Random post

Saturday, July 7, 2018

√ Kesalahan Fatal Penulis Dan Pembaca Media Sains


Mengkonsumsi cokelat bisa mencerdaskan otak. Buah pisang sanggup menambah daya ingat. Kopi menciptakan otak lebih cemerlang. Sering membaca berita-berita menyerupai itu? Yap! Setiap harinya penulis memproduksi goresan pena menyerupai itu. Pun setiap harinya ada penggemar sains yang membagikan goresan pena tersebut. Lalu bagaimana kebenaran dibaliknya? Apakah ini HOAX?





Percaya atau tidak, di zaman masih langka internet, sekitar 11 tahun yang kemudian ketika saya SMA, judul-judul menyerupai itu sudah sangat populer. Zaman internet masih sangat lambat, pop-up iklan bertumpuk, virus internet meraja lela dan blog-blog lebih banyak iklannya dibandingkan kontennya. Judul-judul yang seakan-akan fakta itu sudah banyak beredar. 





Tapi kita tidak akan membahas yang jelas-jelas HOAX. Kita akan masuk pada yang terlihat ilmiah, dan saya akan lepaskan topeng ilmiahnya. Ini sengaja saya bahas lantaran memang masih sangat banyak percaya-percaya saja asalkan ada “data ilmiah”. 





Data ialah Fakta? 





Belakangan ini pemerintah sedang semangat-semangatnya menggelorakan kampanye kalau berbicara harus pakai data. Benar sekali, berbicara dilengkapi dengan data itu memang bagus, tetapi data itu sendiri kan mati. 





Data itu mati, beliau tidak menjabarkan apa-apa kalau tidak dibaca dan diuraikan oleh insan yang berfikir. Data juga diproduksi oleh manusia, makanya tidak bisa dimakan mentah-mentah. Harus dilengkapi dengan cara pengambilan data tersebuth dan penafsirannya.





Makanya perdebatan di dalam pollitik selalu berakhir dengan beda pendapat lantaran berbeda data. Sebab produsen datanya berbeda, diadaptasi kepentingan mereka. Dan dalam setiap debat politik yang memakai data, mereka tidak pernah memberikan metode pengambilan datanya. 





Artinya datanya bisa saja benar, tetapi cara memakai data tersebut untuk mengambil kesimpulan bisa saja salah. 





Sebab-Akibat dan Keterkaitan





Kembali lagi ke judul-judul “ajaib” yang sudah saya sebutkan di awal. Munculnya tulisan-tulisan dengan judul “ajaib” di atas, bahkan di media-media terpercaya ialah salah satu pola gagal paham di dalam membaca data. 





Jadi menyerupai ini contohnya;





“Sebuah penelitian mengambarkan bahwa 85% orang yang sering mengkonsumsi cokelat mempunyai kecerdasan di atas rata-rata”





Ketika seorang penulis menemukan info ini, biasanya mereka akan eksklusif menuju pada kesimpulan bahwa “cokelat sanggup mencerdaskan orang”. Apakah ini kesimpulan yang benar? Tunggu dulu. 





Ternyata ketika diusut, orang yang mengkonsumsi cokelat ialah orang yang tinggal di Kota, bisa membeli cokelat lantaran mempunyai taraf hidup yang tinggi, kemudian dengan taraf hidup yang tinggi itu beliau bisa membeli makanan berprotein tinggi sehingga nutrisi otaknya terpenuhi, dan dengan taraf hidup yang tinggi itu pula beliau bisa membayar pendidikan yang lebih tinggi. 





Sekarang apakah penyebab dari cerdasnya beliau ialah cokelat?





Yap! Itu ialah pola keterkaitan. Artinya ada serangkaian keterkaitan antara orang yang memakan cokelat dan kecerdasan. Tetapi ini belum tentu sebab-akibat. 





Contoh lainnya misalkan:





“Sebuah penelitian mengambarkan bahwa orang renta yang sering mengkonsumsi pisang mempunyai daya ingat 15% lebih baik dari yang lainnya.”





Ketika terbaca oleh penulis media kemudian disimpulkan bahwa mengkonsumsi pisang bisa menambah daya ingat. 





Padahal ternyata di masyarakat, konsumen buah pisang itu identik dengan orang kalangan menengah kebawah yang beliau bekerja setiap harinya di kebun, ladang dan sawah sehingga tubuhnya bergerak dan otaknya bekerja aktif. Aktifitas fisik ini menciptakan mereka punya daya ingat lebih dibandingkan orang renta pensiunan yang sudah tidak lagi beraktifitas. 





Gimana? Masih valid tidak kesimpulanmu?





Yap! Sampai sini kalian niscaya sudah mengerti maksudku. Bahwasannya “85% orang yang sering mengkonsumsi cokelat mempunyai kecerdasan di atas rata-rata” dan “orang renta yang mengkonsumsi pisang mempunyai daya ingat 15% lebih baik dari yang lainnya” itu ialah fakta, benar memang. 





Tetapi bahwa cokelat menunjukkan kecerdasan dan pisang menunjukkan daya ingat ialah kesimpulan yang salah. Dan model pengambilan kesimpulan menyerupai ini masih sering kita lihat di laman-laman media massa profesional. 





Nah.. Bisa dikatakan sebab-akibat apabila bentuk pengambilan datanya sudah sangat spesifik. Misalkan cara pengambilan datanya percobaanya ialah “Orang makan cokelat kemudian discan acara otaknya, apakah ada respon positif di bagian-bagian yang berfungsi dalam daya nalar, daya pikir ataupun daya ingat.”





Kalau menyerupai itu bentuk penelitiannya, maka masuk akal kalau disimpulkan bahwa cokelat itu menciptakan cerdas. 





Apa Penyebab munculnya Api?





Sekitar sebulan yang lalu, saya bermain-main dengan logika keterkaitan tetapi kupaksakan menjadi sebab-akibat.  Itu untuk menguraikan kasus Pembakaran Bendera Berlafadz “Lailahaillallah”





Tidak satu orangpun yang protes. Karena saya berbicara sesuai fakta yang terjadi. Argumenku jelas-jelas kurang cendekia dan salah, tetapi menurut rangkaian fakta yang tak tertolak. 





Jadi begini, pertanyaanya sangat sederhana “apa penyebab munculnya api?”





Untuk menjawab ini, pertama-tama kita analisa syarat terbentuknya api: 1. Pemantik (korek), 2. Gas Oksigen, 3. Bahan bakar. Secara ilmiah api hanya bisa terbentuk kalau tiga hal ini ada. 





Nah.. Sekarang apakah ketiganya bisa dijadikan penyebab terbentuknya api? 





Tentu saja tidak. Manusia sudah mengetahui kalau secara alamiah di atmosfer itu terdapat gas oksigen. Artinya dimanapun tempatnya di bumi ini, api bisa terbentuk, common sense-nya menyerupai itu. Kaprikornus semua orang sudah menyadari/mengakui hal ini.





Artinya alasannya terbentuknya api itu tersisa dua, adanya materi bakar dan pemantik. Keduanya ini bisa dijadikan alasan valid adanya api. 





Jadi kalau terjadi kebakaran, yang akan dijadikan penyebab kebakaran itu ya pemantik apinya, lilin, listrik konslet, atau orang dan materi bakarnya, entah itu kayu, minyak, gas.





Misalkan lantaran ketidak sengajaan terjadi kebakaran akhir tuan rumah membuang sisa minyak makan di sebelah rumah kemudian ada tetangga yang membuah puntung rokok di sekitar situ. Di dalam pengadilan, tuan rumah dan tetangga, keduanya bisa dijadikan tersangka penyebab kebakaran. Tetapi mereka tidak bisa menyampaikan “Loh.. Si Aco yang menanam pohon di erat situ juga bersalah lantaran menambah jumlah gas oksigen penyebab kebakaran”.  





Sampai sini paham kan yak? Data dan fakta saja itu tidak cukup untuk hingga pada kesimpulan. Tetap diharapkan ajaran yang jeli dan cerdas untuk melihat kebenaran. 





Jadi gimana? Sudah mulai terfikir khan beda dari keterkaitan dan alasannya akibat?





Thanks for reading! Jangan lupa share kalau artikel ini bermanfaat. 



Sumber https://mystupidtheory.com