Perkembangan Teknologi
Coba amati gambar di samping. Gambar apa dan untuk apa kira-kira? Gambar itu merupakan gambar peralatan rumah tangga yang sudah sangat usang dikenal di lingkungan ibu rumah tangga di Indonesia, apalagi di Jawa. Yang terang peralatan itu terbuat dari kerikil yang merupakan warisan nenek moyang. Peralatan dari kerikil ini hingga kini masih dipakai oleh masyarakat kita Berikut ini kita akan membahas perihal teknologi bebatuan yang telah dikembangkan semenjak kehidupan insan purba.
Memahami Teks
Perlu kau ketahui bahwa sekalipun belum mengenal goresan pena insan purba sudah berbagi kebudayaan dan teknologi. Teknologi waktu itu bermula dari teknologi bebatuan yang dipakai sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan. Dalam praktiknya peralatan atau teknologi bebatuan tersebut sanggup berfungsi serba guna. Pada tahap paling awal alat yang dipakai masih bersifat kebetulan dan seadanya serta bersifat trial and eror. Mula-mula mereka hanya memakai benda-benda dari alam terutama batu.
Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh alasannya itu, para andal kemudian membagi kebudayaan zaman kerikil di era pra-aksara ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, dijelaskan bahwa kebudayaan zaman kerikil ini dibagi menjadi tiga yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum dan Neolitikum.
Teknologi bebatuan pada zaman ini berkembang dalam kurun waktu yang begitu panjang. Oleh alasannya itu, para andal kemudian membagi kebudayaan zaman kerikil di era pra-aksara ini menjadi beberapa zaman atau tahap perkembangan. Dalam buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia I, dijelaskan bahwa kebudayaan zaman kerikil ini dibagi menjadi tiga yaitu, Paleolitikum, Mesolitikum dan Neolitikum.
- Antara Batu dan TulangPeralatan pertama yang dipakai oleh insan purba ialah alat-alat dari kerikil yang seadanya dan juga dari tulang. Peralatan ini berkembang pada zaman Paleolitikum atau zaman kerikil tua. Zaman kerikil renta ini bertepatan dengan zaman Neozoikum terutama pada kiamat Tersier dan awal zaman Quartair. Zaman ini berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Zaman ini merupakan zaman yang sangat penting alasannya terkait dengan munculnya kehidupan baru, yakni munculnya jenis insan purba. Zaman ini dikatakan zaman kerikil renta alasannya hasil kebudayaan terbuat dari kerikil yang relatif masih sederhana dan kasar. Kebudayaan zaman Paleolitikum ini secara umum ini terbagi menjadi Kebudayaan Pacitan dan Kebudayaan Ngandong.Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan ini berkembang di tempat Pacitan, Jawa Timur. Beberapa alat dari kerikil ditemukan di tempat ini. Seorang ahli, von Koeningwald dalam penelitiannya pada tahun 1935 telah menemukan beberapa hasil teknologi bebatuan atau alat-alat dari kerikil di Sungai Baksoka bersahabat Punung. Alat kerikil itu masih kasar, dan bentuk ujungnya agak runcing, tergantung kegunaannya. Alat kerikil ini sering disebut dengan kapak genggam atau kapak perimbas. Kapak ini dipakai untuk menusuk hewan atau menggali tanah ketika mencari umbi-umbian. Di samping kapak perimbas, di Pacitan juga ditemukan alat kerikil yang disebut dengan chopper sebagai alat penetak. Di Pacitan juga ditemukan alat-alat serpih.Alat-alat itu oleh Koeningswald digolongkan sebagai alatalat “paleolitik”, yang bercorak “Chellean”, yakni suatu tradisi yang berkembang pada tingkat awal paleolitik di Eropa. Pendapat Koeningswald ini kemudian dianggap kurang tepat setelah Movius berhasil menyatakan temuan di Punung itu sebagai salah satu corak perkembangan kapak perimbas di Asia Timur. Tradisi kapak perimbas yang ditemukan di Punung itu kemudian dikenal dengan nama “Budaya Pacitan”. Budaya itu dikenal sebagai tingkat perkembangan budaya kerikil awal di Indonesia.Kapak perimbas itu tersebar di wilayah Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Flores, dan T imor. Daerah Punung merupakan tempat yang terkaya akan kapak perimbas dan hingga ketika ini merupakan tempat penemuan terpenting di Indonesia. Pendapat para andal condong kepada jenis insan Pithecanthropus atau keturunan-keturunannya sebagai pencipta budaya Pacitan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat perihal umur budaya Pacitan yang diduga dari tingkat selesai Plestosin Tengah atau awal permulaan Plestosin Akhir.Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong berkembang di tempat Ngandong dan juga Sidorejo, bersahabat Ngawi. Di tempat ini banyak ditemukan alat-alat dari kerikil dan juga alat-alat dari tulang. Alat-alat dari tulang ini berasal dari tulang hewan dan tanduk rusa yang diperkirakan dipakai sebagai penusuk atau belati. Selain itu, ditemukan juga alat-alat menyerupai tombak yang bergerigi. Di Sangiran juga ditemukan alat-alat dari batu, bentuknya indah menyerupai kalsedon. Alatalat ini sering disebut dengan flake.Sebaran artefak dan peralatan paleolitik cukup luas semenjak dari daerah-daerah di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Halmahera. - Antara Pantai dan GuaZaman kerikil terus berkembang memasuki zaman kerikil madya atau kerikil tengah yang dikenal zaman Mesolitikum. Hasil kebudayaan kerikil madya ini sudah lebih maju apabila dibandingkan hasil kebudayaan zaman Paleolitikum (batu tua). Sekalipun demikian, bentuk dan hasil-hasil kebudayaan zaman Paleolitikum tidak serta merta punah tetapi mengalami penyempurnaan. Bentuk flake dan alat-alat dari tulang terus mengalami perkembangan. Secara garis besar kebudayaan Mesolitikum ini terbagi menjadi dua kelompok besar yang ditandai lingkungan tempat tinggal, yakni di pantai dan di gua.Kebudayaan Kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger istilah dari bahasa Denmark, kjokken berarti dapur dan modding sanggup diartikan sampah (kjokkenmoddinger = sampah dapur). Dalam kaitannya dengan budaya manusia, kjokkenmoddinger merupakan tumpukan timbunan kulit siput dan kerang yang menggunung di sepanjang pantai Sumatra Timur antara Langsa di Aceh hingga Medan. Dengan kjokkenmoddinger ini sanggup memberi warta bahwa insan purba zaman Mesolitikum umumnya bertempat tinggal di tepi pantai. Pada tahun 1925 Von Stein Callenfals melaksanakan penelitian di bukit kerang itu dan menemukan jenis kapak genggam (chopper) yang berbeda dari chopper yang ada di zaman Paleolitikum. Kapak genggam yang ditemukan di bukit kerang di pantai Sumatra Timur ini diberi nama pebble atau lebih dikenal dengan Kapak Sumatra. Kapak jenis pebble ini terbuat dari kerikil kali yang pecah, sisi luarnya dibiarkan begitu saja dan sisi potongan dalam dikerjakan sesuai dengan keperluannya. Di samping kapak jenis pebble juga ditemukan jenis kapak pendek dan jenis kerikil pipisan (batu-batu alat penggiling). Di Jawa kerikil pipisan ini umumnya untuk menumbuk dan menghaluskan jamu.Kebudayaan Abris Sous Roche
Kebudayaan abris sous roche merupakan hasil kebudayaan yang ditemukan di gua-gua. Hal ini mengindikasikan bahwa insan purba pendukung kebudayaan ini tinggal di gua-gua. Kebudayaan ini pertama kali dilakukan penelitian oleh Von Stein Callenfels di Gua Lawa bersahabat Sampung, Ponorogo. Penelitian dilakukan tahun 1928 hingga 1931. Beberapa hasil teknologi bebatuan yang ditemukan contohnya ujung panah, flakke, kerikil penggilingan. Juga ditemukan alat-alat dari tulang dan tanduk rusa. Kebudayaan abris sous roche ini banyak ditemukan contohnya di Besuki, Bojonegoro, juga di tempat Sulawesi Selatan menyerupai di Lamoncong.Untuk mengetahui lebih dalam perihal Kebudayaan Kjokkenmoddinger dan Kebudayaan Abris Sous Roche ini kau sanggup membaca buku R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan I - Mengenal Api
Mengamati Lingkungan
Bagi manusia, api merupakan faktor penting dalam kehidupan. Sebelum ditemukan teknologi listrik, acara insan sehari-hari hampir sanggup dipastikan tidak sanggup terlepas dari api untuk memasak. Pelajaran dan pengetahuan apa yang kau peroleh melalui uraian tersebut.Memahami Teks
Bagi insan purba, proses penemuan api merupakan bentuk penemuan yang sangat penting. Berdasarkan data arkeologi, penemuan api kira-kira terjadi pada 400.000 tahun yang lalu. Penemuan pada periode insan Homo erectus. Api dipakai untuk menghangatkan diri dari cuaca dingin. Dengan api kehidupan menjadi lebih bervariasi dan banyak sekali kemajuan akan dicapai. Teknologi api sanggup dimanfaatkan insan untuk banyak sekali hal. Di samping itu penemuan api juga memperkenalkan insan pada teknologi memasak makanan, yaitu memasak dengan cara membakar dan memakai bumbu dengan ramuan tertentu. Manusia juga memakai api sebagai senjata. Api pada ketika itu dipakai insan untuk menghalau hewan buas yang menyerangnya. Api sanggup juga dijadikan sumber penerangan. Melalui pembakaran pula insan sanggup menaklukkan alam, menyerupai membuka lahan untuk garapan dengan cara membakar hutan. Kebiasaan bertani dengan menebang kemudian bakar (slash and burn) ialah kebiasaan kuno yang tetap berkembang hingga sekarang.Pada awalnya pembuatan api dilakukan dengan cara membenturkan dan menggosokkan benda halus yang gampang terbakar dengan benda padat lain. Sebuah kerikil yang keras, contohnya kerikil api, jikalau dibenturkan ke batuan keras lainnya akan menghasilkan percikan api. Percikan tersebut kemudian ditangkap dengan dedaunan kering, lumut atau material lain yang kering hingga mengakibatkan api. Pembuatan api juga sanggup dilakukan dengan menggosok suatu benda terhadap benda lainnya, baik secara berputar, berulang, atau bolak-balik. Sepotong kayu keras misalnya, jikalau digosokkan pada kayu lainnya akan menghasilkan panas alasannya ukiran itu kemudian mengakibatkan api.Penelitian-penelitian arkeologi di Indonesia sejauh ini belum menemukan sisa pembakaran dari periode ini. Namun bukan berarti insan purba di kala itu belum mengenal api. Sisa api yang tertua ditemukan di Chesowanja, Tanzania, dari sekitar 1,4 juta tahun lalu, yaitu berupa tanah liat kemerahan bersama dengan sisa tulang binatang. Akan tetapi belum sanggup dipastikan apakah manusia purba membuat api atau mengambilnya dari sumber api alam (kilat, acara vulkanik, dll). Hal yang sama juga ditemukan di China (Yuanmao, Xihoudu, Lantian), di mana sisa api berusia sekitar 1 juta tahun lalu. Namun belum sanggup dipastikan apakah itu api alam atau buatan manusia. Teka-teki ini masih belum sanggup terpecahkan, sehingga belum dipastikan apakah bekas tungku api di Tanzania dan Cina itu merupakan hasil buatan insan atau pengambilan dari sumber api alam. - Sebuah RevolusiPerkembangan zaman kerikil yang sanggup dikatakan paling penting dalam kehidupan insan ialah zaman kerikil gres atau neolitikum. Pada zaman neolitikum yang juga sanggup dikatakan sebagai zaman kerikil muda. Pada zaman ini telah terjadi “revolusi kebudayaan”, yaitu terjadinya perubahan pola hidup manusia. Pola hidup food gathering digantikan dengan pola food producing. Hal ini seiring dengan terjadinya perubahan jenis pendukung kebudayannya. Pada zaman ini telah hidup jenis Homo sapiens sebagai pendukung kebudayaan zaman kerikil baru. Mereka mulai mengenal bercocok tanam dan beternak sebagai proses untuk menghasilkan atau memproduksi materi makanan. Hidup bermasyarakat dengan bergotong royong mulai dikembangkan. Hasil kebudayaan yang populer di zaman neolitikum ini secara garis besar dibagi menjadi dua tahap perkembangan.Kebudayaan Kapak Persegi
Nama kapak persegi berasal dari penyebutan oleh von Heine Geldern. Penamaan ini dikaitkan dengan bentuk alat tersebut. Kapak persegi ini berbentuk persegi panjang dan ada juga yang berbentuk trapesium. Ukuran alat ini juga bermacam-macam. Kapak persegi yang besar sering disebut dengan beliung atau pacul (cangkul), bahkan sudah ada yang diberi tangkai sehingga persis menyerupai cangkul zaman sekarang. Sementara yang berukuran kecil dinamakan tarah atau tatah. Penyebaran alat-alat ini terutama di Kepulauan Indonesia potongan barat, menyerupai Sumatra, Jawa dan Bali. Diperkirakan sentrasentra teknologi kapak persegi ini ada di Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Tasikmalaya (Jawa Barat), kemudian Pacitan-Madiun, dan di Lereng Gunung Ijen (Jawa Timur). Yang menarik, di Desa Pasirkuda bersahabat Bogor juga ditemukan kerikil asahan. Kapak persegi ini cocok sebagai alat pertanian.Kebudayaan Kapak Lonjong
Nama kapak lonjong ini diadaptasi dengan bentuk penampang alat ini yang berbentuk lonjong. Bentuk keseluruhan alat ini lonjong menyerupai bundar telur . Pada ujung yang lancip ditempatkan tangkai dan pada potongan ujung yang lain diasah sehingga tajam. Kapak yang ukuran besar sering disebut walzenbeil dan yang kecil dinamakan kleinbeil. Penyebaran jenis kapak lonjong ini terutama di Kepulauan Indonesia potongan timur, contohnya di tempat Papua, Seram, dan Minahasa.Pada zaman Neolitikum, di samping berkembangnya jenis kapak kerikil juga ditemukan barang-barang perhiasan, menyerupai gelang dari batu, juga alat-alat gerabah atau tembikar.
Perlu kau ketahui bahwa insan purba waktu itu sudah mempunyai pengetahuan perihal kualitas bebatuan untuk peralatan. Penemuan dari banyak sekali situs memperlihatkan materi yang paling sering dipergunakan ialah jenis batuan kersikan (silicified stones), menyerupai gamping kersikan, tufa kersikan, kalsedon, dan jasper. Jenisjenis batuan ini di samping keras, sifatnya yang retas dengan pecahan yang cenderung tajam dan tipis, sehingga memudahkan pengerjaan. Di beberapa situs yang mengandung fosil-fosil kayu, menyerupai di Kali Baksoka (Jawa Timur) dan Kali Ogan (Sumatra Selatan) tampak ada upaya pemanfaatan fosil untuk materi peralatan. Pada ketika lingkungan tidak menyediakan materi yang baik, ada kecenderungan untuk memanfaatkan batuan yang tersedia di sekitar hunian, walaupun kualitasnya kurang baik. Contoh semacam ini sanggup diamati pada situs Kedunggamping di sebelah timur Pacitan, Cibaganjing di Cilacap, dan Kali Kering di Sumba yang pada umumnya memakai materi andesit untuk peralatan.
Perkembangan Zaman Logam
Mengakhiri zaman kerikil masa Neolitikum maka dimulailah zaman logam. Sebagai bentuk masa perundagian. Zaman logam di Kepulauan Indonesia ini agak berbeda bila dibandingkan dengan yang ada di Eropa. Di Eropa zaman logam ini mengalami tiga fase, zaman tembaga, perunggu dan besi. Di Kepulauan Indonesia hanya mengalami zaman perunggu dan besi. Zaman perunggu merupakan fase yang sangat penting dalam sejarah. Beberapa referensi bendabenda kebudayaan perunggu itu antara lain: kapak corong, nekara, moko, banyak sekali barang perhiasan. Beberapa benda hasil kebudayaan zaman logam ini juga terkait dengan praktik keagamaan contohnya nekara.
- Konsep Ruang pada Hunian (Arsitektur)
Menurut Kostof, arsitektur telah mulai ada pada ketika insan bisa mengolah lingkungan hidupnya. Pembuatan gejala di alam yang membentang tak terhingga itu untuk membedakan dengan wilayah lainnya. Tindakan untuk membuat tanda pada suatu tempat itu sanggup dikatakan sebagai bentuk awal dari arsitektur. Pada ketika itu insan sudah mulai merancang sebuat tempat.
Bentuk arsitektur pada masa pra-aksara sanggup dilihat dari tempat hunian insan pada ketika itu. Mungkin kita sulit membayangkan atau menyimpulkan bentuk rumah dan bangunan yang berkembang pada masa pra-aksara ketika itu. Dari pola mata pencaharian insan yang sudah mengenal berburu dan melaksanakan pertanian sederhana dengan ladang berpindah memungkinkan adanya pola pemukiman yang telah menetap. Gambar-gambar dinding goa tidak hanya mencerminkan kehidupan sehari-hari, tetapi juga kehidupan spiritual. Cap-cap tangan dan lukisan di goa yang banyak ditemukan di Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan dikaitkan dengan ritual penghormatan atau pemujaan nenek moyang, kesuburan, dan inisiasi. Gambar dinding yang tertera pada goa-goa menunjukan pada jenis hewan yang diburu atau hewan yang dipakai untuk membantu dalam perburuan. Anjing ialah hewan yang dipakai oleh insan pra-aksara untuk berburu binatang.
Bentuk pola hunian dengan memakai penadah angin, menghasilkan pola menetap pada insan masa itu. Pola hunian itu hingga ketika ini masih dipakai oleh Suku Bangsa Punan yang tersebar di Kalimantan. Bentuk hunian itu merupakan potongan bentuk awal arsitektur di luar tempat hunian di goa. Secara sederhana penadah angin merupakan suatu konsep tata ruangan yang memperlihatkan secara implisit memperlihatkan batas ruang. Pada kehidupan dengan masyarakat berburu yang masih sangat tergantung pada alam, mereka lebih mengikut ritme dan bentuk geografis alam. Dengan demikian konsep ruang mereka masih kurang bersifat geometris teratur. Pola garis lengkung tak teratur menyerupai aliran sungai, dan pola spiral menyerupai route yang ditempuh mungkin ialah gambaran pola ruang utama mereka. Ruang demikian belum mengutamakan arah utama. Secara sederhana dapatlah kita lihat bahwa, pada masa praaksara konsep tata ruang, atau yang ketika ini kita kenal dengan arsitektur itu sudah mereka kenal.
Baca Juga :
- Coba kau diskusikan, mengapa insan purba membuat peralatan dari bebatuan, kayu, dan tulang?
- Peralatan yang dibentuk oleh insan purba dari kerikil sanggup dipakai sebagai alat serba guna, coba jelaskan dan beri contoh!
Kesimpulan
Setelah membaca secara keseluruhan potongan ini marilah kita sama-sama menyimpulkan nilai-nilai apa yang sanggup dipetik dari kehidupan masa kemudian itu untuk kehidupan pada masa kini dan masa mendatang.
- Untuk mempelajari sejarah awal insan andal sejarah bergantung pada disiplin arkeologi, geologi dan biologi dan cabang-cabang ilmu lainnya. Masa pra-aksara terbentang dari penemuan insan pertama di planet bumi ini hingga ditemukannya tulisan. Cerita sejarahnya mulai semenjak sekitar 500.000 atau barangkali sekitar 250.000 tahun lalu.
- Pengetahuan perihal kehidupan insan pra-aksara menyediakan balasan perihal asalusul insan dan kemanusiaan, serta keberadaan insan di dunia dalam mencapai impiannya dan rintangan-rintangan yang dihadapinya. Sebagai sebuah bangsa, pembelajaran mengenai kehidupan insan pra-aksara hendaknya menggugah kita untuk memperbarui pertanyaan klasik seperti, dari manakah kita berasal dan bagaimana evolusi perjalanan hidup insan di masa kemudian hingga mencapai suatu tahap sejarah ke tahap berikutnya?
- Semakin sadar kita perihal asal seruan dan evolusi yang dijalani nenek moyang di masa lampau, hendaknya semakin ingat pula kita perihal kiprah dan tanggung jawab sebagai seorang penerima didik yang akan membangun bangsa ini.
- Nenek moyang orang Indonesia di masa lampau telah menjalani sejarah yang amat panjang dan berat dengan segala tantangan zaman yang dihadapi pada masanya. Mereka telah mengalami evolusi atau transformasi sedemikian rupa yaitu, dari nomaden ke kehidupan menetap, dari mengumpulkan masakan dan berburu menjadi penghasil materi makanan, dari ketergantungan total pada alam dan teknologi dalam bentuk manual kepada upaya membuat alat yang kian usang kian canggih, dan dari hidup berkelompok menurut sistem kepemimpinan primus interpares ke susunan masyarakat yang lebih teratur. Semua itu berlangsung dengan cara yang tak gampang dan memakan waktu yang lama, bahkan ribuan tahun.
- Perubahan-perubahan itu tidak mengalir begitu saja, tetapi dimulai dari reflesi berpikir dan gagasan hasil interaksi mereka dengan alam sekitar. Kondisi lingkungan yang berat mengajarkan bagaimana, misalnya, membuat alat yang sempurna untuk memecahkan duduk kasus yang dihadapi. Dalam masyarakat, generasi yang lebih renta meneruskan tradisi dan pengalaman kolektifnya kepada yang lebih muda. Dengan akumulasi pengalaman kolektif itu mereka mencar ilmu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan.
- Pencapaian prestasi yang diraih insan modern remaja ini telah mengubah dunia dengan cara yang mungkin tak terbayangkan oleh nenek moyang mereka di masa silam. Kehidupan modern dibayar dengan harga besarnya energi yang telah dikuras oleh manusia, baik itu yang tidak terbarui (antara lain minyak bumi, gas, dan batubara) maupun yang terbarui (air, kayu, hutan dan lain-lain). Karena itu, spesialis ilmu hayat Tim Flannery menyebut insan Homo sapiens zaman modern berbeda dengan nenek moyang mereka, alasannya mereka tidak lain ialah “pemangsa masa depan”. Julukan ini tidak salah apabila kita menghitung kembali kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh eksploitasi insan hingga ketika ini. Bahkan, sumberdaya alami (antara lain tambang mineral, materi bakar fosil, keindahan alam, hutan tropis, dan sumber daya lautan) yang seharusnya bukan menjadi hak insan ketika ini, tetapi warisan bagi anakcucu di masa mendatang, sudah mulai dimanfaatkan atau malah sudah dimakan habis.
- Kekayaan sumber kearifan lokal zaman pra-aksara menyediakan ilham dan sekaligus peringatan bagi generasi kita bagaimana hubungan harmoni antara insan dan alam tidak perlu mengakibatkan malapetaka bagi insan lain. Kekayaan alam pikir insan pra-aksara terang merupakan kearifan lokal yang harus terus menerus digali lagi dan bukan diremehkan. Mitosmitos perihal awal penciptaan dunia dan asal-usul insan dengan dongeng yang berbeda-beda di banyak sekali suku bangsa, tidak hanya mengandung nilai pelajaran di dalamnya, tetapi juga, kalau ditelusuri lebih jauh, membawa pesan-pesan rasional yang sering disampaikan secara simbolik. Maka, di ketika insan modern hidup semakin individualistik, semakin terasa pula kebutuhan untuk menegakkan nilai-nilai kearifan lokal. Entah itu yang namanya berupa gotong royong, kekeluargaan dan kebersamaan. Itulah kebiasaan nenek moyang, misalnya, dalam rangka membangun kampung, mendirikan bangunanbangunan dari kerikil besar atau megalitik. Tidak jarang pula para pemimpin kelompok sosial mengadakan pesta jasa sebagai bukti bahwa mereka sanggup memperlihatkan kesejahteraan bagi anggota masyarakatnya. Semua anggota masyarakat ikut terlibat dan secara bahu-membahu melaksanakan upacaraupacara. Masyarakat yang telah mencicipi kesejahteraan yang diberikan pemimpin akan membalas jasa itu dengan bergotong royong mengangkut dan mendirikan kerikil tegak (prasasti) bagi pemimpinnya. Di masa lampau, sifat gotong royong itu, tidak saja terlihat dalam mendirikan bangunan megalitik tetapi juga untuk pendirian rumah, upacara syukuran panen, serta upacara kematian. Apa pun bentuknya, pengalaman kolektif insan pra-aksara ialah akar tunggang dari budaya Nusantara, yang tentunya sanggup memperkuat budaya Indonesia modern dalam mengarungi globalisasi masa ke-21 ini.
Sumber : kemdikbud.go.id
Materi Sejarah Sekolah Menengan Atas - Menelusuri Peradaban Awal di Kepulauan Indonesia
MARKIJAR : MARi KIta belaJAR
Sumber http://www.markijar.com/