluruh dunia, yang kemudian mempengaruhi keadaan bumi serta kehidupan yang ada diatasnya termasuk manusia, sedangkan zaman Alluvium (Holosen) berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang kemudian hingga kini ini.
Sejak zaman ini mulai terlihat secara konkret adanya perkembangan kehidupan manusia, meskipun dalam taraf yang sangat sederhana baik fisik maupun kemampuan berpikirnya. Namun demikian dalam rangka untuk mempertahankan diri dan keberlangsungan kehidupannya, secara lambat laun insan mulai menyebarkan kebudayaan. Beruntung kita bangsa Indonesia mempunyai temuan majemuk jenis insan purba beserta hasil-hasil kebudayaannya, sehingga semenjak simpulan periode ke-19 para ilmuwan tertarik untuk melaksanakan kajian di negeri kita.
Uji Kompetensi:
Sumber http://www.markijar.com/Sebagian besar daratan Sumatra, Kalimantan dan Jawa telah karam menjadi maritim dangkal sebagai akhir terjadinya proses kenaikan permukaan maritim atau transgresi. Sulawesi pada masa itu sudah mulai terbentuk, sementara Papua sudah mulai bergeser ke utara, meski masih didominasi oleh cekungan sedimentasi maritim dangkal berupa paparan dengan terbentuknya endapan kerikil gamping. Pada kala Pliosen sekitar lima juta tahun lalu, terjadi pergerakan tektonis yang sangat kuat, yang menimbulkan terjadinya proses pengangkatan permukaan bumi dan kegiatan vulkanis. Ini pada gilirannya menimbulkan tumbuhnya (atau mungkin lebih sempurna terbentuk) rangkaian perbukitan struktural mirip perbukitan besar (gunung), dan perbukitan lipatan serta rangkaian gunung api aktif sepanjang deretan perbukitan itu. Kegiatan tektonis dan vulkanis terus aktif hingga awal masa Pleistosen, yang dikenal sebagai kegiatan tektonis Plio-Pleistosen. Kegiatan tektonis ini berlangsung di seluruh Kepulauan Indonesia.
Gunung api aktif dan rangkaian perbukitan struktural tersebar di sepanjang pecahan barat Pulau Sumatra, berlanjut ke sepanjang Pulau Jawa ke arah timur hingga Kepulauan Nusa Tenggara serta Kepulauan Banda. Kemudian terus membentang sepanjang Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Pembentukan daratan yang semakin luas itu telah membentuk Kepulauan Indonesia pada kedudukan pulau-pulau mirip kini ini. Hal itu telah berlangsung semenjak kala Pliosen hingga awal Pleistosen (1,8 juta tahun lalu). Kaprikornus pulau-pulau di tempat Kepulauan Indonesia ini masih terus bergerak secara dinamis, sehingga tidak heran kalau masih sering terjadi gempa, baik vulkanis maupun tektonis.
Letak Kepulauan Indonesia yang berada pada deretan gunung api membuatnya menjadi daerah dengan tingkat keanekaragaman tanaman dan fauna yang sangat tinggi. Kekayaan alam dan kondisi geografis ini telah mendorong lahirnya penelitian dari bangsabangsa lain. Dari sekian banyak penelitian terhadap tanaman dan fauna tersebut yang paling terkenal di antaranya ialah penelitian Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda menurut ciri khusus baik fauna maupun floranya. Pembagian itu ialah Paparan Sahul di sebelah timur, Paparan Sunda di sebelah barat. Zona di antara paparan tersebut kemudian dikenal sebagai wilayah Wallacea yang merupakan pembatas fauna yang membentang dari Selat Lombok hingga Selat Makassar ke arah utara. Fauna-fauna yang berada di sebelah barat garis pembatas itu disebut dengan Indo-Malayan region. Di sebelah timur disebut dengan Australia Malayan region. Garis itulah yang kemudian kita kenal dengan Garis Wallacea.
Merujuk pada tarikh bumi di atas, keberadaan insan di muka bumi dimulai pada zaman Quater sekitar 600.000 tahun kemudian atau disebut juga zaman es. Dinamakan zaman es lantaran selama itu es dari kutub berkali-kali meluas hingga menutupi sebagian besar permukaan bumi dari Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara Peristiwa itu terjadi lantaran geothermal tidak tetap, adakalanya naik dan adakalanya turun. Jika ukuran geothermal turun dratis maka es akan mencapai luas yang sebesar-besarnya dan air maritim akan turun atau disebut zaman Glacial. Sebaliknya kalau ukuran panas naik, maka es akan mencair, dan permukaan air maritim akan naik yang disebut zaman Interglacial. Zaman Glacial dan zaman Interglacial ini berlangsung silih berganti selama zaman Diluvium (Pleistosen). Hal ini menimbulkan aneka macam perubahan iklim di seluruh dunia, yang kemudian mempengaruhi keadaan bumi serta kehidupan yang ada diatasnya termasuk manusia, sedangkan zaman Alluvium (Holosen) berlangsung kira-kira 20.000 tahun yang kemudian hingga kini ini.
Sejak zaman ini mulai terlihat secara konkret adanya perkembangan kehidupan manusia, meskipun dalam taraf yang sangat sederhana baik fisik maupun kemampuan berpikirnya. Namun demikian dalam rangka untuk mempertahankan diri dan keberlangsungan kehidupannya, secara lambat laun insan mulai menyebarkan kebudayaan. Beruntung kita bangsa Indonesia mempunyai temuan majemuk jenis insan purba beserta hasil-hasil kebudayaannya, sehingga semenjak simpulan periode ke-19 para ilmuwan tertarik untuk melaksanakan kajian di negeri kita.
Uji Kompetensi:
- Kita wajib bersyukur lantaran Tuhan Yang Maha Pencipta yang telah membuat bumi kita ini dengan cerdik dan bijaksana serta penuh kasih sayang kepada makhluk ciptaan-Nya. Coba beri klarifikasi mengenai pernyataan di atas, kau sanggup berdiskusi dengan anggota kelompok!
- Menurut kau nilai-nilai apa yang sanggup dipetik dari proses terbentuknya pulau-pulau di Kepulauan Indonesia?
- Hikmah apa yang sanggup kita peroleh dengan bertempat tinggal di wilayah yang sering terjadi peristiwa alam?
- Di setiap daerah tentu ada dongeng rakyat ataupun dongeng yang berkaitan dengan petaka mirip gempa bumi maupun gunung meletus, coba kau cari dan tuliskan dalam bentuk dongeng 3 – 4 halaman, kemudian diskusikan!
Sumber : kemdikbud.go.id
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR